Peran MUI dalam Arus Transformasi Sosial Budaya di Indonesia

Perubahan sosial akibat dinamika budaya seringkali menimbulkan gesekan Universal. Islam sebagai agama universal dengan pedoman khusus yang didasarkan pada Quran dan hadits membutuhkan peran ulama untuk menerjemahkan perubahan Sosial budaya dalam bentuk fatwa.

MUI merupakan sebuah lembaga yang mewadahi ulama, zu’ama dan cendekiawan Islam di Indonesia. MUI berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H/26 Juli 1975 di Jakarta. Tujuan didirikannya MUI tertuang dalam Munas III yang berlangsung pada tanggal 23 Juli 1985, dan Pasal 3 yang disempurnakan menjadi: “MUI memiliki tujuan mengamalkan ajaran Islam untuk ikut serta mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur baik secara rohaniah maupun jasmaniah yang diridhoi oleh Allah SWT dalam negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila.

Urgensi fatwa MUI dapat diterjemahkan ke dalam dua hal: peran dan pengaruh. Misi Fatwa MUI adalah Majelis Ulama yang mewakili seluruh ormas Islam di Indonesia, untuk menjelaskan respon MUI terhadap fenomena dan kontroversi yang terjadi di masyarakat terkait dengan aktivitas sosial budaya dan kebijakan pemerintah dari perspektif agama. Fatwa yang dikeluarkan MUI dalam bentuk Surat Keputusan (SK), merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pemerintah, individu, atau lembaga, atau tokoh non-Islam., seperti kasus perbedaan pendapat dalam menyikapi pemimpin non muslim. Sedangkan pengaruh  fatwa MUI menggambarkan dampak dan tindak lanjut fatwa yang dikeluarkan terhadap kehidupan dan kondisi bangsa, sebagaimana yang sudah disebutkan di atas yang sejalan dengan tujuan didirikannya MUI. Berikut beberapa fatwa MUI tentang sosioal-budaya :

  1. Fatwa 26 tentang Hak Asasi Manusia (2000). Fatwa ini tidak hanya mendukung program nasional, tetapi juga peran ulama dalam membatasi hak asasi manusia yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti kebebasan mencari pasangan, perkawinan dan perceraian. Pasal 18 mengenai kebebasan berpindah agama dan Pasal 23 tentang pekerjaan. Alhasil, umat Islam Indonesia bisa mendukung program-program HAM yang disepakati pemerintah sesuai koridor hukum Islam yang berlaku.
  2. Fatwa No 05 mengenai Perayaan Natal Bersama (1981) Fatwa ini relatif menerima kritik & perhatian dari masyarakat dengan menggunakan aneka macam tera antara lain aturan mengucapkan selamat natal, aturan ikut merayakan natal & aturan memakai atribut natal yang mulai ramai akhir-akhir ini. Peran fatwa ini merupakan usaha ulama untuk meluruskan Aqidah umat bahwa tidak diperkenankan mencampuradukkan aqidah & ibadahnya dengan menggunakan aqidah & ibadah kepercayaan Terlebih natal bagi umat Kristen merupakan ibadah. Dalam beberapa poin pertimbangan MUI juga mencantumkan anjuran menjaga kerukunan umat beragama. Sehingga haramnya mengikuti upacara natal bagi umat Islam sejalan dengan menggunakan nilai Islam yang rahmatan lil `alaamin.
Baca Juga:  Kekerasan Bukan Satu-satunya yang Kita Punya

Sebelum memahami peran dan dampak fatwa MUI di bidang sosial budaya dalam menyikapi transformasi sosial budaya di Indonesia, terlebih dahulu perlu mengetahui penyebab terjadinya perubahan sosial dan budaya itu dapat terjadi di Indonesia, baik pada masyarakat perkotaan juga pedesaan. Dalam kajiannya, Pujiwiyana (2010) menemukan bahwa perubahan perilaku masyarakat perkotaan merupakan akibat dari globalisasi budaya, yang diawali dengan peran media massa yang lebih mementingkan kepentingan pasar. Manusia hanya dilihat sebatas konsumen yang terus dipenuhi dengan produk budaya yang tidak berharga. Oleh karena itu, tidak heran jika budaya luhur tanah air semakin terkikis dan semakin bingung dengan norma dan nilai mana yang harus dipatuhi masyarakat. Globalisasi budaya berada di antara budaya tradisional kolektif dan budaya populer individu, sebagaimana budaya masyarakat Indonesia yang antusias menyapa didunia nyata dilubangi oleh budaya gadget yang kemudian lebih nyaman menyapa di dunia maya yang selalu membawa konflik. Maka Pujiwiyana menyarankan 4 solusi diantaranya melestarikan dan menghargai kebudayaan lokal, melestarikan dan menghargai kebudayaan asli, multikulturisme dan budaya parsipatoris.

Sedangkan perubahan sosial budaya secara umum ada 8 yaitu penemuan baru (discovery), perubahan pola pikir, pertumbuhan penduduk, teknologi dan infrastuktur, kontak dengan budaya lain (masyarakat atau bangsa lain), konflik dalam masyarakat dan perubahan lingkungan termasuk bencana. Namun perubahan akibat bentuk fisik dan interaksi dengan budaya baru seringkali menggerogoti budaya lokal yang ada termasuk nilai-nilai islam yang sejalan dengan norma dalam masyarakat lokal.

Dari  hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa fatwa MUI memiliki urgensi untuk menyatukan umat Islam dalam menjawab pertanyaan yang muncul dari masyarakat sebagai produk perubahan sosial budaya. Walaupun seringkali ada sumber kritik dan gesekan dengan pihak lainnya. Namun kritik dan gesekan tersebut tidak sampai merusak kerukunan umat beragama, justru menegaskan posisi umat Islam yang rahmatan lil ‘alamin dengan pedoman hidupnya yang kekal yaitu al-Quran dan Hadits dibanding paham-paham sosial dan keagamaan lainnya.

Baca Juga:  Konflik Sosial Keagamaan Islam Non-Mainstream dalam Masyarakat Majemuk di Indonesia

Peran fatwa MUI dalam menyikapi dinamika sosial budaya bangsa dan negara meliputi: memberi saran kepada umat dan pemerintah terkait nilai budaya Indonesia yang dikuatkan dengan dalil-dalil syar’i, mendukung dan memberi masukan kepada program pemerintah dalam bentuk sosialisasi pada masyarakat dalam batasan yang sesuai dengan hukum Islam seperti program KB dan HAM, meluruskan aqidah umat tentang aturan toleransi beragama yang benar, mengkaji penerapan ekonomi syariah dan sosialiasianya kepada umat, menjelaskan hukum halal haramnya suatu kegiatan baik yang disebabkan oleh perkembangan teknologi seperti SMS berhadiah maupun konflik dimasyarakat seperti aborsi. Serta merespon kebutuhan umat terkait kepastian hukum tertentu saat terjadi dhorurat seperti fatwa pengurusan jenazah saat bencana tsunami aceh. Selain itu Fatwa MUI juga berpangaruh untuk menguatkan dan menyelamatkan umat dari perubahan sosial budaya yang bertentangan dengan nilai Islam seperti di fatwa natal dan SMS berhadiah. Serta pada saat bencana tsunami 2004, fatwa MUI berkontribusi mempercepat proses evakuasi dan normalisasi daerah pasca bencana. []

Khoirunnisa'
Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini