"Milk Al Yamin" bukan "Milk Al Yasar"

Bagi yang masih menganggap hadis sebagai sumber otoritatif, maka saat membaca hadis Sahih al-Bukhari berikut ini yang juga ada di Mukhtashar ibn Abi Jamrah yang banyak dibaca di Pesantren Nusantara 

أيما رجل كانت عنده وليدة – أي أَمَةٌ – فعلَّمها فأحسن تعليمَها، وأدَّبَها فأحسن تأديبها ثم أعتقها وتزوَّجها فله أجران

“Siapa yang mempunyai hamba sahaya perempuan, kemudian mengajarnya dengan pengajaran yang sebaik-baiknya, mendidik adabnya dengan sebaik-baiknya, kemudian memerdekakannya dan menikahinya, maka baginya dua pahala”.

Akan mendapat gambaran bagaimana model terbaik, memperlakukan milkul-yamin masa itu.

Pertama, Memerdekakan kemudian menikahinya tanpa mahar (maharnya adalah pemerdekaan itu).

Begitu juga dengan hadis di Sunan Abi Dawud

إذا أعتق الرجل أَمَته ثم أمهرها مهرًا جديدًا كان له أجران

“Jika seseorang memerdekakan hamba sahaya perempuannya lalu (menikahinya dan) memberinya mahar baru maka baginya dua pahala”

Hadis ini memberi gambaran model terbaik Kedua, Memerdekakan, kemudian menikahinya dengan mahar baru.

Saya kira, para sahabat waktu itu banyak yang memenuhi anjuran Nabi ini.

Kata Yamin dan Yasar pada waktu itu mengandung pesan simbolik yang mendalam. Adakah kata Milk al-Yamin digunakan pada masa sebelum Islam?

Selain itu, jangan bertanya proses akadnya ada wali atau tidak. Perlu disadari hamba sahaya waktu itu jauh dari asal domisili, terpisah dari keluarga inti, bahkan tersebar di pelbagai negeri.

Perlu diingat juga waktu itu belum ada HP, FB, dan WA, sehingga susah VC dengan wali. Go-Jek dan Grab juga kliatannya waktu itu belum ada.

Hormat kami yang tidak hidup pada masa Nabi.

Baca Juga:  Respon Santri Kecil untuk Dr Abdul Aziz tentang Konsep "Milk Alyamin" Muhammad Syahrur
Arif Chasanul Muna
Dosen IAIN Pekalongan, Jawa Tengah, Alumni Madrasah TBS Kudus dan Al Azhar University Mesir.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Manuskrip