Tabayun : Sikap kritis terhadap informasi

Zaman globalisasi sekarang ini banyak kemajuan yang ditawarkan khususnya pada bidang teknologi informasi. Dampak positif yang didapatkan seseorang dalam hal ini yaitu kemudahan berkomunikasi dan mendapatkan informasi dengan sangat cepat melalui internet. Namun kita juga tak dapat menyangkal bahwa terdapat dampak negatif pula yang ditimbulkan dari kemajuan teknologi informasi tersebut.

Seperti era digital sekarang ini, banyak berbagai macam kejahatan dan tindakan penipuan di dalam internet terutama terkait dengan informasi palsu atau hoax. Informasi palsu tersebut muncul hanya untuk menguntungkan bagi pihak si pembuat dan merugikan bagi pihak lain yang termakan informasi palsu.

Ironisnya, Informasi palsu tersebut datang tak memandang siapa orang yang membacanya. Maka dari itu, mengharuskan masyarakat indonesia untuk menaruhkan perhatian khusus serta berhati-hati dalam menyikapi informasi tersebut.

Bertabayun

Imam Syafi’i berkata pada muridnya “bersihkanlah pendengaran kalian dari ucapan orang yang buruk dan kotor itu, sebagaimana kalian menjaga lisan kalian dari mengucapkannya. Karena yang mendengar adalah tidak lain teman bagi yang mengucapkannya.

Kisah ini terdapat dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Konteks ini, kisah yang diungkapkan Imam Al-Ghazali tentang Imam Syafi’i pada dasarnya juga pada konteks apa yang kita rasakan di era digital saat ini. Imam Al-Ghazali mengatakan dalam kitab itu terdapat hikmah yang kita ambil dari kisah Imam Syafi’i tersebut. Diantaranya,

pertama, Jangan mudah langsung percaya dari informasi yang kita dapatkan. Karena pada hakikatnya sebuah informasi apapun itu masih dibuktikan benar atau tidaknya informasi itu.

Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 6 yaitu “Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasiq membawa informasi, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Baca Juga:  Memaknai Esensi Agama dan Ketuhanan Melalui Nalar Kritis

Ayat ini bukanlah sekedar memotivasi kita untuk bersikap hati-hati atas menerima informasi, bahkan lebih dari itu ayat ini menunjukkan petunjuk bagi kita dan rambu-rambu bagi kita agar bersikap kritis dan verifikatif terhadap segala bentuk informasi yang kita dapatkan.

Imam Ar-Rozi dalam Kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib menerangkan bahwa tafsir ayat ini kita bisa belajar bahwa orang muslim agar selalu menjaga diri dan tidak mudah percaya dengan kabar yang dibawa oleh orang-orang yang belum diketahui kebenaran informasinya. Karena tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan memunculkan fitnah diantara orang islam. Maka dari itu, bertabayun atau verifikatif terhadap suatu informasi merupakan hal yang penting dan harus dilakukan oleh setiap orang islam.

Begitu juga Syekh Tantowi Jauhari dalam kitab Tafsir Al-Jawahir menerangkan bahwa tafsir ayat ini membimbing kepada kita dimanapun dan kapanpun untuk selalu bijak dalam suatu informasi yang kita dengar dan kita dapatkan. Dengan sikap bijak itulah, seseorang dapat menyeleksi suatu informasi yang belum tentu benar dan tidaknya yang akan dapat berdampak di masyarakat kita.

Kedua, kita harus memiliki sikap yang jelas dan tegas terhadap orang-orang yang bodoh tentang informasi yang disampaikannya. Karena tidak menutup kemungkinan dengan kebodohannya tersebut ia tanpa sadar telah menyebarkan informasi, dan bagi dirinya sendiri tidak mengetahui asal pangkalnya informasi tersebut. Oleh karena itulah, mengetahui siapa yang berkata merupakan hal yang penting pula daripada kita mengetahui apa yang disampaikannya.

Dalam tradisi hadis terdapat perkataan “undzur man qoola wa laa tandzur maa qoola” berarti “lihatlah siapa yang mengatakan jangan hanya melihat apa yang dikatakan”. Begitu pula dengan apa yang dilakukan para ulama ahli hadis dahulu. Mereka mengkroscek dan meneliti apakah hadits tersebut benar adanya dari Rasulullah apa tidak.

Baca Juga:  Agama, Nalar, dan Televisi Hari Ini

Maka dari itulah, kita harus belajar dari para ulama ahli hadis dahulu yang telah menyadari bahwa informasi dari siapapun itu pada dasarnya akan berdampak pada apa yang kita yakini dan lakukan.

Era digital saat ini kita sebagai pengguna internet haruslah mempunyai sikap tabayun, kritis, verifikatif dalam menyikapi berbagai informasi yang datang kepada kita. Seyogyanya kita dapat memilih dan memilah mana yang benar dan mana yang salah, dan tidak mudah terpengaruh informasi yang belum jelas diketahui kebenarannya.

Begitu pula dengan menilik siapa informasi dibalik itu. Karena kita tak hanya melihat informasi yang kita baca ataupun informasi yang kita dengar. Akan tetapi, juga harus memahami dengan jelas siapa yang menyebarkan informasi itu. Wallahu A’lam. [HW]

Muhammad Yusril Muna
Alumni S1 UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini