Nama Sibaweh tidak asing lagi ditelinga kita, apalagi bagi kalangan santri, sebab dalam fan Nahwu nama Sibaweh sering disebut-sebut bahkan sering dijadikan contoh untuk isim ghoiru munsharif yang ber-illat-kan alamiyah serta tarkib mazji. Saya selaku penulis artikel ini dapat menginspirasi para santri agar lebih giat lagi dalam mempelajari ilmu Nahwu supaya muncul Sibaweh-sibaweh masa kini. Dengan mencontoh semangat Imam Sibaweh, dan juga memiliki pemikiran kritis yang bisa di buktikan dengan pendekatan empiris.

Imam Sibaweh adalah salah satu tokoh ulama yang menguasai ilmu tata bahasa Arab yang dikenal dengan nama Nahwu. Beliau bukan dari golongan Arab tapi mampu menguasai bahasa Arab dengan baik, bahkan bisa mengalahkan pakar-pakar tata bahasa dari golongan arab. Dan sering kali dia melakukan perdebatan-perdebatan tentang ilmu nahwu dengan para pembesar lainnya. Dalam sejarah juga dikatakan bahwa kerap kali Imam Sibaweh meluncurkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat gurunya yaitu Imam Kholil terpojok.

Nama lengkap beliau adalah Abu Basyar Amr bin Utsman bi Qanbar. Baliau mendapat julukan “Sibawaihi” yang diangkat dari bahasa Persia, hal ini menandakan bahwa beliau adalah orang Persia. Kata “ Sibawaihi “ ini memiliki arti yaitu wanginya buah apel, (Sib= buah apel, Waih= wangi). Beliau lahir tahun 137 H di Ahwaz (Persia), dan wafat pada tahun 177 H. Imam Sibaweh banyak belajar tentang hadis dan bahasa Arab.

Dalam belajar hadis, dia berguru kepada Hammad, saat belajar kepada Hammad, Imam Sibaweh pernah memprotes gurunya tentang bacaan suatu matan hadis dari segi nahwu, namun ternyata justru Imam Sibawehlah yang salah.

Pada suatu hari, Imam Siabweh menerima diktean hadis dari gurunya, hammad yang berbunyi:

لَيْسَ مِنْ أَصْحَابِيْ إلاَّ مَنْ لَوْ شِئْتَ لَأَخَذْتٌ عَلَيْهِ لَيْسَ أَبَا الدَّرْدَاءِ

Imam Sibaweh langsung menegur gurunya sambal berkata: لَيْسَ أَبًوْ الدَّرْدَاءِ. Dia menduga lafaz Abu Darda adalah isim laisa. Gurunya langsung menimpali; “kamu salah wahai Imam Sibaweh. Bukan itu yang kamu maksudkan, tetapi lafaz laisa disini adalah istitsna!”. Maka Imam Sibaweh langsung berkata: “tentu aku akan mencari ilmu, dimana aku tidak akan salah membaca”. Akhirnya Imam Sibaweh belajar ilmu nahwu kepada imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi sampai menjadi ilmuwan terkenal.

Baca Juga:  Saat Kritis: Belajarlah kepada Nabi Yusuf AS

Dari sinilah tumbuh semangat Imam Sibaweh untuk memperdalam ilmu bahasa Arab, maka dari itu Imam Sibaweh belajar bahasa Arab kepada beberapa orang ahli dalam bahasa arab.seperti, Isa bin Amr al-Saqafi al-Bashri (ahli nahwu, sharaf dan qiraah), al-Akhfasy al-Kabir (ahli bahasa Arab), Yunus bin Habib al-Bashri (ahli nahwu), Harun bin Musa al-Bashri (ahli qiraah), dan al-Khalil bin Ahmad al-Tamim al-Farahidi (ahli bahasa Arab dan Nahwu). Pada al-Khalil inilah Imam Sibaweh paling lama dan serius belajar bahasa Arab. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Imam Sibaweh mewarisi seluruh ilmu gurunya ini terutama dalam nahwu dan Sharaf.

Dalam sejarah disebutkan, bahwa Imam Sibaweh yang jenius itu kerap kali meluncurkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Imam Kholil diam dan terpojok. Tapi itu tidak mengurangi sikap tunduk dan patuh Imam Sibaweh kepada sang guru. Sebab baliau bisa sejenius ini dan menguasai ilmu gramatika dengan begitu baik yang tidak lepas dari bimbingan dari sang guru.

Dalam sebuah hikayat diceritakan bahwa karena saking jeniusnya, Imam Sibaweh telah melebihi keilmuwan gurunya. Sehingga banyak dari murid-murid Imam Khalil yang berpindah dan lebih memilih berguru kepada Imam Sibaweh. Hal ini terjadi satelah Imam Sibaweh pamit kepada Imam Khalil pasca beberapa lama berguru kepada beliau.

Itulah salah satu hikayat kehebatan Imam Sibaweh. Jarang-jarang seorang murid bisa mengalahkan gurunya dan bahkan murid-murid gurunya beralih kepadanya. Sebenarnya hal itu adalah hal yang wajar, karena menurut pepatah “guru yang hebat itu adalah guru yang muridnya bisa melebihi ilmu dan kemampuannya”.

Pada suatu hari terjadi perdebatan antara Imam Khalil dan Imam Sibaweh. Pada hari itu objek kajian mereka berkenaan dengan isim-isim ma’rifah. Setelah mendengar keterangan dari gurunya yang menjelaskan bahwa isim ma’rifah itu adalah isim dhomir, muncullah keraguan dihati Imam Sibaweh. Dia bertanya-tanya dalam hati sembari merenungkan kalimat demi kalimat yang disampaikan oleh gurunya itu. Pas pada waktunya diam, imam sibawehpun angkat bicara seraya berkata “ setelah mendengar keterangan guru, saya agak ragu apakah benar isim yang paling ma’rifah itu adalah isim dhomir?”.

Mendengar pertanyaan skeptis dari muridnya Imam Khalil mengeluarkan  seluruh dali-dalil dan keterangan-keterangan untuk menjelaskan dan menguatkan pendapatnya. Namun setelah dijelaskan beberapa kali, tetap saja Imam Sibaweh meragukannya dan malahan menyanggah apa yang disampaikan oleh gurunya itu. Dengan tanpa mengurangi rasa hormatnya terhadap sang guru, Imam Sibaweh menyampaikan pendapatnya bahwa Imam Sibaweh lebih setuju kalau isim yang paling ma’rifah diantara asmaul ma’rifah itu adalah isim alam.

Akan tetapi gurunya tidak terima dengan pendapat yang barusan dia utarakan dan bersikukuh dengan pendapatnya. Tapi Imam Sibaweh adalah seorang yang sangat genius, dia membuktikan sendiri kebenaran pendapatnya itu dengan pendekatan empiris. Suatu malam, dia sengaja berkunjung ke rumah gurunya itu. Setelah berada di depan pintu rumah gurunya, Imam Sibaweh tidak langsung masuk dan menemui Imam Khalil sebagaimana biasanya. Akan tetapi dia mengetok-ngetok pintu rumah gurunya itu beberapa kali dengan harapan beliau akan bertanya siapa sebenarnya yang datang. Setelah beberapa kali diketuk, ternyata gurunya itu belum juga muncul dan bertanya.

Baca Juga:  Dibalik Ujian Berat Ada Hikmah Besar

Kemudian untuk kesekian kalinya Kembali ia mengetuk pintu sampai terdengar dari dalam rumah suara Imam Khalil yang bertanya “siapa…?”, mendengar suara tersebut, bukan main senangnya hati Imam Sibaweh, karena memang pertanyaan itulah yang ia harapkan terlontar dari mulut Imam Khalil. Dengan segera dia menjawab “ana”. Karena merasa belum jelas. Imam Khalil Kembali bertanya “ana siapa…?”. Kemudian dijawab lagi oleh Imam Sibaweh “ana”.

Mendengar jawaban tersebut Imam Khalil merasa penasaran, siapa sebenarnya orang yang menjawab saya itu. Saking penasarannya, beliau langsung berjalan kedepan pintu dan langsung membukanya. Pada saat itu terbuka, ternyata orang yang menjawab ana itu tak lain adalah Imam Sibaweh murid kesayangannya beliau sendiri.

Pada saat bersamaan, Imam Sibawehpun tersenyum melihat gurunya yang tengah berdiri didepan pintu sembari berkata “Bagaimana guru, apakah hingga saat ini engkau bersekukuh mengatakan isim dhomir sebagai isim yang paling ma’rifah? Bukankah Ketika saya datang kemudian anda bertanya siapa kepada saya, terus saya jawab “ana” (isim dhomir) belum memberikan pengertian yang jelas terhadap anda? Belum cukupkah bukti itu untuk menunjukkan bahwa isim alam lebih ma’rifah daripada isim dhomir”.

Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan dari muridnya itu, Imam Khalil diam membisu dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia telah dikalahkan oleh muridnya sendiri, yaitu Imam Sibaweh. Dalam sejarah juga dikatakan bahwa Imam Khalil pernah putus asa sehingga beliau mengasingkan diri untuk tujuan yang tidak jelas. Namun beliau berharap akan mendapatkan ilmu baru dari pengembaraannya.

Konon ceritanya, Ketika Imam Sibaweh wafat lalu dikubur, di kuburan Imam Sibaweh ditanya malaikat مَنْ رَبًّكَ ؟, Imam Sibaweh santai menanggapi pertanyaan malaikat “coba anda i’robi مَنْ رَبًّكَ. Malaikat jelas tidak bisa menjawab, karena dia hanya bertugas bertanya. Lalu Imam Sibaweh laporan pada Allah, di jawab oleh Allah agar Imam Sibaweh dimasukkan saja ke dalam surga.

Baca Juga:  Cagak’e Langit

Beberapa hari setelah meninggalnya ulama yang dikenal sebagai orang yang tubuhnya mengeluarkan aroma buah apel ini, salah seorang sahabat bermimpi bertemu dengannya yang tengah menikmati kemegahan di alamnya. Sang sahabat melihat Imam Sibaweh sedang memakai pakaian yang sangat mewah dengan hidangan beraneka warna disekitarnya serta dikelilingi oleh beberapa bidadari rupawan disebuah tempat yang sangat indah mempesona.

Kemudian sahabat tersebut bertanya kepada Imam Sibaweh, “gerangan apa yang membuatnya menerima kemuliaan yang begitu indah. Imam Sibaweh menceritakan pengalamannya Ketika ditanya oleh malaikat di dalam kubur. Ketika malaikat sudah menanyakan pertanyaan-pertanyaan kubur yang seluruhnya dapat dijawab dengan baik.

Malaikat bertanya kepadanya: “tahukah anda, perbuatan apa yang telah membuat anda bisa menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan kami tadi?”. “apakah karena ibadah saya” Imam Sibaweh mencoba menebak. “bukan itu” kata malaikat. “apakah karena karangan-karangan saya” tebak Imam Sibaweh lagi. “bukan” jawab malaikat lagi. Dari berbagai jawaban yang diberikan Imam Sibaweh tidak ada yang dibenarkan oleh malaikat. Hingga akhirnya Imam Sibaweh menyerah karena tidak mengetahui jawaban sebenarnya.

“Allah SWT telah menyelamatkan anda sehingga anda dapat menjawab pertanyaan kubur dengan baik adalah karena pendapat anda yang menyatakan bahwa yang paling ma’rifat adalah lafaz jalalah”, kata malaikat menerangkan. (ulama nahwu yang lain berpendapat bahwa yang paling ma’rifat dari semua isim ma’rifat adalah isim dhomir (هو هما هم هي هما هنّ انت انتما انتم انت انتما انتنّ انا نحن). Wallahu a`lam bish shawab. [HW]

Imas Masitoh
Mahasiswi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Opini

    Puasa Effect

    Dalam menjalankan ibadat puasa, kita dituntut untuk memahami maksud dan tujuan diwajibkannya berpuasa. ...

    2 Comments

    1. […] terdapat tiga daerah penting; Basrah, Kufah dan Baghdad. Kota Basrah dikenal dengan Madrasah Nahwu-nya dibawah asuhan Imam Sibawaihi, Kufah dengan Imam Kisa’i-nya yang juga dikenal dengan […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah