Mengolah Jiwa dengan Tirakat Dalailul Khairat

Hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Kiranya itulah kalimat pembuka yang pas untuk pesan pertama dari tulisan ini. Berbicara tentang jiwa tentu sudah lumrah, apalagi jika berkaitan dengan dengan keistikamahan/naik turunnya semangat. Bagi seorang santri, ada beberapa cara untuk mengolah jiwa tersebut agar bisa istikamah semangatnya dalam thalabul ‘ilmi (mencari ilmu) salah satunya dengan tirakat Dalailul Khairat.

Istilah tirakat Dalailul Khairat mungkin sudah tidak asing lagi di telinga para santri. Apalagi santri tulen, yang kesehariannya fokus mengaji dan beraktivitas di dalam pondok tanpa sekolah formal. Kebanyakan mengamalkan tirakat tersebut dengan tujuan agar apa yang dilakukan selama mencari ilmu di pesantren mendapat keberkahan dan dikabulkan hajatnya.

Sebenarnya bukan hanya santri yang sedang menuntut ilmu saja yang mengamalkan tirakat Dalailul Khairat ini. Bahkan para penganut tarekat di nusantara baik itu Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliah, hingga Syattariah banyak yang mengamalkan tirakat ini dengan bimbingan mursyidnya. Biasanya Dalailul Khairat ini dijadikan Hizib keberkahan bagi pengamal suatu Tarekat yang sudah berjalan ratusan tahun.

Dalailul Khairat merupakan sebuah kitab yang berisi wirid berupa kumpulan selawat yang ditujukan kepada baginda Rasulullah SAW. yang disusun oleh Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli (w. 870 H). Kitab Dalailul Khairat disusun oleh Beliau ketika masa thalabul ‘ilmi di Kota Fez. Beliau pernah mengasingkan diri untuk beribadah (Khalwat) selama 14 tahun, setelah itu Beliau mengabdikan diri untuk mendidik para muridnya dan berdakwah di seluruh penjuru Maroko negara kelahirannya.

Selanjutnya, dalam mengamalkan wirid dalam kitab Dalailul Khairat sangat bervariasi tergantung siapa yang memberi ijazah. Ada yang diijazahkan oleh mujiz (pemberi ijazah) dibaca selama 41 hari berturut-turut disertai rutin membaca Al-Quran setiap harinya sampai khatam. Ada juga yang mengamalkan wirid Dalailul Khairat disertai puasa atau sering disebut puasa dalail. Biasanya yang mengamalkan puasa tersebut, berpuasa selama 3 tahun bahkan ada yang lebih. Kembali lagi tinggal siapa mujiz-nya.

Jika dilihat dari sanad pengamalan Dalailul Khairat terutama di tanah jawa, rata-rata sanadnya akan bertemu pada Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi Pacitan (w. 1920 M). Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi pada Kitab Kifayatul Mustafid, “Kitab Dalailul Khairat kami dapatkan dari Syekh Ahmad Muhammad bin Ahmad Ridwan al-Madani, dari Ali bin Yusuf Al-Madani, dari Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Madghari, dari Muhammad bin Ahmad bin Ahmad Al-Matsani, dari Ahmad bin Al-Haaj, dari Abdul Qadir Al-Faasi (w. 1091 H), dari Ahmad Al-Maqqari (w. 1041 H), dari Ahmad bin Abu Al-Abbas Ash-Shama’i, dari Ahmad bin Musa As-Samlali, dari Al-Quthb Abdullah Al-Ghazali Al-Marakisyi, dari Abdul Aziz At-Tabba’ (w. 914 H), dari pengarang kitab ini, Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli (w. 870 H).”

Baca Juga:  Kiai Irfan Bin Musa dan Tradisi Pesentren Salaf di Kaliwungu

Beberapa pesantren yang mengamalkan Dalailul Khairat di Jawa Timur diantaranya adalah PP Lirboyo Kediri lewat jalur KH. Abdul Karim (w. 1954 M), KH. Marzuqi Dahlan (w. 1975 M), KH. Mahrus Aly (w. 1985 M). Ketiga Kiai Lirboyo ini memiliki sanad Dalail Khairat dari jalur Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi. PP Al-Falah Ploso Kediri lewat jalur KH. Ahmad Djazuli Utsman yang sanadnya juga bertemu pada Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi. PP Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda Malang lewat jalur KH. Achmad Masduqie Mahfudz (w. 2014 M), di sana kitab Dalail Khairat dijadikan selawat dan sebagai amalan wajib tiap harinya. Sanadnya berasal dari KH. Ali Maksum (w. 1989 M) Krapyak dari jalur Syekh Mahfudz At-Tarmasi.

Ada juga PP Fathul ‘Ulum Kwagean Kediri yang setiap tahun mengadakan ijazah kubro. Adapun mujiznya adalah KH. Abdul Hanan Ma’shum yang memiliki silsilah dan sanad Dalailul Khairat dari berbagai jalur. Silsilah Dalailul Khairat KH. Abdul Hanan Ma’shum dari Syekh Ahmadi Al-Hajj bin Syairazi Al-Hajj, dari Syekh Yasin Padang Al-Hajj, dari Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad Amin Ridwan Makkah, dari Sayyid Amin bin Ahmad bin Ridwan Madinah, dari Syekh Muhammad bin Ibrahim Hudhairi Ad-Dimyati, dari Syekh Muhammad Shalih bin Khoirullah Ar-Radhwi Al-Bukhori Madinah, dari Syekh Rafi’uddin bin Syamsul ‘Umri Al-Qandhahari, dari Syekh Muhammad bin Muhammad bin Abdul Maghribi, dari Sayyid Abdurrahman bin Ahmad Asy-Syahiri. Dan silsilah yang lain dari Syekh Ahmad Al-Mahallalati Syam, dari Syekh ‘Abbas bin Ja’far bin ‘Abbas bin Muhammad Shiddiq Makkah, dari Syekh Yahya bin ‘Abbas bin Muhammad Shiddiq Makkah, dari Syekh Abdul Malik bin Abdul Mun’im Al-Qal’i, dari Syekh Abdul Qadir bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, dar Syekh Ahmad bin Muhammad An-Nahli Al-Makki, dari Sayyid Abdurrahman bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-Hasani Al-Maghzali Al-Maknasi Makkah, dari Sayyid Ahmad, dari Sayyid Muhammad, dari Sayyid Ahmad Al-Kannasi, dari Syekh Muhammad bin Abi Bakar bin Sulaiman Al-Jazuli (Muallif)

Kemudian sanad Dalailul Khairat KH. Abdul Hanan Ma’shum dari Syekh Muslih bin Abdurrahman Ad-Damawi As-Samarani, dari Syekh Muhammad bin Muhammad Saqrun Madinah, dari Syekh Yusuf malik Al-Basali, dari Sayyid Muhammad bin Sayyid Ahmad Al-Madghari, dari Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Ahmad Al-Matsani, dari Sayyid Ahmad bin Al-Hajj, dari Sayyid Ahmad Al-Muqri, dari Sayyid Abdul Qadir Al-Fasi, dari Sayyid Ahmad bin ‘Abbas Ash-Sham’i, dari Samlali, dari Sayyid Abdul Aziz At-Tiba’i, dari Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli (Muallif). Dan sanad yang lain dari KH. Marzuqi Lirboyo Kediri.

Baca Juga:  Ijazah Kerasan Mondok

Di Jawa Tengah ada PP Darul Falah Kudus, diijazahkan oleh KH. Ahmad Badawi Basyir lewat jalur KH. Ahmad Basyir Jekulo (w. 2014 M) mendapat ijazah dari  Kiai Muhammadun Pondowan, dari Syekh Yasin Jekulo (w. 1953 M) pengasuh Pondok Al-Qoumaniyah, dari Syekh Muhammad Amir bin Idris bin Ahmad Salih Al-Syarbuni Pekalongan, dari Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi.

Wirid Dalailul Khairat yang dijadikan tirakat di pondok tersebut dihimpun dalam sebuah kitab karangan Mbah Basyir (KH. Ahmad Basyir Jekulo) yang berjudul Nailul Masarrat. Kitab ini dikarang sebagai bentuk mengharap limpahan berkah dan penghormatan yang kemudian dimintakan tashih kepada tiga ulama pentashih yang memiliki keilmuan yang mulia. Ketiganya berasal dari Pekalongan. Beliau bertiga adalah KH. Idris bin Amir Simbang Kulon (Putra Syekh Muhammad Amir bin Idris Sekretaris Pribadi Syekh Mahfudz At-Tarmasi Ketika bermukim di Makkah), Al-Habib Ahmad bin Ali bin Ahmad al-Atthas Sapuro, dan Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya (Beliau adalah Mursyid Thariqah Syadziliyah).

Dan masih banyak lagi pondok pesantren dan jam’iyyah tarekat yang mengamalkan tirakat Dalailul Khairat bagi santri-santrinya.

Sudah dijelaskan di atas bahwa dalam mengamalkan tirakat Dalailul Khairat itu bervariasi caranya tergantung Mujiz dan keadaan/kemampuan pengamalnya. Ada yang hanya membaca kitab Dalailul Khairat saja, ada juga yang disertai puasa bertahun-tahun kecuali hari yang diharamkan berpuasa. Yang kesemuanya itu dalam rangka mengolah jiwa agar menjadi lebih baik dan lebih baik.

Tirakat Dalailul Khairat itu ibarat “Kawah Candradimuka”, wadah penempaan diri agar menjadi manusia-manusia yang berkualitas. Sama halnya tirakat tersebut, dalam penempaannya tidaklah mudah, butuh keuletan, istikamah, dan sabar. Gatotkaca dalam tokoh pewayangan yang ditempa di Kawah Candradimuka oleh Batara Empu Anggajali juga mengalami hal serupa, menjalani penempaan yang luar biasa demi mengolah jiwa raganya. Sehingga selepas lulus dari Kawah Candradimuka, Gatotkaca memiliki keistimewaan berupa otot kawat tulang besi dan pribadi yang disegani.

Baca Juga:  Santri, Keberagaman dan Persatuan

Oleh karena itu, tirakat Dalailul Khairat menjadi sebuah wadah belajar untuk membersihkan diri dan jiwa. Santri dan penganut tarekat akan mendapatkan pendidikan batin yang penuh. Jika mengamalkannya disertai puasa, maka badannya berpuasa sedangkan lisan dan hatinya berzikir serta berselawat. Tirakat ini menjadi amalan yang kompleks untuk mengekang syahwat dan godaan duniawi. Setelah menjalankan tirakat ini santri maupun penganut tarekat akan terbiasa hidup teratur dan peduli terhadap sosial. Karena ketika proses tirakat mereka terbiasa berpuasa setiap hari dan terlebih biasa hidup toleransi dan sinergis antara individu.

Terakhir, tirakat Dalailul Khairat ini memang memiliki beberapa keutamaan diantaranya adalah cepatnya terkabul hajat yang diinginkan oleh para pengamalnya. Sewaktu-waktu menginginkan suatu hal, mudah sekali keinginan tersebut terkabul. Namun meski begitu, seyogyanya pengamal Dalailul Khairat dalam mengamalkan tirakat (wirid dan puasa) ini bertujuan murni mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah). Dengan harapan apa yang diamalkan benar-benar ikhlas mengharap Rida-Nya. Wallahu A’lam Bish-Shawwab. [HW]

Haris Wahyu Utomo
Santri Alumni PP Darul Huda Mayak Ponorogo, Alumnus S1 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Mahasiswa S2 IAIN Ponorogo, dan Pengajar di PP Thoriqul Huda Kandangan Madiun.

    Rekomendasi

    5 Comments

    1. Tentang tirakat. saya kagum kepada orang yang mampu berpuasa dalail , puasa berturut turut hingga 3 tahun lamanya. Tapi saya sangat heran kepada kakak ipaar saya almarhum yang setiap haari dia berpuasa hingga lamanya 20 tahun. dia punya keinginan meninggal dalamkeadaan puasa dan terkabul. Ibu mertua saya juga puasa terus pasca meninggalnya suaminya., di tahun 2007. kondisi ibu saya di usianya yang 90 an lebih boleh dibilang sehat. Beliau mampu menyapu halaman yang begitu luas, maklum kami tinggal di desa. Nah, apa karena puasanya yang terus menerus itu ya menjadikan ibu mertua saya dan kakak ipar saya itu sehat? kakak saya meninggal dalam kecelakaan sehabis menghadiri pengajian, persis kecelakaaan di depan mesjid dimana dia ngaji.

    2. […] Madrasah Diniyah (sebagian pesantren sudah menjadi sekolah formal), ngaji rutin, roan, khataman, tirakatan, dll. Belajar agama mulai yang paling dasar hingga paling tinggi. Belajar gramatikal bahasa Arab […]

    3. […] satu tahun dan bacaan yang diamalkan adalah al-Qur’an satu juz per hari (one day one juz). Kedua, dalail khairat yaitu dengan berpuasa selama tiga tahun dengan wiridannya adalah sholawat dalail yang disusun […]

    4. Bagaimana cara puasa dalail utk perempuan?

      1. Untuk kaifiyah/tata cara puasa dalail bisa meminta ijazah di pesantren-pesantren yang mengamalkannya, contohnya seperti pesantren yang tertera di artikel karena sudah bersanad. Terima kasih.

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah