Pluralisme Gus Dur dan Gus Yaqut

Walau terbilang singkat, namun peran Gus Dur saat jadi Presiden mampu dirasakan sampai sekarang. Terlebih dalam hal menjahit heterogenitas bangsa ini yang cukup tinggi. Wajar jika kemudian, banyak kalangan menyebut Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme sepanjang masa.

Waktu itu, dengan Perpres masa Suharto, penganut Tiong Hoa seakan dikebiri, tidak dapat mendapatkan haknya sebagai warga negara secara utuh. Berganti Gus Dur, Perpres itu kemudian dicabut. Sehingga etnik Tiong Hoa dapat dengan bebas merayakan tahun baru Imlek. Dan atas kebijakan Gus Dur pula, tahun baru imlek ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional.

Kemudian, Kong Hu Cu. Berkat sentuhan kebijakan Gus Dur pula, Kong Hu Cu ditetapkan resmi sebagai agama di Indonesia. Yang sebelumnya juga bernasib sama dengan etnik Tiong Hoa, dikebiri haknya oleh pemerintah era orde baru.

Pluralisme Gus Dur

Pluralisme bagi Gus Dur adalah untuk meniadakan penindasan terhadap kaum minoritas. Beliau terbuka terhadap siapapun, kelompok maupun dari golongan manapun. Terkadang Gus Dur juga mengaitkan hal ini dengan agama. Sebab, agama inilah yang sering dimanfaatkan oleh mayoritas untuk menindas dan menekan secara diam-diam kaum minoritas.

Yang dilakukan Gus Dur inilah sesungguhnya makna demokrasi, mewujudkan cita-cita kebangsaan yang termaktub dalam butir-butir Pancasila. Semua warga negara; dengan tidak memandang strata, golongan dan kelompok manapun, semua harus sama mendapatkan haknya sebagai warga negara. Hidup dengan damai, rukun serta bahu-membahu memajukan negara.

Gus Dur adalah santri tulen. Lahir dan dibesarkan dari lingkungan Pesantren. Cucu seorang Kyai Masyhur dan Pahlawan Nasional, KH. Hasyim Asy’ary. Kini gelar Pahlawan Nasional pun juga menyemat pada dirinya. Tiga periode memimpin Nahdhatul Ulama sebagai Ketua PBNU. Gus Dur, tidak pernah memanfaatkan organisasi tersebut untuk kepentingan-kepentingan yang merugikan persatuan bangsa. Padahal jika mau, merupakan suatu hal yang mudah baginya. Melihat, notabene NU adalah ormas yang terbilang mayoritas sejak dahulu hingga saat ini.

Baca Juga:  Gus Dur, Islam Nusantara, dan Filsafat 'Gitu Aja Kok Repot'

Langkah Gus Dur, kini tercermin pada sosok Gus Yaqut. Anak Muda yang baru saja dipercaya oleh Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan soal keagamaan, sebagai Menteri Agama RI. Gus Yaqut juga putra dari seorang Kyai Masyhur di kancah Nasional, KH. Cholil Bisri. Sebagai Ketua Umum GP Ansor, Gus Yaqut sudah terbiasa menebarkan teladan-teladan Gus Dur, agar menjaga bangsa ini tidak terpecah belah. Tetap hidup damai, rukun di tengah tingginya kemajemukan masyarakat Indonesia.

Baru menjabat, Gus Yaqut langsung bicara soal pentingnya menjaga persatuan bangsa. Termasuk juga menekankan kembali, bahwa semua warga negara yang hidup di Indonesia, tidak boleh ada yang merasa terintimidasi dan tertekan. Baik itu dari kelompok mayoritas, apalagi minoritas. Semuanya sama, wajib mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara Indonesia. Sehingga baru-baru ini, Gus Yaqut sering disebut khalayak sebagai Menteri semua agama, bukan Menteri Islam saja.

Gus Yaqut Hadir dengan Pemikiran Gus Dur

Hadirnya Gus Yaqut sebagai Menteri Agama, seakan menjadi udara baru bagi kerukunan masyarakat Indonesia, yang sudah lama diajarkan oleh Gus Dur. Argumentasi-argumentasi Gus Yaqut memang seakan memberi penegasan, bahwa hal-hal yang menjadi penyebab pecahnya persatuan bangsa, tidak boleh dibiarkan, apalagi dipelihara.

Sejalan dengan Gus Dur, yang selalu mengedepankan komunikasi terbuka dengan siapapun. Gus Dur senantiasa mengupayakan penyelesaian masalah dengan simpatik; duduk satu meja, berdiskusi mencari solusi penyelesaian secara damai. Begitupun Gus Yaqut, dengan tegas menyampaikan Kemenag selalu siap berkomunikasi dengan siapapun, menjadi jembatan komunikasi bagi kelompok manapun. Langkah Gus Yaqut terbilang cukup elegan, mengedepankan dialog untuk menemukan langkah solusi dengan damai.

Melihat hal itu, problem kebangsaan akhir-akhir ini memang banyak berputar pada soal identitas. Dulu Gus Dur berhasil merangkul masyarakat Irian Jaya, dengan mengintervensi agar menggunakan nama Papua. Sehingga Papua tetap menjadi bagian NKRI sampai saat ini. Termasuk juga menyelesaikan perselisihan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sehingga Aceh tetap menjadi serambi Makah milik Indonesia.

Baca Juga:  Habibie, Intlektual dan Romantisme

Gus Yaqut memang masih baru menjabat Menag RI. Nampaknya bukan tugas yang sulit bagi beliau, namun pelaksanaannya juga tidak ringan. Publik sudah mengetahui, bangsa Indonesia sedang menghadapi beberapa kelompok yang dirasa menjadi bibit perusak persatuan bangsa jika dibiarkan dan dipelihara. Persoalan identitas keagamaan dan pengakuan kekuasaan masih menjadi letupan yang dimainkan. Ini menjadi salah satu PR bagi Kemenag yang harus segera diambil langkah solusi. Publik pun juga menunggu, akankah hadirnya udara baru di Kemenag dapat merangkul dan menjahit bibit-bibit perpecahan tersebut?

Gus Dur, Bapak Plurasime Bangsa. Semoga tauladanmu tetap terjaga. Gus Yaqut, selamat mengemban amanah. Persatuan Bangsa Indonesia berharap besar pada sentuhan kebijakanmu.

Ditulis oleh M. Hasan Abdillah, asal kota Batu dalam rangka memperingati Ibrah Haul Gus Dur ke-11. [HW]

M Hasan Abdillah
Aktivis Muda NU, S1 dan S2 di UIN Maliki Malang, Asal Kota Batu.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini