Dunia Perbukuan Ditengah Gelombang Literasi Digital

Tutupnya toko buku besar ternama merupakan tragedi di dunia literasi. Situasi buram dunia perbukuan itu akan terus berlanjut, apabila diperparah dengan absennya para penulis buku yang juga menutup diri untuk tidak menulis lagi.

Maraknya marketplace toko buku online di bidang usaha penjualan buku telah menyita perhatian publik masyarakat dewasa ini. Kehadiran marketplace tersebut tidak hanya meningkatkan akses informasi bagi masyarakat di Indonesia yang gemar berburu buku namun dalam proses jual-beli produk buku telah menjadi ekosistem perekonomian di dunia perbukuan digital.

Sementara egoisme para pelaku pembajak buku kian merajalela. Sebagaimana IKAPI yang selama ini berjuang mati-matian mengkritisi aktivitas pembajakan buku. Buku termasuk karya intelektual yang mendapatkan perlindungan melalui UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta.

IKATAN Penerbit Indonesia (Ikapi) berharap semua pihak kembali fokus pada persoalan pemberantasan buku bajakan. Sudah terlalu lama dunia kreatif ini menderita karena ulah para penjahat pembajak buku. Pemerintah harus turun tangan karena upaya pemberantasan pembajakan ini melibatkan banyak sektor. Ditambah lagi, sebagian besar persoalan berada pada ranah regulasi serta kewenangan dan tanggung jawab pemerintah. (*sumber; websiteikapi)

Penulis menemukan sebuah anjuran dari Al-Qur’an tentang menulis di buku Tafsir Al-Misbah-nya Pak Quraish Shihab. Menurut beliau dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, bahwa kata (القلم) al-qalam terambil dari kata kerja (قلم) qalama yang berarti memotong ujung sesuatu.

Beliau mencontohkan pengertian ini seperti memotong ujung kuku yang disebut (تقليم) taqlim, tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai (مقاليم) maqālīm, anak panah yang runcing ujungnya dan bisa digunakan untuk mengundi, dinamai pula qalam, seperti dalam QS. Al-Imran [3]:44.

Maka, alat yang digunakan untuk menulis dinamai dengan qalam karena pada mulanya alat tersebut dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan di peruncing ujungnya.

Baca Juga:  ”Ikhtiar Melestarikan Tradisi Literasi Digital Santri, Santri Lebih Bijak dan Selektif” Program Mengundang Tokoh MISAKA 6 Tahun Katerban Ngawi

Pak Quraish shihab melanjutkan bahwa kata qalam disini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa sering kali menggunakan kata yang berarti “alat” atau “penyebab” untuk menunjukkan “akibat” atau “hasil” dari penyebab atau penggunaan alat tersebut.

Makna di atas dikuatkan oleh firman Allah dalam QS. Al-Qalam ayat 1, yakni firman-Nya: Nun, demi Qalam dan apa yang mereka tulis. Apalagi disebutkan dalam sekian banyak riwayat bahwa surah al-Qalam turun setelah akhir ayat kelima surah al-‘Alaq. Ini berarti dari segi masa turunnya kedua kata qalam tersebut berkaitan erat, bahkan bersambung walaupun urutan penulisannya dalam mushaf tidak demikian.

Dan terdapat dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda,

قَيِّدُوْا الْعِلْمَ بِالْكِتَابَةِ

Ikatlah ilmu dengan tulisan (HR. At-Thabrani dan Hakim dari Abdullah bin Amr)

Dalam redaksi yang lain,

الْعِلْمُ صَيْدٌ وَ الْكِتَابَةُ قَيْدُهُ , قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْجِبَالِ الْوَاثِقَةِ

Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sebab itu, ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh.

Sebagai seorang santri, penulis tentu meyakini bahwa tulisan-tulisan yang ditorehkan menjadi produk karya buku fisik, atau narasi-narasi yang tersebar diberbagai rubrik media online merupakan dari hasil pengamatan, penelitian dan pengalaman empiris kaum santri yang terlibat dalam mendayagunakan teknologi digital di era literasi digital dengan menuangkan gagasan-gagasan pemikirannya melalui tulisan.

Kaum santri yang terlanjur dicap sebagai “kaum sarungan”- tradisional juga harus mampu menyelami pergaulan di era digital dan tidak hanya dapat menguasai kultur masyarakat tradisional.

Mereka mau tidak mau mengembara mencari ilmu pengetahuan, termasuk berperan aktif dalam mengembangkan karya tulisnya dan lebih peduli terhadap situasi dunia perbukuan pada dewasa ini, dimana tutupnya sejumlah toko buku di beberapa wilayah Indonesia adalah tragedi padamnya dunia pendidikan juga, karena buku adalah salah satu sumbu ilmu pengetahuan.

Baca Juga:  Ikatlah Ilmu dengan Buku

Para santri akan larut dalam kebudayaan baru, dalam hal ini inovasi mutakhir yang dicipta oleh santri di era kemudahan digitalisasi dalam mengembangkan potensi geliat literasi. Kalau bahasa penulis, santri itu ngga boleh “kuper” (kurang peran) dalam pergaulan di era digital.

Pertumbuhan pasar daring yang seharusnya menjadi berkah bagi industri penerbitan, justru menjadi ladang subur pembajakan yang bahkan mencapai skala industri. Perkembangan teknologi sesungguhnya membuka peluang bagi industri dunia perbukuan untuk menemukan cara baru dalam berjualan.

Penerbit bisa langsung menjual produk mereka melalui toko-toko daring (webstore) milik sendiri maupun lewat akun-akun mereka di lokapasar (marketplace) seperti; Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, JD.ID, dan sejenisnya.

Membangkitkan minat baca buku bukan berarti membiarkan masyarakat hari ini bebas mendapatkan buku aau produk sejenis tanpa rambu-rambu, apalagi ditunggangi oleh pihak yang mengambil untuk dari kegiatan itu. Dengan kaum santri konsisten menulis buku, telah membuktikan adanya sebuah proses berkarya yang saling memperkaya antara khasanah tradisi menulis di kalangan santri dan balada romantika perbukuan zaman yang kapan pun saja berubah arahnya.

Santri dan khasanah tradisi literasi sejak dahulu telah terikat dalam sebuah identitas ke-santri-an dan fenomena kaum santri memproduksi karya-karya tulisan dengan ragam disiplin ilmu adalah keniscayaan yang melahirkan keragaman pemikiran. Sudah saatnya santri yang mendominasi zaman ditengah gelombang deras literasi dan pergaulan di ruang-ruang digital. []

Abdul Majid Ramdhani
Penulis merupakan lulusan Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok dan melanjutkan mondoknya di Pesantren Al-qur'an Syihabudin Bin Ma'mun, Caringin Banten. Bagi diri penulis, "Menulis bisa menjadikanmu optimis, romantis & humanis". Penulis juga lulusan KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) di kampus STAI INDONESIA JAKARTA dan Penulis buku "Jurnal: Jurus Nulis Anak Milenial".

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini