Pada dasarnya agama islam telah mengajarkan manusia agar menjadi hamba yang taat pada tuhannya (‘ibadatullah) serta seseorang yang mampu mengelola bumi seisinya (imarotul ardli) sebagaimana telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan juga para pengikutnya. Bermula dari misi dakwah untuk mengenalkan manusia kepada tuhannya, agar melakukan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya demi tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akhirat inilah pesantren lahir.

Secara umum pendidikan pesantren telah meliputi semua aspek ilmiah maupun amaliah (afektif, kognitif dan psikomotorik) dan juga adanya keseimbangan antara aspek jasad, akal dan roh. Pendidikan di pesantren diorientasikan untuk menyiapkan kader-kader yang tafaaqquh fiddin dan juga tafaqquh fi masholihil kholqi. Sehingga anak didik pesantren merupakan seorang yang memiliki kepribadian yang unggul, memiliki daya intelektual dan berkiprah secara nyata di berbagai bidang di tengah-tengah masyarakat.

Hasil didikan dari pesantren telah teruji oleh sejarah dimana kiai berperan sebagai pengurai problem ditengah masyarakat (problem solving) mulai dari hal kecil sampai hal besar. Hal ini tidaklah mengherankan karena sejak di pesantren santri sudah dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing dan pesantren tiada lain merupakan miniatur daripada masyarakat itu sendiri. Sehingga santri tidak gagap saat nantinya harus terjun ditengah masyarakat. Namun demikian pengakuan negara terhadap lulusan dari pesantren belumlah lama adanya.
Pengakuan dari negara bukanlah hal yang pokok, hanya saja dengan adanya pengakuan ini lulusan dari pesantren memiliki ruang lingkup yang lebih luas untuk mengembangkan potensi dirinya dan juga untuk mengabdi di berbagai bidang. Karena memang beberapa bidang tertentu mensyaratkan adanya pengakuan dari negara. Dalam perkembangannya adanya muadalah, Pendidikan diniah format dan juga Ma’had Aly merupakan wujud nyata pengakuan negara terhadap lembaga pendidikan pesantren.

Baca Juga:  UU TPKS: Sarana Menghanguskan Kekerasan di Lingkup Pesantren

Adanya pengakuan dari negara memiliki beberapa dampak diantaranya adalah diterimanya ijazah pesantren untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, adanya dana bantuan dari pemerintah dan sejenisnya. Disamping itu ada dampak yang lain yakni pimpinan pesantren yang tadinya memiliki kewenangan penuh atas pengelolaan pesantrennya, sekarang diharuskan untuk menyesuaikan dengan ketentuan administratif dari negara dan perlahan dituntut untuk melakukan penyesuaian dengan standar pendidikan nasional.

Pesantren sejak berdirinya telah berperan secara nyata dalam mengupayakan kesejahteraan kehidupan manusia di dunianya. Hal ini dilakukan tiada lain sebagai perantara untuk mewujudkan kesejahteraan di akhirat kelak, karena untuk mencapai akhirat manusia hanya diberi satu jalan yakni dunia. Dari masa ke masa pesantren terus berkembang dan selalu menemukan relevansinya ditengah masyarakat. Namun yang perlu dicatat adalah perubahan yang ada tidak lantas mencerabut akar yang sudah ada.

Dalam konteks bernegara, pesantren sebagai bagian integral dari NKRI akan selalu siap untuk berperan aktif serta siap untuk bekerjasama dengan pihak manapun yang memiliki kehendak dan tujuan yang sama yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, sebagaimana telah dirumuskan dalam pembukaan UUD 45. Dan sudah barang tentu dalam melakukan upaya ini pesantren tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip keilmuan yang telah dibangun oleh para ulama terdahulu yang bersumber dari nabi Muhammad SAW. [HW]

A Munib Sodiq
Santri Ma'had Aly li Ushul al Fiqh Pesantren Maslakul Huda sekaligus Ketua Dema Amali ( Dewan Mahasantri Asosiasi Ma'had Aly Indonesia)

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini