Jihad Pesantren di Era Digital

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat, menjadi transformasi baru bagi dunia pesantren. Menanggapi arus digitalisasi ini, beberapa pesantren berupaya meningkatkan gerakan literasi, khusunya literasi digital, bagi pihak pesantren termasuk santri. Pemahaman literasi digital dinilai sebagai dasar ilmu dalam berdakwah melalui media digital.

Kita pahami bersama, pada mulanya bentuk komunikasi antar pesantren dan masyarakat sebagai bentuk gerakan dakwah disampaikan secara konvensional seperti  buku, majalah, buletin atau secara lisan baik di musala atau masjid.  Namun di era digital ini, pesantren dituntut untuk mampu memanfaatkan perkembangan teknologi, sehingga pesantren perlu adanya perkembangan dalam dunia literasi yang selama ini dijadikan media dakwah.

Adapun dakwah yang disampaikan tentu sebagai upaya menyadarkan dan memberdayakan masyarakat untuk membaca, memahami dan menelaah informasi yang benar sehingga masyarakat tidak lagi terpancing dengan dakwah yang mengarah pada radikalisme, terorisme, dan hal-hal negatif lainnya. Tentunya ini menjadi tugas pesantren untuk mampu mengelola media dengan baik dan bijak.

Pesantren diharap mampu mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan sumber daya santri, baik untuk peningkatan kualitas pondok pesantren itu maupun untuk peningkatan kualitas santri. Termasuk dalam hal ini adalah salah satu pesantren terbesar di Indonesia, Pesantren Tebuireng, yang mengembangkan dakwahnya melalui media digital (media sosial, dll).

Dalam rangka melaksanakan dakwahnya sebagai lembaga agama tertua dan terpercaya, saat ini pesantren dinilai tidak cukup jika hanya melakukan dakwah secara lisan yang disampaikan secara tradisional saja, namun harusnya lebih dikembangkan model dakwah yang lebih dekat dengan kehidupan masyarakat saat ini yaitu melalui media sosial, sehingga dakwah pesantren bisa tersampaikan secara luas, digemari, dan semua orang merasa mudah mengaksesnya.

Baca Juga:  Riyadloh Batin Mediasi Jihad Santri Melawan Pandemi

Dalam sebuah peneliatian dalam jurnal Academic Journal of Islamic Studies (Ismah, 2016) disebutkan dulu masyarakat melihat pesantren sebagai lembaga yang khas dengan kegiatan mengkaji kitab dan mengaji Al Quran dan terkesan sangat jauh dari teknologi serta perkembangan zaman, namun di era ini masyarakat sebagai orang yang berharap pada pesantren merasa sudah seharusnya pesantren menampakkan wajah baru berupaya melaksanakan visi misi dalam pemberdayaan masyarakat dengan menyuguhkan pembelajaran berbasis multimedia.

Dengan kondisi ini, tentunya sudah bukan zamannya jika pesantren hanya memfokuskan diri mengaji kitab dan mengkaji ilmu agama secara konvensional, saatnya pesantren menerima kehadiran dan perkembangan teknologi informasi berupa internet. Perekembangan teknologi informasi ini bisa diambil manfaatnya, seperti ruang penyebaran dakwah, sehingga konten-konten positif, keilmuan, ajaran agama yang baik dan benar dari pesantren semakin luas dan mudah diterima masyarakat.

Adapun salah satu yang bisa dimanfaatkan oleh pesantren dalam menyebarluaskan dakwah yaitu website, instagram, facebook, dan twitter.  Media sosial tersebut merupakan media yang sedang diganderungi, menjadi menarik dengan pemilihan penggunaan  atas  fitur-fitur  yang  tersedia,  karena  tiap  fitur  memiliki fungsi yang berbeda-beda. Inilah yang menarik bagi remaja kini, dimana media sosial yang kemudian disebut juga dengan media baru itu bisa menawarkan hal-hal unik dan menarik untuk digunakan atau diakses (Anwas, 2015).

Karena beberapa fitur yang unik dan menarik itulah kemudian media sosial diganderungi dan menjadi alat yang begitu laku di kalangan masyarakat, utamanya remaja, dengan kesukaan yang mengakibatkan seringnya mengakses menjadi salah satu pemicu masyarakat sering melihat, membaca, atau mendengar pesan-pesan yang kontroversial atau membahayakan bagi pemahaman masyarakat.

Dilansir dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (2019) bahwa dakwah saat ini sudah banyak menyebar, baik di forum-forum hingga ke dunia massa seperti media sosial. Para pendakwah diharapkan bisa menyaring informasi yang diterima sebelum diteruskan atau dijadikan bahan dakwahnya kepada masyarakat.

Baca Juga:  RMI PBNU Galang Donasi Program Swab Test Murah dan Gratis untuk Pesantren

Berbagai respon terhadap kehadiran media digital dan upaya menyebarluaskan dakwah, tentu tidak luput dari apa yang telah menjadi pesan KH. Maimum Zubair kepada masyarakat di pesantren. Tokoh bangsa dan kiai kharismatik ini berpesan kepada parai kiai muda yang menjadi pengasuh pondok pesantren agar mampu mengikuti perkembangan zaman, termasuk dalam hal menguasai teknologi informasi sehingga mampu menyampaikan dakwah secara kekinian (Adi, 2017).

Hal ini tentu menjadi perhatian Kiai Maimun tentang masa depan pesantren yang harus tetap berada di gerbang depan dalam memberi arahan, membimbing masyarakat, serta menyelamatkan masyarakat dari bahaya perpecahan dikarenakan dakwah-dakwah menyesatkan dan pesan-pesan yang mengandung hoaks, paham radikalisme, motif terorisme, dan konten negatif lainnya  yang dikonsumsi dari media-media tidak bertanggungjawab.

Di era yang serba digital ini, tentu jihad pesantren tidak hanya di masjid pesantren, namun juga harus mampu memanfaatkan perkembangan teknologi digital (media sosial) sebagai sarana dakwah dengan baik dan efektif. Mampu memanfaatkan media digital berarti telah memberikan contoh yang positif kepada masyarakat dalam menerima dan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi digital era ini.

Pesantren menunjukkan bahwa mengikuti perkembangan zaman tidak melulu negatif, namun memiliki sisi positif yang perlu dimaksimalkan pemanfatan atau penggunaannya. Untuk itu, pesantren tidak perlu khawatir berlebihan atas kehadiran teknologi selama mampu menangani dan menguasai teknologi dengan baik (melek teknologi) dan menguasai literasi digital, sebagai salah satu pengetahuan dasar dalam mengahadapi era digital ini.

Mari bersama-sama menggunaan media digital termasuk media sosial dengan baik dan bijak. Menjadi manusia yang bisa menggenggam teknologi atas kebermanfaatan, bukan menjadi manusia yang digenggam atau dikendalikan oleh teknologi. Salam literasi. []

Rara Zarary
Perempuan asal Sumenep Madura, alumnus Pondok Pesantren An Nuqayah Sumenep dan UNS Surakarta, menjadi redaktur media Pesantren Tebuireng, dan aktif di komunitas Pesantren Perempuan.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini