Pohon Nabi Muhammad

Betapa cemburu hati ini, sesiapa dan apa yang bersamanya selalu indah. Yang kerap mengiringinya, menjadi sejarah. Yang sering mencurah hidupnya, menjadi berkah. Yang selalu merindunya, menjadi dakwah. Yang menyebut namanya, menjadi pahala indah. Yang menaunginya, menjadi kisah.

Yang semua tentangnya, kisah tak berbatas cerita, tapi bukti cinta. Seperti kisah Mihrab yang menangis, karena tak lagi digunakan Nabi. Dalam Riwayat Jabir RA dalam hadits Imam Buhari, “Nabi SAW bersandar pada sebatang pohon kurma ketika melakukan khatbah Jumat, kaum Ansar dengan hormat menawarkan pada Nabi SAW, kami sanggup membuat sebuah mimbar untukmu, jika engkau menyetujuinya”. Kemudian Nabi SAW menyetujuinya, sebuah mimbar yang terdiri dari 3 anak tangga pun dibangun.

Suatu hari, ketika Nabi saw duduk di atas mimbar tersebut untuk berkhutbah, para Sahabat mendengar batang pohon kurma itu menangis seperti anak kecil. Kemudian Nabi saw mendekati pohon yang sedang menangis itu dan kemudian memeluknya. Pohon ini lalu tenang setelah sebelumnya terisak-isak seperti onta betina. Pohon kurma tersebut menangis karena ia tidak digunakan lagi untuk mengingat Allah swt.

Sungguh, berada didekatnya, memberi warna. Hati tenang penuh kenang, menyebutkan pun dapat pahala, palagi ada linang.

MasyaAllah. Dialah Nabi Muhammad saw, sang muallim sesungguhnya. Allahumma shalli Ala sayyida Muhammad.

—————————————-
Gambar di atas, ketika al-faqir berada di Mathaf Malik Husain Amman, ada sebuah jenis pohon yang pernah menaungi Sang Nabi, ketika bersama pamannya, Abu Thalib di Negeri Syam. Dahan dan ranting-ranting pohon tersebut bergerak menaungi Beliau dari panas teriknya matahari.

Gambar berikutnya adalah pohon Buqa’awiyyah yang berada di tengah padang pasir bernama di negara Yordania, pohon istimewa ini dijuluki “pohon Sahabi” atau ‘Satu-satunya sahabat Nabi yang masih hidup’. Yang diyakini hidup ribuan tahun silam. Walau banyak pendapat yang mengitarinya (baca pendapat yang tidak sepaham)

Baca Juga:  Bahasa Agama dan Politik di Zaman Nabi

Yang bersamanya, selalu berbunga-bunga,
tidak hanya pepohonan yang mengurai salam, atas damai, awan pun tak lupa menjadi payung keindahan. Bila hari ini ada keramaian tentang namanya, karena nama dan sosoknya diusik, walau beliau sendiri ketika diusik tidak pernah marah.

“Cemburu tanda cinta”, bagaimana ketika kita melihat orang yang diagungkan dan cintai diusik, pastilah muncul berbagai ekspresi; marah, mendoakan, bersedih, dan ekspresi lainnya. Bagaimana bila tidak ada ekspresi? Bisa ditanyakan pada hati dan pikir.

Allahumma Shalli Ala Sayyida Muhammad. []

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini