Memahami Maksud dan Tujuan Jargon “Ayo Kembali Kepada Al-Qur’an dan Hadits”

Sering kali kita mendengar dan membaca dalam media sosial ceramah ataupun tulisan yang mengajak pada umat Islam pentingnya “Kembali Kepada Al-Qur’ an dan Hadits”.

Jargon tersebut acap kali muncul ketika kita mencari dalam kolom pencarian media sosial ataupun stasiun televisi yang berkaitan dengan kajian keislaman.

Memang sekilas dalam segi tekstual, kata-kata tersebut tidak ada yang salah dan malah menunjukkan sebuah arti penting bagi umat Islam untuk selalu kembali dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits dalam berbagai aktivitas keagamaan.

Akan tetapi jika di interpretasikan lebih ke makna yang lebih luas, tentu akan mendapati suatu makna terselubung yang mengarah kepada ideologi atau akidah dari kelompok tertentu.

Sudah bukan rahasi lagi, memang kebanyakan jargon tersebut di gaungkan oleh kelompok-kelompok Islam puritan yang dalam hal ini adalah kelompok salafi-wahabi.

Jargon tersebut menurut penulis memang tidak ada unsur kata-kata yang salah, bahkan perkataan tersebut memang benar.

Namun, dalam kontekstualisasi zaman saat ini perkataan tersebut agaknya mengandung asumsi suatu ideologi atau akidah yang bertujuan melarang umat untuk bermazhab pada keempat mazhab (Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki) dan cenderung menggiring, mengalihkan umat pada mazhab Wahabi lah yang benar.

Selain itu, ditakutkan akan menyebabkan pemahaman liar di kalangan umat Islam yaitu kecenderungan memahami Al-Qur’an dan Hadits hanya sebatas pada tekstual (terjemahan). Tentu ini membahayakan, dan akan menyebabkan umat Islam nanti akan tidak percaya terhadap ulama-ulama sebagai pewaris nabi.

Dan juga jika itu terjadi, maka ulama akan kehilangan otoritasnya, karena umat menganggap terjemahan (tekstual) Al-Qur’an dan Hadits sebagai kebenaran tanpa bantuan atau sanad dari ulama-ulama dan para mufasir Al-Qur’an Hadits.

Baca Juga:  Tata Urut Ungkapan Al-Qur'an dan Keserasian Makna

Bisa di katakan bahwa jargon yang digaungkan salafi-wahabi ini adalah benar, tetapi dengan tujuan dalam mengucapkan perkataan itu keliru atau dalam istilah arabnya :

كلمةحقٍّ أريد بها باطل

Sepeti yang sudah diterangkan di atas, bahwa konsekuansi dari jargon tersebut hanya akan menyeret umat Islam untuk memahami sendiri Al-Qur’an dan Hadits, meski pun tidak punya kemampuan. Atau menyeret mereka untuk taqlid pada para penerjemah alquran dan hadits yang tentu keilmuannya di bawah para imam mazhab empat dan para mufasir al quran hadits.

Sedangkan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dalam konteks zaman sekarang adalah dengan bermazhab (mengikuti pemahaman para ulama mujtahid terhadap Al-Qur’an dan Hadits) karena kita bukan orang yang termasuk memenuhi syarat untuk berijtihad sendiri dari Al-Qur’an dan Hadits. Allah dalam Al-Qur’an surat An Nahl : 24, berfirman :

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِ نْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونْ

“Bertanyalah kalian kepada ahl adz dzikr (Ulama’) jika kalian tidak mengetahui”.

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pentingnya umat Islam untuk berguru kepada ulama. Karena ajaran Islam di sampaikan dari generasi ke generasi, dari kalangan ulama ke murid-muridnya dan tersambung hingga Rasulullah SAW, supaya ajaran Islam benar benar terjaga.

Abdullah Ibnu Mubarak menyebutkan “Isnad adalah sebagian dari agama, tanpa adanya sanad, maka siapa saja akan berbicara apa saja sesuai yang ia kehendaki”.

Ungkapan di atas jelas bahwa mempelajari dan memahami Al-Qur’an dan Hadits tidak semata-mata langsung kembali dan hanya mengandalkan terjemahan. Akan tetapi, harus berguru dulu kepada ulama-ulama yang memang memiliki sanad tsiqah (terpercaya). []

Muhammad Alwi Hasan
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini