Opini

Peluang dan Tantangan Pendidikan di Era Covid-19

glints

“Di balik ada tantangan berat pendidikan di Era Covid-19, pasti ada peluang dan kesempatan untuk munculkan solusi yang terbaik, sepanjang kita mampu menggunakan potensi kreatif kita” – Rochmat Wahab

Bulan Maret 2020 akan dikenang sepanjang masa oleh masyarakat pendidikan sebagai bulan yang hampir semua sekolah di dunia ditutup pintunya. Tidak ada aktivitas di sekolah dan di kampus. Yang karena pandemi, tanggal 1 Maret 2020 baru ada 6 negara melakukan penutupan sekolah atau kampus dan 185 negara yang hampir 90 persen siswa atau mahasiswa sedunia. Kecepatan penutupan sekolah dan kampus, dan merubah aktivitas pendidikan ke pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran online hanya tersedia waktu yang relatif pendek untuk persiapan. Kondisi riil inilah yang dirasakan dan diduga dapat menimbulkan tantangan untuk diselesaikan dan kesempatan untuk dapat dimanfaatkan.

Begitu cepatnya perubahan wabah Covid-19 dari Endemi hingga memenuhi syarat menjadi Pandemi, wabah yang mendunia, Semua negara, tanpa terkecuali pemerintahan Indonesia, telah merumuskan kebijakan nasional untuk menghadapi pandemi. Sejalan dengan itu Kemdikbud yang cakupan garapannya seluruh anak Indonesia, sangat berkepentingan membuat penyesuaian kebijakannya di tahun 2020. Baik kebijakan pendidikan yang terkait dengan tindakan pencegahan maupun kebijakan pendidikan dalam masa darurat untuk semua jenjang pendidikan.

Dalam kaitannya dengan itu, Mendikbud mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pencegahan COVID-19 pada Satuan Pendidikan tertanggal 9 Maret 2020 dan SE 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19 tertanggal 24 Maret 2030 yang isinya, di antaranya; (1) Ujian Nasional (UN), (2) Proses Belajar dari Rumah, (3) Ujian Sekolah, (4) Kenaikan Kelas, (5) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan (6) Dana Bantuan Operasional Sekolah atau Bantuan Operasionai Pendidikan. Karena kebijakan yang dipilih adalah Social and Physical Distancing, maka pembelajaran daring menjadi pilihannya. Mengingat kesediaan infrastruktur dan hardware masih terbatas, di samping keterampilan guru dan siswa di bidang IT, maka efektivitas pembelajaran masih belum bisa membanggakan.

Baca Juga:  Covid-19 dan Keutuhan Keluarga

Di samping itu dikeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tanggal 17 Maret 2020 tentang “Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19”. Berkenaan dengan hal ini, Dirjen Dikti menyampaikan sejumlah hal terkait dengan (1) Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan, (2) Praktikum laboratorium dan praktik lapangan, (3) Penelitian tugas akhir, (4) Periode penyelenggaraan kegiatan pembelajaran semester genap 2019/2020 pada seluruh jenjang program pendidikan, dan (5) Persiapan pelaksanaan (1) sd (4) dikoordinasikan dengan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi setempat.

Dibandingkan dengan pendidikan dasar dan menengah, perubahan modus pembelajaran di Perguruan Tinggi relatif sudah bisa berjalan, walaupun masih jauh dari ideal. Manajemen telah berusaha melakukan penyesuaian, demikian pula dosen. Pengembangannya sepenuhnya disetahkan kepada perguruan tinggi masing-masing.

Berdasarkan kondisi, penyediaan fasilitas/infrastruktur dan hardware, kecakapan guru/dosen dan siswa/mahasiswa, serta upaya-upaya yang dilakukan, maka dapat diidentifikasi tantangan dan kesempatan . Adapun tantangannya yang dapat dijelaskan berikutnya. Pertama, pembelajaran jarak jauh kasih belum berjalan dengan baik. Perubahan yang cepat belum segera dipenuhi dengan ketersediaan infrastruktur yang masih terbatas, terkait hardware, materi pembelajaran, dan bahan-bahan pendukungnya.

Kedua, semua pendidik akan terbenani dengan tugas yang banyak dan tidak terbantu untuk menyelesaikan tugas barunya, sehingga pekerjaan tidak terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan oleh perubahan modus belajar yang terjadi secara mendadak. Ketiga, perlindungan dan keamanan anak semakin berat, karena Satpam tidak bisa melakukan pengawasan semua anak ketika mereka aktif di pembelajaran online. Mana anak yang melakukan dengan benar dalam penggunaan internet dan mana yang melakukan ppenyimpangan, sulit ditemukan. Apalagi Satpam tidak selalu bisa akses ke rumah siswa.

Keempat, penutupan sekolah atau kampus akan memperluas kesenjangan. Pada saat sebelum musibah, memang ada siswa atau mahasiswa yang sudah memiliki hardware tapi ada juga belum. Supaya siswa/mahasiswa bisa mengikuti pembelajaran online secara sama, sekolah atau kampus menyediakannya. Kini siswa dan mahasiswa sudah di rumah masing-masing yang diduga memiliki fasilitas yang berbeda satu sama lain. Kondisi inilah yang bisa mengakibatkan kesenjangan semakin kuat.

Baca Juga:  Covid19, Nafs dan Nafas; Perspektif Kolaboratif antara Medis dan Maqosidul Syariat

Kelima, miskin pengalaman di bidang teknologi mutakhir selama musim pandemi mendorong bekerja keras untuk menggunakan teknologi mutakhir, Kita tahu bahwa banyak siswa atau mahasiswa selama masa pandemi ini memiliki pengalaman terbatas dalam menggunakan teknologi mutakhir karena belum terbiasa menggunakannya, Di era pandemi ini yang terpaksa menggunakan teknologi mutaakhir untuk pelaksanaan tes ternyata cukup memberatkan dan merugikan, sehingga mengakibatkan siswa dan mahasiswa yang belum sepenuhnya menguasai teknologi mutakhir merasa dirugikan.

Selanjutnya dengan memperhatikan kondisi dan potensi yang dimiliki bangsa kita, di balik pandemi Covid-19, maka untuk memajukan pendidikan yang bisa menyiapkan SDM yang siap bersaing di masa depan, kita dapat identifikasi peluang dan kesempatan yang ada. Pertama, pendekatan blended learning bisa dicoba, diuji, dan digunakan secara terus menerus. Kita tahu bahwa gaya belajar yang lebih mengikutsertakan, sehingga bisa lebih interaktif dan belajar dengan tatap muka itu jauh lebih baik daripada belajar melalui online saja. Oleh karena itu untuk bisa mendapat pembelajaran yang lebih efektif, perlu digabungkan antara belajar tatap muka dan online dengan proporsi sesuai dengan sifat mata mata pelajaran/matakuliah.

Kedua, guru dan sekolah akan menerima respek, apresiasi dan dukungan terhadap perannya yang penting di masyarakat. Kita menyadari bahwa sekolah bukanlah sekedar bangunan tempat untuk belajar. Bahkan posisi guru ternyata tidak semudah itu bisa digantikan. Bahkan di sekolah anak bisa mendapatkan kesempatan menggunakan pakaian yang menjadi kebanggaan, mendapatkan layanan kesehatan mental (jika memerlukan), dan mendapatkan sedikit makan bergizi, jika ada dan bagi yang kehidupan di rumahnya di bawah rata-rata.

Ketiga, materi pembelajaran yang bermutu akan lebih baik dijaga dan digunakan secara luas. Para pendidik melihat para pendidik lainnya sebagai sumber yang sama baiknya untuk membatu menciptakan pembelajaran online yang berkualitas tinggi. Materi yang berkualitas bisa diakses secara terbuka oleh guru, siswa dan orangtua. Belakangan, khususnya di era pandemi, kita dengar bahwa sejumlah perguruan tinggi berkualitas dari luar negeri menyiapkan materi gang bisa diakses secara gratis.

Baca Juga:  Al-Ghazali, Orientalis dan Perkembangan Pengetahuan

Keempat, Kolaborasi guru akan tumbuh dan membantu memperbaiki belajar. Yang kita harapkan untuk keluar dari krisis, dapat kita upayakan dengan berkolaborasi dan bekerjasama. Kita bisa bangun komunitas online, sharing persoalan kita, sharing pengalaman kita, kita bisa saling berkontribusi ide, lebih utama lagi jika bisa suguhkan best practice kepada kolega.

Kelima, Krisis ini akan bisa membantu kita untuk bekerjasama dengam lintas batas. Bisa tingkat kabupaten, tingkat Propinsi, bisa tingkat Nasional, dan bisa tingkat ASEAN, dan bisa tingkat benua. Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, kita bisa tumbuhkan sikap empati. Terutama bidang kita, sektor pendidikan bisa menyatukan antar negara dan benua. Tapi tidak semudah di sektor politik dan ekonomi, misalnya. Karena pendidikan lebih bisa mengedepankan rasa humanis.

Demikian kondisi realitas, bahwa kehadiran pandemi tahun 2020 membawa perubahan tatanan dunia. Sudah menjadi sunnatulah bahwa dunia ini dinamis, bahkan di akhir-akhir perubahan kehidupan manusia dan lingkunganya sangat dahsyat. Manusia di samping sebagai objek sekaligus menjadi subjek.

Dunia pada prakteknya sudah tidak batas secara nyata. Semua sudah saling terkoneksi baik yang nyata maupun yang samar. Peribaha peradaban tidak bisa dihindari. Yang jelas tantangan hidup kini harus dihadapi untuk survive. Juga kesempatan yang ada harus bisa dimanaj untuk bisa menjadikan kompeten dam kompetitif, dengan tetap mengedepankan kehidupan yan kolaboratif. Semoga!

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] dengan layanan pendidikan jalur pendidikan formal dapat diidentifikasi persoalannya berdasarkan jenjangnya. Variasi […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini