Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Transaksi Order Fiktif Untuk Mencairkan Voucher Shopee

Kegiatan jual beli online saat ini semakin marak, apalagi situs yang digunakan untuk melakukan transaksi jual beli online ini semakin baik dan beragam. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa dalam sistem jual beli online produk yang ditawarkan hanya berupa penjelasan spesifikasi barang dan gambar yang tidak bisa dijamin kebenarannya. Untuk itu sebagai pembeli, maka sangat penting untuk mencari tahu kebenaran apakah barang yang ingin dibeli itu sudah sesuai atau tidak.

Globalisasi telah menjadi Pendorong lahirnya era Perkembangan Teknologi Informasi. Fenomena Kecepatan perkembangan teknologi Informasi ini telah merebak di seluruh Dunia. Tidak hanya Negara maju saja, namun Negara berkembang juga telah memacu perkembangan teknologi Informasi pada masyarakatnya masing-masing sehingga informasi mendapatkan kedudukan yang penting bagi kemajuan seluruh bangsa.[1]

Sudah menjadi hal biasa dan lebih mudah kita melakukan jual beli barang lewat online seperti shopee, Tokopedia, Lazada, Akulaku dan lain sebagainya. Untuk menarik pelanggan penyedia jasa aplikasi menyediakan berbagai event menarik didalamnya, salah satunya namanya voucher, yang disediakan oleh pemilik jasa aplikasi berupa voucher. Voucher tersebut bisa digunakan untuk gratis ongkir, promo, cashback atau yang lainya. Voucher tersebut seperti halnya kartu yang bisa digunakan untuk membeli barang atau ditukarkan agar mendapatkan harga barang yang lebih murah daripada harga biasanya.  Terlalu pintarnya pembeli munculah fenomena yang namanya order fiktif, Order fiktif ( FO) menurut definisi disini adalah jual beli yang berbentuk fiktif/khayalan yang hanya memanfaatkan atau mencairkan voucher yang berupa paket dummy yang berarti paket kosong, tipuan, palsu. Sedikit saya contohkan konsep pembelian memakai voucher yang berupa diskon 100.000 dengan membeli harga produk 2.000.000 kemudian memakai voucher diskon 100.000 otomatis kepotong menjadi harga 1.900.000, setelah produk di beli selama toko belum terkena biaya admin dari reseller tetep untung sesuai harga produknya 2juta, otomatis potongan 100.000 nya diberikan kepada reseller dari pihak penyedia jasa aplikasi, memperoleh keuntungan 100.000 tersebut di bagi kepada kedua belah pihak antara pembeli dan reseller, pembeli biasanya 60% untuk pembeli dan 40% untuk reseller yang punya toko tersebut, dengan jelasnya transfer baleknya 1.960.000 ke pembeli, reseller menerima 40.000. Proses pembelian disini di pasang alamat daerah yang terdekat secara randoom atau secara acak dengan memakai voucher gratis ongkir. Perlu diketahui modal tersebut tetap dikembalikan kepada pembeli.

Baca Juga:  Benarkah al-Ghazali dan al-Asy'ari Sumber Kemunduran Dunia Islam? (Part 2)

Jual beli ini bekerjasama antara pembeli dan penjual kemudian labanya di bagi dua setelah pemesanan diselesaikan. Pembagian laba tersebut dilakukan di luar transaksi seperti di WhatsApp. Order fiktif dilakukan seperti halnya pembelian barang secara nyata yang di packing dan dikirim secara resmi atau lebih anehnya lagi hanya berupa nomor resi yang jalan atau disebut resi angin dalam istilah disini. Hal tersebut tidak sesuai dengan idealnya penjualan yang mempunyai sebuah produk barang, memang pemilik toko disini tidak mempunyai produk atau barang yang sesuai, dan hanya memasang foto-foto copyan dari toko resmi namun bilamana ada pembeli yang reall maka penjual mengirimkannya barang asli melalui dropshipper. Semua itu hanya ingin mencairkan atau menggunakan voucher shopee agar tidak hangus secara cuma-cuma.

Penelitian ini dilakukan secara wawancara atau terjun langsung di lapangan. Melihat dari fenomena di atas bahwa ada kecurangan dari pihak pelanggan dan saya tidak tahu bahwa pihak shopee dirugikan atau bahkan untung, karena tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan( S&K ) dari penyedia jasa aplikasi yang bisa berakibat dari salah satu akun pembeli atau tokonya dibanned secara permanen. Namun dari pihak shopee selalu memberi notifikasi agar voucher tersebut segera digunakan sebelum hangus. Terjadilah transaksi seperti di atas. Menurut Pada dasarnya segala kegiatan muamalah itu diperbolehkan hingga ada dalil yang melarangnya. Hal ini selaras dengan kaidah fiqh:

اْلأَصْلُ فِي الشُّرُوْطِ فِي الْمُعَامَلاَتِ الْحِلُّ وَالْإِبَاحَةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ

Artinya: “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.[2]

لاَ بُدَّ مِنَ التَّرَاضِي فِي جَمِيْعِ عُقُوْدِ الْمُعَاوَضَاتِ وَعُقُوْدِ التَّبَرُّعَاتِ

Harus ada saling ridha dalam setiap akad yang sifatnya mu’âwadhah (bisnis) ataupun tabarru’ (sumbangan)’’[3]

Baca Juga:  Memahami Istilah Islam Nusantara, Bukan Islam di Nusantara

Padahal Allah sudah jelas menyampaikan jangan saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya : ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu” (QS An Nisa: 29).

Dari ketiga dalil dan deskripsi di atas bisa disimpulkan bahwa hukum asal jual beli sendiri itu sah sesuai praktik yang dilakukan di atas karena saling ridho antara penjual dan pembeli meskipun penjualnya mengirimkan produk apa aja, dan bilamana ada pembeli reall maka pihak toko akan mengirimkan barang yang sesuai dari produknya dengan cara pengiriman dropshipper. Dari pihak shopee mungkin dari sisi lain lebih suka karena ramai dan banyak yang menggunakan jasanya, yang telah menjadi salah satu aplikasi jual beli online nomor 1 di Indonesia. Wallahu a’lam. []

[1] Budi Suhariyanto, 2014, Tindak Pidana Teknolo

[2] Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Prenada Media Group, 2007, hlm.10

[3] Almanhaj,Kaidah ke. 12 : Harus ada Saling Ridha Dalam setiap Akad,Februari 22, 2018, https://almanhaj.or.id/2511-kaidah-ke-12-harus-ada-saling-ridha-dalam-setiap-akad.html

Mizan Iktafa
Santri mahad aly Pesantren Maslakul Huda Pati Jawa Tengah

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hukum