Pustaka

Melibatkan Istri dalam Memutuskan Perkara

Membahas tentang hak-hak perempuan dalam Islam, disebutkan dalam hadits Shahih Bukhari nomor 2770 :

Dari Miswar bin Makhramah ra: Ia mengisahkan perjanjian Hudaibiyah. Ketika Rasulullah Saw selesai dari kontrak perjanjian itu (yang dianggap merugikan umat Islam), baginda berseru kepada sahabat-sahabatnya:

“Bangunlah dan sembelihlah kurban-kurbanmu, lalu cukur rambut kamu”. Demi Allah, tidak ada satupun dari sahabat-sahabat Rasulullah Saw yang berdiri mengikuti perintah, sekalipun perintah itu diulang tiga kali. Setelah terlihat tidak ada satupun yang menunaikan perintahnya, Nabi Saw masuk ke kemah Umm Salamah sambil menceritakan pembangkangan ini.

Umm Salamah ra berkata: “Wahai Nabi, apakah kamu ingin mereka melakukan hal itu? Kamu keluar saja dari kemah, tidak perlu bicara satu patah kata apapun kepada siapapun, kamu mulai saja menyembelih kurbanmu dan undang tukang cukur untuk memangkas rambutmu”.

Ketika para sahabat melihat sendiri Nabi melakukan semua hal itu, merekapun berdiri, menyembelih kurban dan mencukur rambut mereka satu sama lain”. (Shahih Bukhari)

Dalam penjelasan hadits tersebut dijelaskan bahwa keluarga adalah organisasi sosial terkecil dari sebuah tatanan masyarakat. Sebagai sebuah organisasi, membangun keluarga tidak bisa dibangun hanya berdasarkan persepsi atau amunisi masing-masing anggota keluarga.

Suami istri harus mengetahui hak dan kewajiban di dalam keluarga. Ketidakpahaman atas hak dan kewajiban di dalam keluarga akan mengakibatkan tidak tercapainya suatu tatanan keluarga yang diinginkan.

Itulah sebabnya suami istri harus bermusyawarah dalam memutuskan suatu perkara.
Meskipun suami sebagai kepala keluarga, tetapi juga harus mengajak istri untuk berunding mengenai suatu pilihan atau untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan.

Ketika musyawarah, kepala keluarga atau suami memberi kesempatan kepada istri untuk mengemukakan pendapatnya. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa istri tidak hanya selalu patuh terhadap keputusan yang dibuat suami secara mutlak, melainkan itu mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengutarakan pendapat yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Bahkan diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan secara mandiri dengan kesepakatan bersama.

Baca Juga:  Menikah Mencari Keberkahan, Bukan Kepuasan

Sehingga dapat dikatakan bahwa suami telah memposisikan istri sebagai mitra kerjasama, termasuk dalam pengambilan keluarga yang diajak untuk berdiskusi mengenai berbagai macam permasalahan yang terjadi dan berbincang tentang hal-hal yang ringan.
Sekian penjelasan hadits yang membahas tentang hak-hak perempuan dalam Islam. Yang dimana semoga kita semua dapat menerapkannya agar terus melangkah menjadi bahtera keluarga yang sakinah mawaddah.

Siti Nur Amaliyah
Alumni MAN 2 Kuningan, jawa barat. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Hadis, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah di satu-satunya Universitas Negeri di Cirebon, yaitu IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Pustaka