Lisan adalah salah satu anggota tubuh yang memiliki kedudukan vital dalam kehidupan manusia. Lisan manusia ibarat dua sisi mata uang, pada satu sisi dapat mendatangkan kemaslahatan, tetapi di sisi lain justru bisa menimbulkan kemudharatan.

Fenomena akhir-akhir ini menunjukkan betapa maraknya ujaran-ujaran kebencian, fitnah, hoax, hingga perkataan-perkataan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Berbagai ujaran itu mengemuka di ranah publik sehingga menyita atensi dari masyarakat luas. Jika direnungi, merebaknya ujaran negatif-provokatif itu tidak lain akibat ketidakmampuan seseorang dalam menjaga lisannya.

Bagi umat muslim, menjaga lisan (hifz al-lisan) adalah kewajiban. Siapa yang mampu menjaga lisannya, akan selamatlah ia dari fitnah dan kerusakan. Sebaliknya, siapa yang abai dan tak kuasa menjaga lisannya, niscaya ia akan terjerumus pada jurang kebatilan.

Sebagaimana firman Allah :

يَآَيّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ’ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وّلاَ تَجَسَّسوُا وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا…

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguihnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain (QS. Al-Hujurat : 12)

Allah memerintahkan kepada setiap manusia untuk menjauhi prasangka, mencari-cari kesalahan dan menggunjing orang lain. Sebab perbuatan demikian termasuk dalam perbuatan yang dapat mengotori lisan.

Kewajiban menjaga lisan juga telah diterangkan oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda :

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari)

Substansi dari hadits ini adalah perintah menjaga lisan. Bagi siapapun yang beriman kepada Allah dan hari akhir (kiamat) wajib baginya menjaga lisannya, dengan senantiasa berkata yang baik atau diam. Diam artinya menanahn diri untuk tidak mengeluarkan perkataan-perkataan yang menimbulkan kerusakan.

Menjaga lisan berarti menjaga akhlak. Dan menjaga akhlak hakikatnya adalah menjaga agama. Inilah bukti betapa pentingnya menjaga lisan. Sebab, kualitas penjagaan lisan tidak lain adalah cerminan dari kualitas ketakwaan seseorang. Seorang muslim yang bertakwa pasti akan menggunakan lisannya dengan arif dan bijaksana. Maka, adalah salah jika mengaku muslim sejati, tetapi gemar mengotori lisannya dengan kata-kata yang bertentangan dengan syariat agama.

Lantas bagaimana cara kita menjaga lisan, agar senantiasa terlindung dari perkara-perkara batil?

Cara yang paling utama ialah dengan meneladani akhlak Rasulullah SAW. Beliau adalah sebaik-baik suri tauladan bagi umat manusia. Sebagaimana riwayat muttafaq alaih :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا (متفق عليه)

“Rasulullah SAW adalah orang yang mulia akhlaknya.” (Muttafaq alaih)

Akhlak Nabi SAW adalah esensi dari ajaran al-Qur’an. Keluhuran akhlak Nabi SAW merupakan cermin yang bersih dan indah yang harus kita jadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Ketika berbicara, Nabi SAW tak pernah menyakiti perasaan masyarakat. Beliau sangat berhati-hati dan arif ketika mengajak umat ke jalan Allah. Pun saat masyarakat meminta solusi atas problematika kehidupannya, Beliau selalu bijaksana dalam menyampaikan jawaban.

Nabi SAW yang telah memperoleh jaminan surga dari Allah saja senantiasa berhati-hati dalam menggunakan lisannya. Beliau tak pernah menggunakan lisannya untuk melukai orang lain. Justru yang Beliau tampakkan adalah kata-kata yang santun, ramah dan mulia, yang karenanya banyak masyarakat dengan mantab berbondong-bondong mengikuti ajarannya.

Sayyid Abdullah bin Allawi al-Haddad menerangkan terdapat tujuh adab yang dapat ditempuh oleh seorang muslim dalam rangka menjaga lisan, yaitu : Pertama, hendaknya tidak melibatkan diri pada perkara yang tidak ada gunanya; Kedua, jangan sering-sering bersumpah atas nama Allah, dan jangan bersumpah atas nama-Nya kecuali dalam keadaan mendesak, Ketiga, menghindari segala macam kebohongan, sebab hal itu bertentangan dengan iman.

Keempat, menjauhkan diri dari pergunjingan dan fitnahan serta bercanda dengan keterlaluan; Kelima, menghindari segala perkataan keji; Keenam, jagalah lisan dari ucapan yang kurang baik apalagi yang tercela; Ketujuh, memikirkan baik-baik apa yang akan kita ucapkan, jika itu baik maka ucapkanlah, namun jika tidak maka diamlah.

Adab-adab tersebut merupakan langkah yang semestinya kita lakukan secara istiqomah. Selanjutnya, setelah berupaya dengan sungguh-sungguh, seorang muslim hendaklah bertawakal, memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjaga lisan, seraya memperbanyak do’a berikut :

اللهُمَّ اجْعَلْ صَمْتِي فِكْرًا وَنُطْقِي ذِكْرًا

“Ya Allah, jadikanlah diamku berfikir dan bicaraku berdzikir.”

Menjaga lisan adalah suatu kewajban. Jika kita ingin memperoleh keselamatan dunia dan akhirat, maka kita harus mampu menjaga lisan. Tidak berkata kecuali perkara yang benar dan manfaat, adalah langkah yang paling tepat untuk melindungi lisan kita. Karena setiap perkataan akan didengar oleh Allah SWT dan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari kiamat. Wallahu a’lam bishawab. (IZ)

 

Habib Wakidatul Ihtiar
Pengajar di IAIN Tulungagung dan Gudurian Trenggalek.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini