Dari istri-istri Nabi itu ada yang paling menonjol peranannya yaitu Khadijah. Ia seorang wanita karir dan pedagang kaya raya. Dialah yang memilih dan meminang Nabi Muhammad Saw. Ia sangat setia dan Nabi Muhammad pun amat sangat setia.
Itu sebabnya,ketika ada di antara istrinya yang berkata “Kamu kok masih terus ingat Khadijah padahal Tuhan sudah menggantikan buat kamu yang lain, lebih cantik dan menarik.” Nabi menjawab, “Tidak ada yang bisa menggantikan Khadijah, dia mendukung saya waktu saya lagi butuh dukungan, dia memberi saya harta sewaktu saya miskin dan dia memberi saya anak yang tidak diberikan oleh istri-istri yang lain.”
Nah, kesetiaan ini tercermin walau Babi telah memiliki sekian banyak istri sampai-sampai dalam riwayat, waktu Nabi memasuki kota Makkah (menang) Nabi pergi ke tempat ke rumah atau bekas rumah yang didiami oleh Khadijah waktu berada Makkah.
Kenangan dan kesetiaannya itu sedemikian besar, sampai-sampai ada yang bertanya pada Nabi, “Mengapa kamu mencintai Khadijah lebih besar?” Nabi menjawab, “Aku dianugerahi Tuhan cinta. Jika demikian cinta adalah anugerah Tuhan. Tuhan berjanji siapa yang beriman dan beramal saleh, maka Tuhan akan menganugerahkan kepadanya cinta sehingga dia menjadi mampu dicintai orang sekaligus mampu mencintai orang.”
Itulah rumus untuk mendapatkan cinta dan kesetiaan yakni, beramal saleh dan beriman serta melaksanakan tuntunan agama, karena cinta itu bersumber dari Tuhan. Itu cinta sejati. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 63:
وَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ ۗ لَوْ اَنْفَقْتَ مَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مَّاۤ اَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ اَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۗ اِنَّهٗ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya: “Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di Bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal [8]: 63).
Kalau kamu menafkahkan segala apa yang ada di bumi ini untuk mengais cinta dan menjalin cinta kamu tidak akan dapat, karena cinta yang sejati itu dari Tuhan. Anda dapat membeli tempat tidur tapi tidak dapat membeli tidur, Anda dapat membeli wanita yang dijual murahan atau yang menjual dirinya dengan murah, tapi Anda tidak membeli cinta, karena cinta bersumber dari Allah. Inilah yang harus diteladani dari kehidupan istri-istri Nabi.
Sayidina Ali bin Abi Thalib adalah keluarga Nabi. Sangat luar biasa tokoh ini. Dialah anak kecil pertama yang memeluk agama Islam, walaupun ketika itu ia belum baligh. Dialah yang membela Nabi sampai bersedia tidur di pembaringan Nabi waktu Nabi berhijrah. Ia tidur di sana dengan konsekuensi dapat terbunuh.
Sosok Sayyidina Ali ilmunya sangat dalam. Banyak sekali kata-kata hikmah yang beliau ucapkan. Salah satu adalah “Ilmu itu banyak, tapi ilmu yang paling perlu Anda ketahui adalah ilmu yang tidak menjadi baik kerjaan Anda, kecuali dengan mengetahuinya.”
Kita yang diperbankan bisa mendapatkan banyak ilmu, ilmu ekonomi, agama, kedokteran dan lainnya tapi ilmu yang paling perlu kita ketahui adalah ilmu menyangkut perbankan, karena di sana kewajiban kita untuk bekerja. Tanpa ilmu itu Anda tidak melaksanakan tugas Anda dengan baik.
Ketika ia ditawari jabatan menarik sekali. Setelah Umar gugur ada panitia mencari siapa pejabat, maka terpilih dua calon yaitu Ali dan Utsman. Panitia datang kepada Ali, katanya, “Kami mengusulkan kamu untuk menjadi Amirul Mukminin tetapi dengan syarat kamu harus mengikuti Nabi dan Abu Bakar serta Umar.”
Kata Ali, “Saya berjanji mengikuti Nabi tapi tidak Abu Bakar dan Umar, karena saya khawatir jangan sampai ada persoalan-persoalan baru yang tidak sesuai lagi dengan solusi yang diberikan oleh Abu Bakar dan Umar, maka saya terpaksa memberikan solusi yang lain.” Panitia kemudian pergi kepada Utsman, dan ternyata Utsman menjawab “Saya bersedia.”
Kata Quraish Shihab, apa yang dijawab oleh Ali inilah tuntunan agama. Karena itu, Umar berkata, “Sungguh kehadiran Ali sangat saya butuhkan, mudah-mudahan tidak ada kasus yang saya hadapi tanpa kehadiran Ali.”
Lalu tidak wajarkah orang semacam ini kita cintai? Tidak wajarkah orang semacam ini yang di dibunuh dengan kejam? Tidak wajarkah orang semacam ini dicintai walaupun dengan sikap beliau yang sangat terhormat yang berpesan kepada keluarganya jangan menyiksa pembunuhku, jangan menjatuhkan sanksi kecuali setelah terbukti semua bukti.
Adakah orang yang semacam ini? Orang yang semacam inilah yang ucapannya diabadikan. Salah satu ucapannya yang diabadikan, pesannya kepada gubernurnya di Mesir, “Ketahuilah siapa yang engkau temui, maka dia itu kalau bukan saudaramu seagama, maka dia adalah saudaramu sekemanusiaan.” Lalu masih tidak wajarkah dia dicintai? Tidak wajarkah beliau diteladani?
Sementara itu Sayyidah Fatimah, istri Ali, tidak digenar Ummul Mukminin, melainkan Ummu Abiha. Kenapa demikian? Karena ia meneladani ayahnya luar biasa. Ia mengikuti ayahnya luar biasa. Ayahnya yang rasul itu, ayahnya yang manusia itu ia ikuti dan layani. Lalu bisakah kita menjadi seperti Sayyidah Fatimah? Menjadi ibu dari ayah kita, ibu dari ibu kita?
Suatu ketika ia sangat membutuhkan pembantu karena sudah letih dalam mengurus rumah tangga. Ia datang kepada Nabi meminta agar diberikan pembantu. Apa jawab Nabi, “Saya tidak punya kemampuan untuk itu, tapi saya ajarkan kepadamu, “Wahai anakku! Ketika engkau akan tidur bacalah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Allahu Akbar 34 kali niscaya engkau akan menjalankan tugas rumah tangga dengan enak, bahagia dan tenteram.” Inilah, kata Quraish Shihab, yang dapat kita teladani dari Sayyidah Fatimah.
Nabi sangat mencintai Sayyidah Fatimah. Tetapi Nabi bersabda: “Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, maka dia saya akan potong tangannya.” Tidak ada perbedaan antara anak rasul, presiden, pejabat dengan rakyat jelata biasa. Bahwa penegakan hukum harus ditegakkan untuk semua walaupun terhadap anak rasul. Tidakkah wajar ini kita teladani?
Sayyidina Hasan ra. dalah gambaran cinta Nabi terhadap cucunya, sampai-sampai kalau shalat cucunya datang nunggang di punggungnya sewaktu beliau sujud dan Nabi memperlama sujudnya. Setelah salam sahabat-sahabat bertanya, “Kali ini kamu sujud lama apa ada perubahan?” Kata Nabi, “Tidak! Cucuku sedang menunggangku, aku tidak mau menjadikan dia berhenti dari tunggangannya sebelum dia puas.”
Sungguh itulah cinta pada cucu. Yang penting bahwa, mencintai cucu adalah hal yang wajar. Tetapi, dari pengalaman Nabi dengan Sayyidina Hasan, suatu ketika anak kecil ini yang waktu itu baru berusia sekitar 6-7 tahun, dia mengambil kurma yang merupakan zakat.
Saat itu Nabi melihat bahwa sang anak mengambil sebiji kurma dan memasukkan di mulutnya. Nabi terus pergi kepada sang anak dan mengeluarkan dengan jari-jari beliau kurma yang dimakan itu dan berkata, “Ini tidak boleh wahai cucu.”
Apa sih artinya sebiji kurma? Kalau kita yang memberi zakat pun pasti akan rela, tapi Nabi enggan memberi contoh yang salah. Karena makanan yang haram itu mempengaruhi kepribadian seseorang.
Sama halnya orang yang mau mencuri seringkali minum minuman keras. Kenapa? Karena minuman mempengaruhi jiwanya, makanan yang haram mempengaruhi jiwa. Itu yang kita temukan dari sikap Nabi terhadap Sayyidina Hasan.
Kita temukan bagaimana Sayyidina Hasan bersedia untuk tidak diangkat menjadi pemimpin tertinggi negara demi mendamaikan antara dua kelompok kaum muslimin. Setelah meninggalnya Sayyidina Ali, maka Sayyidina Hasan di daulat untuk menjadi khalifah, tetapi ada Muawiyah yang memerangi Ali.
Kata Sayidina Hasan, “Saya bersedia untuk tidak menjadi khalifah dan menyerahkan kepemimpinan negara kepada Muawiyah dengan syarat dia tidak jadikan sebagai turun-temurun. Sayyidina Hasan mendamaikan. Lalu bisakah kita meneladani sikap keluarga Nabi ini dalam segar urusan demi mendapatkan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
Berbeda dengan Sayyidina Husain ra. perjuangannya menegakkan agama tidak diragukan. Khalil Gibran seorang Libanon berwarga negara Amerika dan penganut Kristen berkata, “Sayidina Husain dengan kegugurannya telah melukis kemuliaan umat manusia melalui darahnya. Makna kegugurannya untuk membela kebenaran, mengorbankan diri dan keluarganya.”
Sedemikian rupa ini adalah contoh bagaimana seharusnya kita memperjuangkan kebenaran. Bagaimana seharusnya kita memperjuangkan nilai-nilai yang kita anut dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bertanah air. Inilah keteladanan kehidupan keluarga Nabi yang mestinya kita berusaha untuk meneladaninya. Wallahu a’lam bisshawab. []
[…] literasi ini merupakan kegiatan yang mengasah otak, katakanlah apabila seseorang sedang membaca sebuah buku atau pun berita otak mereka akan dihadapkan pada sebuah kalimat-kalimat yang sifatnya […]