Ekspresi Umat Menyambut Ramadan

Ramadan telah tiba, ini kedua yang kita menikmati puasa dengan suasana Pandemi Covid-19. Namun, Ramadan tahun ini  tak mencekam seperti tahun lalu. Jika tahun lalu, larangan shalat tarawih hingga pelaksanaan shalat ied. Maka saat ini kita menemukan pelaksanaan ibadah tahun ini lebih longgar, mulai pembukaan kembali masjid hingga aktivitas ekonomi yang mulai bergeliat. Meskipun dengan aturan protokol kesehatan yang masih ketat.

Bulan puasa menjadi bermakna bagi setiap muslim. Ini menjadi kerinduan kita semuanya, untuk menyambutnya di bulan yang suci. Eskpresi umat  ini dilandasi dogmatis hingga esoteris. Keyakinan ini menjadi dorongan untuk melampaui batas-batas diri untuk menuju relung-relung spiritualitas agama agar bisa menangkap seluruh makna yang terkandung dalam setiap perintah yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Oleh karena itu, kerinduan orang-orang beriman dalam menyambut setiap Ramadan merupakan sebagai tingkatan spiritualitas agama sebagai wujud ekspresi tradensi dirinya. Ini seperti diungkapkan oleh Durkheim bahwa keyakinan agama akan mensugesti spiritual seseorang untuk mempercayai ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya dengan diiringi landasan dogmatis.

Ekspresi umat ini bisa dimaknai sebagai refleksi dari keimanan seorang merupakan konstruksi keyakinan terhadap ajaran agamanya yang dipandang suci. Keyakinan pada umumnya, bahwa puasa mayoritas kaum muslim sebagai syarul ijabah, syarul ibadah, syahrul maghfirah dan syarul tarbiyah. Artinya, bahwa Ramadan menjadi bulan yang diyakini sebagai bulan pembelajaran untuk dapat membimbing manusia untuk kembali pada fitrah kemanusiaannya.

Abdul Rasyid Afgan, dalam “Ramadan is the mouth of tolerance and religious unity” telah menyebutkan bahwa tujuan dasar ramadan adalah untuk mengembangkan dan meningkat kesalehan di antara orang-orang beriman. Ajaran dasar agama Islam di bulan Ramadan yakni meningkatkan kesadaran terhadap perlunya persaudaraan dan persatuan umat yang terikat dengan kesatuan ajaran.

Baca Juga:  Lailatul Qodar : Rahasia Besar dan Kesalehan Penerimanya

Perintah dalam Ramadan untuk berbagi sesama manusia merupakan kewajiban yang menjadi pilar dalam Islam. Zakat contoh kongkret ajaran Islam. Setiap insan manusia harus merasakan umat untuk berbagi kepada seluruh lapisan. Ini cara agama bagaimana mensucikan harta dengan meningkatkan kepekaan terhadap sesama.

Ramadan bulan yang datang, ekspresi umat untuk menanamkan kesalehan sosial di antara berbagai lapisan umat manusia. Fakta sosial ini menunjukkan bahwa di bulan Ramadan menghantarkan kepada semuanya umat muslim untuk bersatu tanpa memandang perbedaan, saling memaafkan, saling memberi manfaat dan saling menebar nilai-nilai toleransi, dengan mengharap bahwa derajat keimanan kita meningkat.

Rayan dan Bohlin dalam “Bulding Character in School: Pratical Ways to Bring Moral Instruction to Life”, karakter ini mengandung tiga unsur pokok mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (doing the good). Karakter yang dapat menjadi habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan.

Praktik itu seperti membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah di masjid, melakukan amaliyah berbagi makanan. Dan bentuk praktik yang menciptakan karakter yang positif. Input-nya, kita akan mendapatkan berupa qalbun salim (hati yang sehat), qalbun munib (hati yang kembali, bersih, suci dan dosa, nafsul mutmainah (jiwa yang tenang ), dan aqlus salim ( akal yang sehat).

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bunyinya: “Barang siapa puasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala diampuni baginya dosa-dosa masa lalu dan Barang siapa yang menghidupkan  Lailatul Qadar dengan penuh iman dan muhasabah, dosanya telah akan diampuni”.

Dalam konteks pandemi covid-19 ini, ujian sesungguhnya. Kita bukan ditimpa tetapi ditempa. Kita jadi suasana serba keprihatinan refleksi seorang hamba yang beriman dapat menghantarkan dirinya kepada untuk mencapai derajat ketaqwaan.

Baca Juga:  Kafarat Bagi Orang yang Sengaja Tidak Puasa

Ekspresi dengan menjalani puasa di era pandemi mendorong kita untuk hidup dari serba prihatin. Mulai dari menjaga lisan, memperbanyak amal saleh, berbagi kepada sesama. Ini cara agama mengajarkan kepada umatnya untuk menghadapi segala persoalan dengan ibadah.

Puasa sebagai media pembelajaran itu sesuai apa yang dikembangkan Randal Collin, bahwa ritual akbar di bulan Ramadan merupakan rantai interaksi ritual yang telah berperan mengkonseptualisasikan emosi kaum muslim sebagai energi positif dalam dunia sosial-keagamaan secara kolektif.

Nilai persaudaraan di era pandemi Covid merupakan pemahaman hubungan ritual dari berbagai kehidupan sosial. Ini merupakan bermakna kesadaran setiap individu atau kelompok muslim untuk menguatkan persatuan umat. Puasa bukan hanya bersifat ritualisasi saja tetapi dibalik itu berbicara tentang nilai-nilai, simbol dan perilaku religius yang melibatkan partisipasi komunal dalam hubungan antar umat manusia.

Kita maknai, ekspresi menyambut Ramadan untuk mereduksi konflik yang terjadi sesama kaum muslim atau hubungan antar agama. Keyakinan, harapan ini kita lewati puasa di era pandemi. Saat ini, tiba saatnya kita menyambut Ramadan dengan ekspresi dengan mengerjakan kewajiban puasa tetapi, sekaligus sebagai kebangkitan persaudaraan umat manusia untuk jauh lebih. []

Athoilah Aly Najamudin
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Santri PP. Al-Munawir Krapyak Yogyakarta.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini