Hikmah

Kebebasan Beragama menurut Islam

Prinsip kebebasan beragama terkadang banyak disalah artikan sebagai peluang untuk mencampuradukan semua ajaran agama atau bahkan sampai menyamakan semua agama.

Kebebasan dalam memilih keyakinan merupakan hak bagi seluruh manusia. Agama adalah sesuatu hal yang suci yang menjadi pijakan seluruh manusia untuk menuju Tuhannya, karena Tuhan mengakui hak manusia untuk memilih sendiri jalan hidupnya.

Dalam pandangan Islam, salah satu anugrah yang diturunkan Allah SWT kepada manusia adalah kebebasan untuk memilih agama yang berdasarkan dari keyakinannya sendiri. Hal inilah yang menjadi manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Namun Allah SWT memberikan amanah besar kepada utusan-Nya yang mulia Nabi Muhammad Saw untuk mengajak kepada seluruh manusia agar mengkuti risalah-Nya, yaitu Agama Islam, jalan yang lurus menuju keselamatan dunia dan akhirat.

 

Salah satu ajaran dalam Islam tentang kebabasan bergama adalah, prinsip la ikhrha fi ad Din, yaitu tidak ada pemaksaan dalam menganut agama,dimana termaktub dalam QS, Al Baqarah 2: 256. Dan ayat ini menegaskan bahwa semua tindakan dalam bentuk pemaksaan untuk memilih satu agama jelas tidak dibenarkan menurut Islam. Jika saja pemaksaan itu dibolehkan maka tentu Allah SWT akan tegas memerintahkan Rasul-Nya untuk melakukan tindak tersebut.

Kebebasan beragama dalam Perspektif Al-Qur’an

Penjelasan terhadap kebebasan beragama Islam terdapat dalam ayat ayat Al-Qur’an dengan prinsip yang agung dan seraya menjungjung tinggi hak hak umat manusia, Islam sangat menghormati kebebasan dan Islam sangat tegas mengajarkan untuk menghormati setiap pilihan yang di miliki oleh siapapun. Hal ini di jabarkan di dalam QS Albaqoroh : 256.

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Pada mulanya ayat ini di turunkan dengan sebab yang begitu menyentuh bagi semua umat Islam, diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Nasa’i, dan Ibnu Jarir, dimana ada seeorang lelaki bernama Abu al Husain dari keluarga Bani Salim Ibnu ‘Auf al-Ansari mempunyai dua orang anak laki-laki yang telah memeluk agama Nasrani, sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai nabi. Kemudian anak itu datang ke Madinah setelah datangnya Islam. Ayahnya selalu meminta agar mereka masuk Islam, dia berkata pada mereka “saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk Islam.” Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW dan ayah mereka berkata “apakah sebagian tubuhku akan masuk neraka, dan aku hanya melihat saja?” maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah membiarkan anaknya tetap pada agama mereka. (mukhtasar Ibn Katsir jilid 1, 232)

Baca Juga:  Perselingkuhan Nalar dan Iman dalam Negara (2)

Dalam ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama. Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Kedamaian tidak akan tercipta dari suatu kondisi yang tertekan, jiwa yang damilah yang akan merasakan kebahagian, bukanlah misi utama dari sebuah ajaran suci adalah kebahagian, oleh karena itu tidak ada paksaan dalam menganut akidah Islam. Dalam ayat ini pula tidak ada sedikitpun peluang yang Allah SWT berikan kepada umat nya untuk melakukan kekerasan dan paksaan agar masuk agama Islam. Dan ayat ini menjadi teks fondasi atau dasar penyikapan Islam terhadap jaminan kebebasan beragama.

Lebih dari pada itu di dalam surat  Yunus : 99, Allah memberikan kebebasan akal  dan pikiran manusia untuk memilih yang mana yang benar. Namun secara tegas pula Allah tegaskan bahwa satu-satunya agama yang benar ialah Islam.

Manusia memiliki fitrah dan akal. Allah memberikan kebebasan karena Allah ingin menguji manusia apakah hamba-Nya ini dapat mendengarkan kata hatinya yang paling dalam atau mengikuti pengaruh ruang dan waktu yang ada di sekitarnya. Kalau seseorang mendapatkan ilmu atau keterangan yang sesuai dengan batinnya, bebas dari paksaan atau tekanan yang ada di lingkungannya, ia akan mengikuti hal tersebut.

Ayat ini diperjelas lagi dengan Tafsir Ibnu Katsir yang mana Allah adalah yang Maha Adil dalam segala sesuatu, dalam memberi petunjuk kepada siapa yang berhak ditunjuki dan menyesatkan siapa yang patut disesatkan (tafsir ibn Katsir,99). Dengan kata lain, jika Allah SWT berkehendak agar semua makhluknya beriman kepada-Nya, hal itu pasti bisa saja dilakukan dengan mudah oleh Allah. Ia telah menghendaki seluruh alam semesta beserta isinya secara seimbang, ada yang hak dan bathil, baik dan buruk, dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Perselingkuhan Nalar dan Iman dalam Negara (2)

Maka dari itu, di antara tugas kenabian adalah menyebarkan ajaran yang benar yang datang dari sang kholiq kepada umatnya, namun Allah Swt tidak pernah memberikan otoritas kepada para nabi dalam urusan hidayah, karena ranah itu hanya mutlak milik sang Kholiq Allah SWT, sikap ini sebagaimana di gambarkan dalam Al Qur’an ketika nabi Nuh menghadapi kaumnya, QS hud: 28

Berkata Nuh, “Hai kaumku! Bagaimana pikiranmu coba katakan kepadaku (jika aku ada mempunyai bukti yang nyata) penjelasan yang nyata (dari Rabbku dan diberi-Nya aku rahmat) kenabian (dari sisi-Nya tetapi rahmat itu disamarkan) disembunyikan (bagi kalian) dan menurut suatu qiraat dibaca fa`amiyat (apa akan kami paksakan kalian menerimanya) artinya apakah kami harus memaksakan kalian untuk menerimanya (padahal kalian tiada menyukainya?”) tidak mampu untuk melakukan hal tersebut. Sungguh betapa halusnya nabi Nuh AS dalam mendakwahkan ajarannya dan tidak sama sekali merasa tinggi hati dan sombong dalam menyikapi kehendak umatnya.

Dengan demikina seyogyanya bagi setiap para penjuru dakwah mampu bersikap dengan arif dan bijaksana dalam menjalankan tugas mulianya, dakwah harus tetap di tempuh akan tetapi hasilnya bukan lagi menjadi ranah manusia. Keragaman yang ada di depan mata kita menjadi bukti akan kebesaran Allah Swt.

Indonesia merupaakan satu Negara yang di berikan oleh Allah Swt anugrah yang begitu luar biasa, sebuah anugrah keberagaman di mana terdapat berbagai agama, suku, ras, bahasa dan budaya. Semuanya tumbuh dalam kedamaian dan rukun saling berdampingan. mari kita merawat nya sebagai bentuk tanggung jawab bersama untuk menjaga kedamaian dan kerukunan hidup antar umat beragama.

Muhammad Iqbal
Rais Syuriah PCINU Maroko dan S3 Teologi dan Perbandingan Agama Universitas Hassan II Maroko.

Rekomendasi

Menjadi pejuang
Hikmah

Menjadi Pejuang

Melanjutkan serial tulisan tentang pesan-pesan bapak kepada para guru dan pengurus, kali ini ...

Tinggalkan Komentar

More in Hikmah