Setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh di Bulan Ramadan, maka tiba saatnya umat Islam mendapatkan hadiah spesial berupa datangnya hari raya Idul Fitri yang sekaligus menandakan datangnya bulan Syawal. Ya, Idul fitri merupakan momentum sakral dan unik. Sakral karena merupakan perayaan hari besar Umat Islam. Unik, karena setiap dari kita mempunyai cara tersendiri untuk merayakannya. Di Indonesia, setiap daerah memiliki ciri khas dalam menyambut suka cita idul fitri, mulai dari tradisi perorangan seperti memakai pakaian baru, mendekor rumah seapik mungkin guna menyambut tamu, menyiapkan berbagai macam menu hingga tradisi kedaerahan yang dilakukan bersama-sama seperti pawai bedug, pawai obor, takbir keliling hingga pesta kembang api yang membuat malam perayaan idul fitri semakian meriah.
Berbagai kesibukan menyiapkan pernak-pernik Idul Fitri sering kali membuat kita “lalai” dalam mengambil hikmah sekaligus membuat kita “lupa” untuk menggali lebih dalam maknanya. Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghozali dalam kitabnya “Mukayafatul Qulub” bab ke 104 dalam pembahasan “keutamaan hari raya” menuliskan sebuah hadis,
وقال النبي صلى الله عليه وسلم من قام ليلة العيد محتسبا لم يمت قلبه يوم تموت القلوب
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “barang siapa yang menghidupkan malam hari raya, maka Allah akan menghidupkan hatinya dihari dimana banyak orang yang mati hatinya”.
Menghidupkan malam hari raya bisa dilakukan dengan berbagai hal. Pertama, mengumandangkan Takbir. Takbir yang berkumandang dari hati dan lisan sebagai manifestasi sekaligus bentuk rasa syukur kita kepada Allah SWT. Takbir yang dibaca ketika malam Idul Fitri ini disebut dengan takbir mursal, yaitu takbir yang waktu pembacaannya tidak mengacu pada waktu sholat, artinya sunnah dilafazkan dimanapun dan kapanpun. Adapun sighot atau lafaz takbir dari kitab Nubdzatul Anwar yaitu,
الله اكبر, الله اكبر, الله اكبر, لااله الاالله والله اكبر, الله اكبر ولله الحمد.
الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا, لااله الا الله, صدق وعده, ونصر عبده, واعز جنده, وهزم الاحزاب وحده, لااله الاالله ولا نعبد الا اياه, مخلصين له الدين ولو كره الكافرون, لااله الاالله والله اكبر, الله اكبر ولله الحمد
(Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, laailaaha illallahu wallahu akbar, Allau akbar wa lillahilhamd.
Allahu akbar kabiiraa wal hamdu lillahi katsiiraa wa subhanallahi bukrotawwaashiila, laailaha illallah, shodaqo wa’dah wa nashoro abdah, wa a’azza jundahu wa hazamanl ahzaaba wahdah, laailaha illallahu wa laa na’budu illa iyyah, mukhlishiina lahud diin walau karihal kaafiruun, laailaha ilallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillaahil hamd).
Kedua, membaca tasbih dan tahmid sebagaimana dalam kitab Mukasyafatul Qulub,
وعن ابي هريرة رضي الله عنه زينوا اعيادكم بالتكبير وقال صلى الله عليه وسلم من قال سبحان الله والحمد لله يوم عيد ثلث مائة مرة واهداه لاموات المسلمين دخل في كل قبر الف نور ويجعل في كل قبررالف نور ويجعل الله تعالي في قبره اذا مات الف نور
Artinya, “diriwayatkan dari Abi Hurairah R.A, beliau berkata hiasilah hari rayamu dengan membaca takbir, Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa yang membaca Subhanallah (tasbih) dan Alhamdulillah (tahmid) pada hari raya sebanyak 300 kali dan menghadiahkannya kepada setiap orang muslim yang sudah meninggal, maka (tasbih dan tahmid tersebut) akan masuk kedalam tiap kuburan orang mukmin sebagai 1000 cahaya dan Allah akan memberikan 1000 cahaya (pula) kepada kuburan orang yang membacakan tadi ketika ia meninggal”.
Hadis ini mengandung anjuran dan hikmah yang luar biasa bahwa ketika malam Idul Fitri saat kita berkumpul dengan keluarga dengan berbagai macam hidangan dan berbagai macam topik bahasan yang diperbincangkan, kita tetap dianjurkan untuk mengingat saudara-saudara kita yang sudah terlebih dahulu dipanggil oleh Allah SWT dengan memberi hadiah kepada mereka berupa bacaan tasbih dan tahmid. Selain itu, dua bacaan ini juga memberikan penggambaran bahwa kita sebagai makhluk merasa rendah dan senantiasa menjunjung tinggi sang kholiq, Allah SWT.
Ketiga, menghidupkan malam hari raya dengan melaksanakan sholat ba’diyah isya dua rokaat dan sholat witir. KH. Maimun Zubair (Allahu yarham) seorang ulama kharismatik asal Rembang Jawa Tengah, pengasuh pondok pesatren Al Anwar Sarang, menyampaikan bahwa,
“sak makendut-makendute santri ojo nganti ora ngurip-ngurip malem riyoyo loro kanti sholat ba’diyah rong rokaat ditambah sholat witir sak rokaat”
Artinya, “Senakal-nakalnya santri jangan sampai tidak menghidupkan dua malam hari raya dengan melaksanakan sholat ba’diyah Isya dua rokaat dan sholat witir satu rakaat”.
Dawuh ini mengandung anjuran bagi kita untuk menghidupkan malam hari raya dengan melaksanakan sholat ba’diyah Isya sebanyak dua rokaat dan sholat witir satu rakaat. Terdengar ringan memang, namun banyak diantara kita yang terlalu sibuk dengan euforia perayaan, mengobrol sana-sini hingga yang kita anggap ringan dan simpel tadi terlupakan. Dawuh ini juga selaras dengan hadis Nabi (baca paragraf kedua), yang artinya barang siapa yang menghidupkan malam hari raya, maka Allah akan menghidupkan hatinya dihari dimana banyak orang yang mati hatinya.
Demikianlah amalan-amalan sunnah yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan malam Idul fitri ini, semoga kita bisa mengambil hikmah didalamnya dan menjadikan kita sebagai pribadi muslim yang lebih baik lagi. Wallahu a’lam bis showab. []