Menolak Faham Radikalisme dalam Hadis Nabi

Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di dunia sangat rawan disusupi oleh faham radikalisme. Kelompok radikalisme bagaikan rombongan gelap yang menyusup dengan sangat rapi ke dalam masyarakat kita. Dengan dalih dakwah ataupun gerakan bantuan sosial, mereka dapat mengeruk pundi-pundi uang yang pada akhirnya digunakan untuk aksi teror dan serangkaian serangan terhadap non muslim maupun instansi negara.

Perlu diketahui bahwa sistem pemerintahan demokrasi yang telah disepakati oleh rakyat Indonesia dianggap sebagai sistem thoghut yang wajid diperangi menurut golongan radikalisme. Dengan kedok seruan agama, mereka mengobarkan gerakan teror yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

Diantara dalil mereka untuk mendoktrin kaum milenial yang harus kita waspadai adalah

عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله.

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mau bersaksi bahwa, tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mereka mau menjalankan sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah menjalankannya (ajaran agama islam) maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku kecuali sebab perkara yang hak menurut islam. Kelak, pertanggungjawaban amal mereka di hadapan Allah”. (HR. Bukhari)

Kaum radikal mengambil dalil hadis ini untuk memerangi orang-orang non muslim bahkan pemerintah yang mereka anggap rezim kafir. Perlu disini, kita menyanggah mereka dengan landasan argumentasi serta pendapat ulama mengenai hadis diatas.

Pertama, hadis diatas adalah hadis yang bermakna umum dan butuh ditelisik lagi siapa yang dimaksud dengan “manusia” dalam redaksi “aku diperintahkan untuk memerangi manusia”. Seandainya yang dimaksud manusia adalah seluruh non-muslim, niscaya Rasulullah tidak akan hidup damai bersama orang yahudi dan nasrani di kota Madinah. Padahal, Rasulullah mengajak seluruh penduduk kota Madinah yang muslim maupun non-muslim untuk mempertahankan kota Madinah di tengah gempuran kafir quraisy pada perang khandaq.

Realitanya, yang dimaksud hadis di atas adalah perintah memerangi orang-orang musyrik arab yang telah memerangi umat islam, mengkhianati perjanjian damai dengan umat islam, serta mengusir umat islam dari kota Makkah.

Baca Juga:  Meneladani Kompetensi Pedagogik Religius Rasulullah SAW

Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani

 يكون من العام الذي أريد به الخاص فيكون المراد بالناس في قوله أقاتل الناس أي المشركين من غير أهل الكتاب ويدل عليه رواية النسائي بلفظ أمرت أن أقاتل المشركين

Redaksi Hadis ini ditunjukkan secara general (umum) padahal yang dimaksudkan adalah kelompok tertentu. Maka, yang dimaksud dengan “manusia” pada redaksi hadis “aku diperintahkan memerangi manusia” adalah  orang-orang musyrik bukan orang-orang ahli kitab (yahudi dan nasrani). Hal ini ditunjukkan dengan redaksi pada riwayat imam an-Nasa’I dengan lafadz “aku diperintahkan memerangi orang musyrik” (kitab Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari karya Ibnu Hajar al-Asqalani vol.1 hal.77 cetakan Dar al-Ma’rifah Beirut Lebanon tahun 2006)

Metode argumentasi yang dipakai oleh Ibnu Hajar disini adalah mengambil hadis yang bermuatan sama akan tetapi ditujukan kepada kelompok yang lebih khusus. Metode ini termasuk tafsir al-hadits bil hadits yaitu menafsiri sebuah hadis yang sulit difahami maknanya dengan mengambil redaksi hadis yang bermuatan sama tetapi lebih mudah difahami.

Mari kita lihat redaksi hadis riwayat imam an-Nasa’I yang memuat redaksi yang hampir sama

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ فَإِذَا شَهِدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَصَلَّوْا صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلُوا قِبْلَتَنَا وَأَكَلُوا ذَبَائِحَنَا فَقَدْ حَرُمَتْ عَلَيْنَا دِمَاؤُهُمْ وَأَمْوَالُهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda “Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang musyrik sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Apabila mereka telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, mereka menjalankan sholat dan menghadap kiblat sebagaimana kita, mereka memakan sesembelihan kita. Maka, diharamkan darah dan harta mereka kecuali atas sebab yang benar” (HR.An-Nasa’I)

Baca Juga:  Menghadapi Radikalisme Agama di Negara Hukum

Peperangan yang ditujukan kepada orang musyrik bukanlah tanpa sebab. Akan tetapi, tujuannya adalah untuk membela agama islam dari serangan orang musyrik arab yang ingin melenyapkan agama islam dari muka bumi.

Kedua, secara kenyataannya Allah menyuruh kita untuk berbuat baik kepada non-muslim yang berkomitmen untuk hidup damai bersama kita. Sebagaimana dalam ayat al-Qur’an

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Qs. Al-Mumtahanah ayat 8)

Dalam ayat ini, Allah menyuruh kita berbuat kebaikan kepada non-muslim karena Allah mencintai setiap kebaikan yang dilakukan hamba-Nya.

Dalam ayat yang lain, Allah juga melarang Rasulullah berdakwah dengan kekerasan. Karena dakwah dengan kekerasan tidak akan menumbuhkan rasa simpati dari pengikutnya. Bahkan mereka (orang awam) akan lari tunggang-langgang dari dakwah bila disampaikan dengan kekerasan sebagaimana yang diserukan oleh kaum radikal.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berbuat kasar dan berhati keras, tentunya mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu..” (Qs. Ali Imran ayat 159)

Dalam ayat ini, Allah menyuruh kita untuk berdakwah dengan lemah lembut sebagaimana dakwah wali songo di tanah jawa yang telah lama kita kenal.

Ketiga, secara bahasa redaksi dalam hadis ini memakai lafadz Uqaatila (أقاتل) yang mengikuti wazan tsulatsi mazid berbentuk Faa’ala yang berarti memiliki makna adanya suatu perbuatan sebagai imbas dari perbuatan yang sama. Bukan berarti, perang yang dilakukan nabi adalah sebatas bentuk intimidasi serta teror terhadap orang-orang musyrik.

Baca Juga:  Leaders Eat Last

Makna yang dibawa dalam hadis ini adalah saling memerangi dimana perang yang diserukan oleh Rasulullah adalah imbas dari peperangan yang dikobarkan oleh orang-orang musyrik ‘arab. Sebagaimana terjadinya perang badar juga perang Uhud sebagai bentuk membela agama Islam dari serangan orang-orang musyrik Arab. []

Muhammad Tholhah al Fayyadl
Mahasiswa Jurusan Ushuluddin Univ. Al-Azhar Kairo, dan Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri Jatim

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini