Parenting dalam Al-Quran Pentingnya Peran Ayah dalam Mendidik Anak

Selama meneliti tentang ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentang parenting, penulis menemukan satu fakta bahwa hampir semua ayat yang membahas tentang parenting dalam Al-Quran, menjelaskan tentang hubungan antara ayah dan anaknya. Sebut saja Luqman yang nasihat untuk anaknya diabadikan dalam sebuah surah Luqman ayat 13-19.

Mengamati ayat-ayat ini, pada permulaan cerita Allah SWT memulai dengan وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ. Kata yang dapat digaris bawahi di sini adalah وهو يعظه atau “…di waktu ia (Luqman) memberi pelajaran kepadanya (anak Luqman).” Kata ya’izhuhû menurut Wahbah Zuhaili artinya adalah al-‘izhah (العظة) yang memiliki arti mengingatkan dengan kebaikan dan menggunakan uslub atau tata kata yang lembut yang dapat meluluhkan hati orang yang diingatkan.

Selanjutnya, Imam Sya’râwî juga menyoroti kata sapaan Luqman dalam menasihati anaknya, Luqman menggunakan kata يا بني sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS kepada Nabi Isma’il AS. Kata panggilan ini berarti tashghîr yang dalam kaidah arab menunjukkan arti panggilan sayang dan menunjukkan kelemah lembutan bagi objek yang dipanggil.

Adapun makna yang terkandung seakan Luqman ingin memberitahukan pada putranya bahwa, “Engkau masih membutuhkan nasihat dariku wahai anakku. Meskipun engkau menyangka dirimu sudah besar, sudah menikah, dan sudah tidak butuh lagi padaku, tapi sesungguhnya nasihat-nasihat dan arahan-arahan dariku masih engkau butuhkan.” 

Selain Luqman, ada pula kisah Nabi Ibrahim as yang diabadikan dalam Al-Quran dalam menjalani perannya sebagai seorang ayah. Yaitu saat Nabi Ibrahim meminta pendapat kepada putra beliau terkait mimpinya menyembelih sang putra terkasih. Firman Allah swt berikut,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Baca Juga:  Mendidik Buah Hati

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha brsama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?’ ia (Isma’il) menjawab, ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (al-Shâffât/37:102)

Imam al-Sya’râwî dalam kitabnya Tafsir al-Sya’râwî menyebutkan beberapa pelajaran parenting dari ayat ini. Pertama, melihat kalimat فلما بلغ معه السعي dalam kalimat ini Allah SWT menyebutkan,  “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim…” ini berbeda dengan kalimat umum فلما بلغ السعي ‘maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup’ tanpa kalimat مع أبيه. Menurutnya, penambahan kata مع أبيه pada ayat ini menunjukkan posisi seorang ayah bagi anaknya. Yaitu seorang ayah tidak akan membebani anaknya dengan suatu hal yang itu di luar kemampuan si anak. Orangtua – dalam ayat ini adalah bapak yaitu Nabi Ibrahim AS – akan mendorong anak-anaknya kepada perkara yang mengandung maslahat untuk kehidupan mereka. Sedangkan orang lain bisa saja menyuruh kepada sesuatu yang di luar kemampuan anak.

Kedua, kalimat panggilan Nabi Ibrahim AS kepada anaknya juga tidak luput dari perhatian. Nabi Ibrahim AS sebelum mengajak putranya berdiskusi, memanggil dengan sebutan يا بني kata bunayya dalam bahasa arab merupakan shighat tashghir yang memiliki arti kesayangan. Panggilan ini juga dilakukan oleh Nabi Ya’qub AS kepada putra beliau, Nabi Yusuf AS saat mengomentari mimpi putranya tersebut. Hal ini menunjukkan sikap kasih sayang yang dianggap sangat penting ditunjukkan oleh orangtua terhadap anaknya. Imam Sya’râwî bahkan menegaskan, sudah menjadi hal yang maklum bahwa kasih sayang orangtua adalah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi anak-anaknya.

Baca Juga:  Dari Kami yang Sering Beradu Argumen dengan Orang Tua

Ketiga, jawaban Nabi Isma’il as yang dengan mantap mengucapkan يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ,“Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu…”. Pada jawaban ini, menunjukkan kematangan Nabi Isma’il AS dalam berpikir serta dalamnya pengetahuan yang ia miliki. Sebab dia menunjukkan bahwa ia tahu mimpi yang dialami oleh Nabi adalah wahyu, oleh sebab itu beliau menjawab pada ayahnya, “Kerjakanlah apa yang diperintahkan,” bukan “Kerjakanlah apa yang kamu mau.” Dan pribadi anak seperti ini tidak mungkin ada tanpa pendidikan yang baik dari orangtuanya, meskipun proses tersebut tidak disebutkan dalam Al-Quran.

Keempat, kalimat فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى “..Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” cara Nabi Ibrahim AS melibatkan putranya dalam mengambil keputusan adalah sebuah pola pengasuhan yang patut untuk ditiru. Wahbah Zuhaili menyebutkan bahwa Nabi Ismail AS saat kejadian ini sudah berumur 13 tahun. Akan tetapi, Nabi Ibrahim AS tidak mengambil keputusan sepihak meskipun beliau tahu mimpi tersebut merupakan perintah dari Allah SWT. Beliau memilih berdiskusi dan meminta pendapat putranya, yang sebelumnya sudah dididik dengan tauhid dan iman.

Bahkan, pakar parenting saat ini meyakini kalau anak-anak meskipun dalam usia kanak-kanak, sudah memiliki kemampuan untuk diajak berdiskusi terutama tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya. Salah satunya Okina Fitriani dalam bukunya The Secret of Enlightening Parenting, menyebutkan salah satu pola komunikasi yang bisa digunakan orangtua dalam berinteraksi kepada anak. Ialah pola bahasa persuasif yang dihasilkan dari hasil modifikasi dari Milton Model yang dirumuskan oleh Richard Bandler dan John Grinder dari seorang psikiater yang ahli dalam bidang psikoterapis dan hypnosis terkenal, serta dipadu dengan teknik-teknik yang digunakan Connirae Andreas Ph.D., seorang pakar komunikasi anak

Baca Juga:  Pentingnya Mempelajari Ilmu Qira’at Al-Qur’an

Dari dua kisah yang tersebut dalam Al-Quran di atas, menyadarkan kita kembali bahwa tugas mendidik anak tidak hanya di tangan seorang ibu. Orangtua adalah satu tim yang harus bekerja sama memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya. Tidak peduli sesibuk apapun seorang ayah bekerja, ia tetap panutan bagi anak-anaknya dalam beberapa hal yang tidak bisa didapatkan dari seorang ibu sekalipun. Maka jangan sia-siakan kesempatan, terutama di masa golden age anak. Teruslah belajar menjadi orangtua terbaik bagi anak, meski kita tidak bisa menjadi sempurna. Cinta dan kasih sayang adalah modal dasar yang membuat anak memandang orangtua mereka sebagai teladan. Kiranya inilah sedikit pelajaran penting yang dapat kita ambil dari ayat Al-Quran yang  berbicara tentang parenting. Semoga bermanfaat. [HW]

Atina Balqis Izzah Bcs, M.Ag
Penulis Buku Bias Cinta dari Mukalla, Tentang Muslimah, Alumnus PP Ashiddiqiyah Jakarta, PP Manbaul Ulum Banyuwangi, PPQ Nurul Huda Singosari, PP Al Asy'ariyah Wonosobo, Universitas Al-Ahgaff Yaman, PTIQ Jakarta dan Pengasuh PP Ashiddiqiyah Bogor

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini