Agama dan Sains Tidak Perlu Dipertentangkan

Sebenarnya tidak perlu diperdebatkan lagi masalah pertentangan agama dan sains, karena keduanya adalah hal yang benar pada domain masing-masing, semua saling melengkapi menjadi keilmuan yang utuh.

Keretakan Hubungan Agama dan Sains

Jika kita lacak awal mula keretakan hubungan agama dan sains, Ulil Abshar Abdalla dalam buku ” Sains Religius Agama Saintifik” menyebutkan jika sebenarnya konflik semacam ini adalah konflik khas dunia barat.

Orang-orang barat dahulu punya traumatik sendiri kepada agama. Latar belakangnya dahulu pada saat gereja bersekutu dengan raja-raja, mencampuradukkan dengan politik, mereka menghadirkan agama yang kejam terhadap sains. Semua gagasan atau penemuan yang dimunculkan ke publik, jika hal itu bertentangan dengan kebijakan gereja ataupun merugikan pihak gereja, maka gagasan beserta tokohnya akan dimusnahkan karena telah menentang pihak gereja.

Melihat perlakuan agama yang seperti ini, tentu menyakiti hati kaum saintis. Bahkan bagi Richard Dawkins, seorang yang vokal tentang kritiknya terhadap agama beserta kelompoknya beranggapan bahwa agama menjadi racun yang mengotori kehidupan publik.

Agama dan Sains saat Pandemi

Akhir-akhir ini pertentangan agama sains kembali muncul ke permukaan, terlebih dalam masa pandemi ini. Kaum agamawan yang pongah (tentu tidak semua) dengan lantang menyuarakan bahwa tidak perlu takut dengan covid-19 kita hanya perlu berdoa saja, semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah, Tuhan semesta alam.

Sementara kaum bigot saintis (juga tidak semua) mengolok-olok kaum agamawan yang yang melakukan ritus-ritus keagamaan di masa pandemi. Mereka lebih membanggakan teori saintis yang seakan tidak membutuhkan elemen-elemen dari agama yang menurutnya akan merusak sains.

Masalah di atas perlu kita lihat secara proporsional, karena agama dan sains mempunyai ranah kekuasaannya masing-masing. Memang benar Islam sebagai agama meyakini adanya takdir yang telah digariskan oleh Allah, dan kita sebagai umatnya diperintahkan untuk selalu berdoa untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

Baca Juga:  Mengenal Aisyah Abd al-Rahman: Ilmuwan Islam sekaligus Sastrawati yang Produktif

Namun yang perlu digaris bawahi, berdoa ataupun pasrah di sini bukan langkah tunggal yang diajarkan dalam agama. Selain kita berdoa untuk memohonkan maksud yang kita mau, juga perlu berusaha terlebih dahulu untuk mencapai maksud kita.

Dalam masalah pandemi, jika kita berdoa agar diselamatkan dari pandemi, tidak cukup hanya berdoa (tawakkal), namun perlu juga menjalankan hal-hal yang dapat meminimalisir kita agar tidak terpapar Covid-19 seperti menjaga jarak, menggunakan masker, sering cuci tangan dan lain-lain inilah yang dinamakan ikhtiyar. Jadi selain tawakkal kita juga perlu dan memang harus ikhtiyar.

Selanjutnya, jika berpindah pada saintis. Tidak seharusnya mereka mengesampingkan ritual-ritual keberagamaan yang dianggapnya akan mengaburkan sains. Namun ilmu sains yang dihasilkan harus bermuara kepada dzat yang telah menciptakan segalanya, dzat yang telah mengatur segala dinamika kehidupan.

Dengan begitu kita tidak akan berlaku jemawa, ilmu pengetahuan dan sains yang ada pada diri kita tidak akan membuat diri kita angkuh karena kita mengetahui segalanya, kita juga harus dapat mengembalikan semuanya adalah bukti kekuasaan Allah yang ditunjukkan kepada kita.

Bahkan Haidar Bagir juga dalam buku “Sains Religius Agama Saintifik” mengutarakan kritiknya terhadap Stephen Hawking yang dianggap membatasi diri dengan hanya mengatakan jika sains telah cukup untuk menjelaskan semuanya.

Lebih lanjut Haidar mengatakan apa sulitnya untuk menghadirkan benefit of the doubt kepada orang-orang telah mendapatkan kebenaran yang berasal dari luar sains atau sumber-sumber empiris, tanpa harus dengan sikap kepongahan mengatakan bahwa hal itu termasuk dari bagian sisa-sisa orang primitif saja. Terlebih jika lontaran yang diucapkan tanpa disertai kesusahpayahan belajar agama secara komprehensif.

Jika kita melihat permasalahan secara bijak, sebenarnya tidak ada pertententangan antara agama dan sains, yang terlihat keduanya saling mengisi dan melengkapi menjadi satu keilmuan yang utuh. []

Moh. Haidar Latief
IKSAB TBS, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo, pengelola media Hammasah

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini