Saya pernah menulis tentang mimpi rumah beberapa bukan yang lalu. Namun ternyata, masih banyak yang menginginkan tulisan lebih panjang lagi tentang mimpi rumah ini. Maka saya akan menuliskan beberapa amalan dan ilmu titen lain yang sudah lebih dahulu saya ketahui dari para guru dan para kiai yang saya kenal. 

Yang pertama kali, sebelum membangun rumah, bila belum punya tanah atau sudah ada tapi kurang cocok, dan membidik tanah lain yang masih belum dimiliki, maka disarankan oleh bapak untuk rutin membacakan fatihah buat yang punya tanah. Setiap lewat tanah tersebut, minimal mengirim hadiah fatihah sekali. Dan lebih baik, setiap sholat fardlu dibacakan fatihah khususon buat yang punya tanah, 7 kali.

Bila memang belum ada gambaran sama sekali mau bangun di mana, atau sudah ada namun belum punya dana membangun rumah, maka bapak menyarankan untuk membaca doa rabbi anzilni.

Untuk hitungannya sendiri, bapak punya beberapa jawaban. Kadang disuruh membaca sebanyak mungkin, sesuai kemampuan. Namun kadang disuruh baca 1000 kali dengan cara khusus. Bilangan dan cara yang kedua inilah yang dulu dipilih amalkan oleh bapak sendiri sebelum punya rumah. “kulo nyuwon gene gusti Allah ndamel dungo: rabbi anzilni ten latar e pondok kang mboten enten atape. Sekitar setahun. Setiap malam kapeng 1000” (saya meminta kepada Gusti Allah menggunakan doa rabbi anzilni ini di halaman pondok yang tidak beratap dibaca langsung di bawah langit sebanyak 1000 kali, tiap malam selama setahun).

Untuk lama waktu mengamalkannya, mungkin tiap orang bisa berbeda-beda. Bapak cuman setahun, karena Alhamdulillah setahun kemudian sudah bisa membuat rumah sendiri. Bila anda punya tekad yang kuat, maka bisa membaca amalan ini sampai berhasil. Jangan berhenti sebelum dikabulkan oleh Allah.

Baca Juga:  Mencari dan Melepas Pergi

Bila sudah siap membangun rumah, maka bapak saya sering mengikuti ilmu titen jawa. Bapak mengikuti pendapat para orang tua yang berpendapat bahwa bulan yang baik untuk memulai membangun rumah adalah bulan besar dan bulan sya’ban. Silahkan pilih di antara dua bulan ini. Tidak harus, tapi bapak saya ketika membangun rumah pasti di salah satu dari dua bulan tersebut.

Adapun harinya, bapak paling suka hari ahad kliwon. Bila tidak, maka tiga hari sebelum, dan satu hari setelah ahad kliwon juga baik (kamis pahing, jumat pon, dan sabtu wage, juga senin legi). Atau hari apapun yang isinya 9, 13, atau 17.

Bila sudah mendapatkan waktu, maka bapak juga punya rumusan kemana rumah menghadap. Menurut bapak berdasarkan ilmu titen dari para sesepuh, rumah yang baik adalah rumah yang menghadap pada aliran air. Dalam artian, kemana air di tempat tersebut mengalir, maka lebih baik rumah kita menghadap sebaliknya (seperti di Kwagean arah aliran air adalah ke utara, maka semua rumah yang dibangun oleh bapak pasti menghadap ke selatan)”.

Filsofinya adalah nampani banyu iku nampani berkah(menampung air adalah menampung keberkahan)”.

Ilmu selanjutnya, ketika akan mulai membangun dibacakan ayat kursi 7 kali dan ayat aukal ladzi 7 kali (biasanya dibaca saat nyemplong atau peletakan batu pertama).

Ayat kursi sebagai ‘pagar’, dan aukal ladzi sebagai doa agar rumah atau tempat yang akan dibangun bisa menjadi berkah, ramai murid, dan ramai rezeki.

Bila sudah jadi, maka disarankan untuk mengisi rumahnya dengan kegiatan yang mampu mengkondisikan anak atau muridnya agar cinta pada agama. Bila ingin keturunannya jadi orang alim, maka harus ada minimal satu pengajian kitab di rumah tersebut. Kalau ingin anak atau muridnya ahli quran, maka minimal ada satu pengajian Al-quran yang berlangsung di rumah tersebut.

Baca Juga:  Bencana Banjir, Puasa dan Kesabaran

Kalaupun tidak ngaji bersama, minimal sang orang tua punya waktu khusus untuk ngaji saat di rumah.

Dan ada salah satu kiai yang berpesan:

Jauh lebih baik kalau sebelum membangun rumah, diniatkan untuk hurmat tamu. Dan untuk ngaji”.

Dan ada satu ilmu titen lagi yang pernah disampaikan kepada saya oleh kakak saya. Dawuh ini dari abah mertua beliau, salah satu kiai sepuh:

“Lek saget ampun ndamel kolam ten ngajeng griyo. Biasane lek enten kolame, penghunine mboten kiat. Pun katah buktine niki”

(kalau bisa jangan membuat kolam di depan rumah. Biasanya, kalau rumah ada kolam di depannya, penghuninya tidak kuat. Sudah banyak buktinya ini).

Sementara ini, masih sedikit sekali ilmu titen tentang rumah yang mampu saya tulis. Karena memang ilmu ini saya dapatkan sedikit demi sedikit dari pengalaman pribadi. Hampir sama dengan pengakuan bapak saya, yang ngendikan sendiri bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu titen seperti ini, bertambah sedikit demi sedikit seiring waktu.

Semua amalan dan ilmu titen ini bukanlah pedowan wajib yang harus dipatuhi, tapi sebuah kebijaksanaan yang didapatkan oleh para ulama dan sesepuh berdasarkan petunjuk Allah, kebiasaan alam, dan pastinya ilmu pengetahuan. Silahkan bila ingin mengikuti, pun silahkan bila anda punya pandangan atau ilmu yang berbeda. Atau mungkin tidak menganggapnya sama sekali pun itu terserah anda.

Karena memang ilmu pada hakikatnya hanyalah teori dan pertanda, hingga kita menerima dan mengamalkannya.

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini