Tata cara (Akad) Jual beli Hewan Kurban di Masa Pandemi

Tradisi jual beli hewan Kurban menjelang Idul Adha, tetap marak meski terjadi pandemi covid-19. Para pedagang menggunakan momentum idul Adha untuk meraup untung. Pasalnya, banyak pembeli atau pelanggan mereka yang tidak menawar harga. Mereka percaya bahwa hewan yang dibeli adalah hewan terbaik. Apalagi harga hewan kurban tiap tahun selalu naik. Itu menunjukan potensi keuntungan bagi pedagang sangat besar.

Sungguh, kondisi covid1-9 yang menimpa bangsa Indonesia tidak diinginkan oleh semua pihak, termasuk pedagang hewan kurban. Meski mereka tetap menggelar lapak di pinggir jalan raya atau menyewa lapangan kelurahan para pembelipun enggan menyapa. Mereka mulai mencoba menggunakan teknologi sebagai media pasar untuk menggaet pembeli.

Bagi umat islam, anjuran berkurban hukumnya wajib bagi mereka yang memiliki harta dan berkecukupan. Apalagi sistem kurban saat ini bukan seperti dulu, yakni bisa dengan sistem Arisan. Jamaah masjid misalnya, bisa mencicil hewan kurban sejak 1 tahun silam kepada panitia kurban dan kemudian diserahkan kepada Masjid atau pesantren dan lembaga penyalur. Uniknya, kendati pandemi covid-19 sedang berlangsung, jumlah transaksi jual beli hewan kurban tetap semarak.

Artinya, keberlangsungan tradisi penyembelihan hewan kurban tetap dilaksanakan oleh umat islam, seperti Masjid, pesantren atau lembaga penyalur. Begitu juga jual beli hewan kurban tidak terpengaruh dengan kondisi pandemi. Dalam fiqh klasik, hewan kurban yang diperjualbelikan harus menggunakan standar halal dan tidak cacat syar’i. hal itu berdasarkan fatwa MUI no 82 tahun 2011 tentang jual beli komoditi berdasarkan aturan syariah.

Diantara syarat akad jual beli hewan kurban yang dipersyaratkan adalah harus ada  kedua belah pihak penjual-pembeli, barang yang dijual belikan, ijab Kabul dan perjanjian yang mengikat. Akad semacam itu disebut akad Mu’awadhah (akad tukar menukar barang). Nah, pada tataran pelaksanaan, jual beli hewan kurban banyak yang tidak standar bahkan cacat fisik. Itulah jual beli yang diharamkan secara syariah.

Baca Juga:  Belajar di Tengah Pandemi, Ini Rekomendasi untuk Kepala Sekolah

Fatwa MUI no 82 tahun 2011 tentang jual beli barang, termasuk jual beli hewan kurban adalah hewan harus sehat, tidak cacat dan cukup umur. Bulu bersih dan lincah, tidak kurus dan berbobot. Jika sapi,  kulit harus cerah dan sehat. Sementara kambing tidak boleh kurus.

Sementara itu, Pemerintah melalui kementerian pertanian mengeluarkan aturan yang sangat ketat tentang tata cara jual beli sapi di masa covid. Diantaranya, tempat penjual hewan sudah steril dan mendapatkan izin bupati atau Lurah setempat. Pembatasan waktu penjual dan penyembelihan hewan kurban. Memanfaatkan media daring dan distribusi daerah agar hewan kurban betul-betul tersalurkan.

Penjual dan pembeli harus menggunakan masker, ada jarak antara pembeli dan penjual, jaga kebersihan dan kesehatan pribadi. Hewan harus dalam kondisi sehat serta setiap orang harus cuci tangan dan menggunakan disinfektan untuk menjaga kesehatan. [HW]

Hamdani
S-1 UIN Sunan Ampel Surbaya, S-2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, S-3, candidat doctor di IAIN Tulungagng, Santri Alumni PP Bustanus Sholihin Sampang, Santri Alumni PP Al-Munawir Krapyak Komplek Salafiyah, dan Pengasuh Pesantren (PP Raudhatus sholihin) Ngawi.

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. Benar.. benaaaar… Tetap musti memenuhi syarat ya, Pak Hamdani. Siiip

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini