fikih kontemporer

Berkembang pesatnya pemikiran dan dinamika sosial umat Islam, mengakibatkan pergeseran pola pikir dan cara pandang dalam menyikapi ilmu agama. Fikih Islam dituntut untuk menyelesaikan segala problem keagamaan yang dialami oleh masyarakat. Disamping itu, fikih harus menyediakan sebuah ajaran yang komprehensif disertai kebenaran yang cenderung rasional. Kita sebagai muslim tidak mungkin menutup mata bahwa modernitas dan globalisasi budaya adalah realita, zaman yang semakin maju menjadi tantangan bagi para pemikir untuk menerima kehadirannya dan siap untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.

Kalangan pelajar muslim sudah sepatutnya untuk memperhatikan fenomena ini secara mendalam. Dalam kapasitasnya memiliki peran yang sangat strategis untuk menyampaikan dan memikirkan perkembangan fikih kedepan. Intelektual muslim terutama para pelajar sejatinya menjadi jembatan untuk menyampaikan kebijakan hukum yang loyal dan moderat terhadap masyarakat.

Pembahasan mengenai hukum keluarga menjadi sangat urgen dikalangan masyarakat karena berisi aktivitas keseharian yang sering bersentuhan secara langsung, seperti pernikahan, thalaq, hadlonah, wakaf, waris dst. Kajian fikih klasik lebih cenderung membatasi satu pihak sehingga terkesan tidak adil dan patriarki misalnya pembagian waris satu banding dua atau hak asuh anak diprioritaskan terhadap istri.

Problematika seperti ini sudah menjadi pembahasan yang urgen dikalangan masyarakat. Disadari atau tidak mereka akan meminta penjelasan terhadap para pelajar Islam, intelektual muslim atau para ulama/santri. Hukum-hukum fikih yang sudah terkodifikasi dari kajian para ulama klasik dalam kitab-kitab harus diupayakan tersosialisasi dengan baik. Hal ini sangat penting sekali untuk relevansi dan eksistensi kemantapan hukum ditengah-tengah umat.

Perkembangan zaman yang demikian pesat dengan kemajuan teknologi melahirkan berbagai macam permasalahan kompleks yang menuntut untuk dicari padanan hukumnya menurut Syariat / Realitas berkembang. Kita tahu bahwa syari’at itu tetap artinya tidak berubah namun kondisi zaman dan tempat kita akan terus berubah. Disebutkan dalam satu kaidah bahwa hukum itu dapat berubah dengan mempertimbangkan waktu dan tempat. Artinya hukum yang dulu telah ditetapkan oleh para ulama terdahulu kemungkinan besar tidak semuanya dapat diterapkan di zaman sekarang, sebab ijtihad para imam mazhab dulu lebih mempertimbangkan kondisi pada tempat dan zamannya.

Baca Juga:  Fikih Manhaji; Menggali Hukum Islam dalam Realitas Kontemporer

Dalam sebuah cerita yang sudah cukup dikenal, imam malik pernah menerima tamu yang berasal dari kufah untuk meminta fatwa tentang muamalah orang kufah, lantas imam malik menjawab “kebijakan saya tidak bisa diterapkan dikufah” karena imam malik berijtihad dengan masyarakat madinah.

Oleh sebab itu fikih kontemporer sangat dibutuhkan sekali, melihat masyarakat yang mulai silau dengan modernitas. Mereka membutuhkan ilmu fikih yang dapat dijalankan dan menjadi solusi dalam kehidupan sosial-keagamaanya, supaya mereka bisa beribadah dan bermuamalah secara konsisten dan seimbang.

Fiqh muashir atau fikih kontemporer memiliki arti faham atau pemahaman yang mutakhir. setiap pemahaman dipastikan berbeda-berbeda. Perbedaan ini sering terjadi dikalangan ulama, entah karena pola pikir yang berbeda atau kaifiyatul istidlal yang berbeda pula. Mazhab fikih yang kita pegang sering kali berbeda dengan mazhab lainya. Perbedaan demikian menjadikan fikih semakin terbuka dan moderat.

Realitas (meliputi ruang, waktu, kondisi dan adat istiadat) memiliki peranan urgen dan mempengaruhi lahirnya sebuah produk hukum. Terutama dalam mengkaji hukum keluarga atau akhwal syahsiyah.

Sebab faktor yang menyebabkan munculnya masalah lebih sering terjadi dalam hubungan  keluarga. Melihat pengalaman yang ada hal ini kerap kali terjadi karena sedikitnya  pengamalan nilai-nilai agama, yang tidak lagi dijadikan landasan dalam berpijak, baik oleh suami, istri maupun anak. Kembali ke pemahaman agama adalah solusi. Namun bukan tanpa masalah, mengingat teks-teks keagamaan khususnya klasik, kadang terkesan mesoginis dan terlalu mendeskriminasi kaum perempuan dan membatasi peran mereka hanya dalam urusan domestik. Karenanya, prinsip-prinsip yang mengedepankan persamaan hak dan saling menghargai. Oleh karenanya pembaharuan fikih sangat diperlukan. [HW]

Abdullah Faiz
Santri Ponpes Salaf Apik Kaliwungu dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] Para ulama dan pemikir asal Indonesia juga sudah banyak yang diakui kepakarannya oleh dunia Internasional, sebut saja Syekh Nawawi Banten dan Syekh Mahfudz Termas sebagai ulama Islam klasik yang telah menorehkan warisan emas dengan karya-karya monumentalnya, dan tokoh pemikir seperti KH. Abdurrahman Wahid, KH. Hasyim Muzadi, dan KH. Ali Mustafa Yaqub sebagai tokoh pemikir Islam kontemporer. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini