Sains merujuk kepada suatu kumpulan pengetahuan ataupun metode/proses. Ia bisa saja menjelma menjadi sikap, tapi sains tidak pernah menjelma menjadi suatu paham apalagi dogma.
Sains bergantung pada bukti-bukti empiris. Justru karena itu sains bersifat tentatif/terbuka pada perubahan/koreksi, sesuai perubahan yang ditunjukkan oleh bukti-bukti empirisnya.
Sains tidak dapat, dan bahkan tidak mungkin, bersifat deterministik seutuhnya. Bila ada yang harus dipastikan oleh sains, ia tak lain berupa ketidakpastian itu sendiri.
Pengikut (metode) sains, biasanya, dituntut untuk rendah hati dan sebisa mungkin tak terlibat dalam polemik diluar keahliannya. Ia tahu bila ia tak tahu.
Mungkin karena itu mekanika kuantum lebih memilih istilah “probability” ketimbang “certainty“. Sebab ia memang sekadar memberi prediksi.
Mungkin karena itu pula astronomi lebih memilih istilah “observable universe” ketimbang “the whole universe“. Sebab ia paham bila alat ukurnya berbatas.
Saya sependapat dengan Pirsig tentang tujuan akhir sains: menghindari tersesatnya diri sebab telah mengira mengetahui sesuatu, padahal sesungguhnya diri ini tidak mengetahuinya.
Dan kalaupun ada pesan yang bisa dibawa pulang dari sains, ialah ia meyakini dirinya tak akan pernah bisa mengantarkan kita menjumpai sebuah kebenaran absolut. [HW]