Ketika Rasulullah Rindu Kampung Halaman

Dengan berbagai kepentingan, banyak orang memilih pergi dari kampung halaman. Sebagian ada yang bekerja, mencari nafkah dengan berdagang, ada juga yang belajar di pesantren maupun kuliah di kampus impian. Tradisi dan budaya keluar dari kampung halaman bukan tradisi yang baru muncul maupun tiba-tiba. Sejak zaman dahulu, tradisi berpindah tempat sudah dijalani oleh para masyarakat klasik, tak terkecuali bagi masyarakat semenanjung Arab.

Indonesia yang terkenal dengan budaya ‘mudik’ pada liburan idul fitri, menunjukkan betapa banyaknya masyarakat Indonesia yang keluar kampung untuk berbagai kepentingan di luar kota kelahirannya. Menetap di tempat perantauan baik bersifat sementara atau bersifat permanen merupakan tantangan berat. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa keluar kampung halaman untuk hijrah butuh bekal, keyakinan dan keteguhan hati.

Fenomena ‘mudik’ merupakan bukti, bahwa siapapun pasti memiliki rasa rindu terhadap kampung halaman yang ditinggal, terlebih jika orang tua masih hidup di kampung halaman. Siapapun akan berat untuk meninggalkan kenangan indah di kampung halaman, berbagai kenyamanan akan berubah sebuah tantangan dan perjuangan di tempat perantauan.

Bukan hanya kita saja ternyata, yang memiliki rasa rindu terhadap kampung halaman. Bahwa Nabi Muhammad SAW juga menyimpan rindu dan cinta pada kampung halamannya, bahkan malaikat Jibril sampai turun untuk meredam kerinduan Nabi Muhammad terhadap kota Makkah saat peristiwa hijrah. Peristiwa tersebut terekam dalam surah QS. al-Qasas ayat 85.

إِنَّ ٱلَّذِي فَرَضَ عَلَيۡكَ ٱلۡقُرۡءَانَ لَرَآدُّكَ إِلَىٰ مَعَادٖۚ قُل رَّبِّيٓ أَعۡلَمُ مَن جَآءَ بِٱلۡهُدَىٰ وَمَنۡ هُوَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ

Artinya: “Sesungguhnya Yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata.”

Wahbah Zuhaili menjelaskan pada tafsir al-Munir halaman 544, sebelum ayat ini turun, diriwayatkan Nabi Muhammad merasa rindu saat melihat jalanan menuju kota Makkah ketika berada di daerah Juhfah, setelah keluar dari Gua tempat persembunyian. Malaikat Jibril pun turun, untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Muhammad tersebut. “Apakah engkau rindu pada negaramu dan tempat kelahiranmu?” Nabi menjawab “Iya.” Kemudian ayat ini turun. Nawawi al-Bantani menyebut Ayat ini tidak termasuk kategori Madaniyah dan Makkiyah. Karena tidak turun di Kota Madinah dan Makkah.

Baca Juga:  Tafsir Surat An-Nisa Ayat 3: Hikmah Poligami yang Dilakukan Rasulullah

Secara kosa kata, Ibnu Katsir mendapatkan beberapa riwayat tentang makna ma’ad, adakalanya bermakna surga, hari kiamat, kematian, menurut Ibnu Abbas secara dhohir dan melihat konteks ayat, makna yang lebih tepat adalah Makkah, Tentu janji tersebut benar terjadi, dalam peristiwa Fathul Makkah (Ibnu Katsir, al-Tafsir al-Quran al-‘Adzim, Juz III, hlm. 420-421).

Tidak sampai di situ, Nabi Muhammad diyakinkan oleh Allah dengan “Katakanlah, sungguh Tuhanku lebih mengetahui siapa yang membawa petunjuk dan siapa yang berada dalam kesesatan nyata”. Seakan Nabi Muhammad mendapatkan dukungan untuk tetap melanjutkan perjalanan Hijrah ke kota Madinah. Dengan menyakinkan bahwa dirinya yang sesugguhnya membawa risalah petunjuk, sedangkan mereka yang musyrik dalam kesesatan yang nyata.

Pertolongan Allah sugguh nyata, sesuai penafsiran Ibnu Abbas pada QS. al-Nasr 1-3.

إِذَا جَآءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ وَرَأَيۡتَ ٱلنَّاسَ يَدۡخُلُونَ فِي دِينِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجٗا فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابَۢا

Artinya: “1) Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, 2) dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, 3) maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” Petolongan nyata dan jaminan nyata dari Allah, yaitu berupa kemenangan umat Islam dalam peristiwa Fathul Makkah.

Kerinduan Nabi sangat dipahami, Makkah merupakan kota kelahirannya dan kota yang membesarkannya. Walaupun Nabi Muhammad didzalimi, diboikot oleh kafir Quraisy dan tidak mendapatkan ruang untuk berdakwah, kenapa Nabi Muhammad masih merindukan kota Makkah? Bagaimanapun ini bukti, bahwa Nabi sangat mencintai kampung halaman dan kaumnya.

Bayangkan saja, Nabi Muhammad kecil dirawat oleh keluarga di Makkah, Muhammad saat remaja bermain dan menggembala kambing di perbukitan Makkah, Muhammad dewasa dipertemukan dengan sang Istri tercinta Khadijah, sesaat setelah mendapatkan risalah kenabian, Nabi Muhammad dimusuhi oleh kaummnya sendiri, diboikot.

Baca Juga:  Setetes Rahmat Rasulullah saw untuk Umat Manusia

Kesabaran dan keteguhan Nabi Muhammad diuji dalam berdakwah pada saat itu. Makkah menjadi kota kelahiran yang penuh kenangan. cukup wajar, jika Nabi Muhammad agak berat untuk meninggalkan kota Makkah. Kendati demikian, Muhammad harus berhijrah, untuk terus menyampaikan risalah kenabian kepada umat manusia.

Secara tegas ayat di atas menjelaskan, bahwa tidak ada yang dapat menganggap cinta dan rindu pada kampung halaman, kota kelahiran atau negara adalah suatu hal yang tabu, melainkan sudah menjadi tabiat manusia. Sah saja untuk rindu kampung halaman dan tanah air, bagi mereka yang sedang menetap di luar. Bahkan akan dianggap abnormal saat seseorang tidak memiliki rindu pada kampung halaman. Wallahu A’lam Bi al-Showab. []

Abdur Rohman An Nakhrowi
MAHASISWA PRODI HUKUM PERBANDINGAN MADZHAB UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah