Jouska, Penasihat Keuangan dan Ketakutan Milenial

Suatu hari, saya pulang ke kampung halaman. Saat berbincang dengan ibu, saya iseng bertanya apakah biaya melahirkan saya dan adik dulu mencapai 80 juta. Beliau hanya tertawa dan menganggap saya ngawur, mana mungkin ada uang segitu banyak wong gaji bapak saja hanya sekian ratus ribu, begitu tutur ibu saya.

Andai biaya di atas benar adanya, saya tak bisa bayangkan berapa berat urusan keuangan keluarga. Belum lagi tetek bengek lainnya seperti biaya pendidikan, sandang, kesehatan hingga tempat tinggal. Bisa jadi, segala urusan tersebut membuat pernikahan menjadi mengerikan bagi sebagian orang, apalagi bagi kaum milenial.

Bila hal di atas termasuk menakutkan bagi milenial, ketakutan finansial lain ikutan diproduksi untuk kaum milenial seperti kaum milenial diramalkan sulit punya rumah, diramalkan sulit pensiun dengan uang yang cukup, dan masih banyak lagi. Alih-alih mengingatkan pentingnya investasi, perusahaan keuangan macam Jouska misalnya, malah menyebar ketakutan tentang masa depan, khususnya kepada milenial.

Imbas dari ketakutan itu membuat kaum milenial berduyun-duyun ikut investasi tanpa tahu sama sekali tentang investasi. Ternyata, tujuan kumpulan ketakutan yang ada adalah untuk mengeruk pundi-pundi calon nasabah yang buta tentang investasi agar masuk ke dompet lembaga keuangan ini. Nasabah diingatkan (baca: ditakuti) tentang masalah keuangan yang bila tak dikelola dengan baik membuat keuangan nasabah terganggu. Mereka datang laksana lentera yang menerangi masa depan keuangan nasabah. Namun apa daya, perusahaan keuangan itu malah jadi benalu bagi nasabahnya.

Kasus Jouska sedang hangat saat ini. Dilansir dari medcom.id, Jouska diduga telah bertindak sebagai perusahaan penasihat keuangan, sekuritas, dan manajer investasi tanpa izin. Laporan CNBC menyebutkan bahwa tak tanggung-tanggung, Satgas Waspada Investasi mencatat setidaknya ada 80 laporan terkait Jouska dan kerugian yang diderita nasabah mencapai puluhan juta rupiah. Terlebih, izin Jouska adalah aktivitas konsultasi manajemen, jasa keuangan, bukan asuransi dan dana pensiun, serta jasa keuangan lainnya, seperti dilansir dari CNN.

Baca Juga:  Ketakutan Generasi Milenial

Dengan demikian, pantas kiranya dikatakan lancang kalau mengelola uang nasabah karena layanan lembaga di atas adalah konsultasi, bukan eksekusi. Hal demikian sudah tidak termasuk etika perilaku seorang financial advisor. Perilaku yang mengingatkan saya akan perilaku Jordan Belfort yang diperankan oleh Leonardo DiCaprio dalam film The Wolf of Wall Street. Ia mencari nasabah, meyakinkan nasabah agar mau berinvestasi pada saham yang telah ia sarankan meski saham itu dari perusahaan tidak jelas, lalu ia keruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memberikan laporan balik kepada nasabah tentang untung rugi sahamnya. Yang ia tahu hanya bagaimana mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya dari uang nasabah tanpa repot memberi analisis keuangan.

Saya tidak katakan semua produk investasi bakal berakhir seperti itu, namun seringkali terdengar kasus-kasus serupa. Apa Jouska tak belajar dari kasus Jiwasraya? Jiwasraya, perusahaan BUMN yang menjadi salah satu sponsor tim sepak bola Liga Premier Inggris Manchester City saja dinyatakan gagal bayar terhadap nasabahnya, apalagi level Jouska yang baru naik daun.

Kasus Jouska dan Jiwasraya harusnya menjadi tamparan bagi pelaku industri investasi, khususnya asuransi. Ditambah dengan kian masifnya perkembangan fintech, sektor industri investasi harus diatur dengan sistem pengelolaan yang jelas. Bukannya menjadi solusi keuangan untuk masa depan, industri ini malah membunuh masa depan khalayak bila tak dikelola dengan baik.

Kepada orang-orang yang masih ingin berinvestasi, marilah perbanyak membaca ketentuan-ketentuan dari tiap produk investasi yang menjadi incaran. Bisa jadi kerugian dalam investasi tidak disebabkan oleh pelaku industrinya, namun karena nasabah “asal tanda tangan” tanpa membaca dokumen-dokumen investasinya. Jangan sampai terlihat bodoh saat menuntut kerugian hanya karena tidak membaca dan asal memberi tanda tangan. Wallahu a’lam. [HW]

Hanif Nanda Zakaria
Penulis Buku "Bang Ojol Menulis" Alumnus Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini