Manusia itu unik. Orang-orang yang hidup di desa ingin sekali melihat dunia perkotaan. Menabung puluhan tahun untuk bisa sampai ke pusat kota. Sedangkan orang kota ingin hidup di desa, mereka mengeluarkan banyak uang untuk membangun vila di dekat pegunungan dan perbukitan hanya untuk merasakan suasana desa.

Orang-orang desa melihat makanan yang dikonsumsi orang kota serasa makanan yang paling nikmat, sebaliknya orang-orang kota melihat makanan orang desa pada ngeler; sego jagung, pecel, sayur lodeh, terasi, jenggkol, pete dan makanan-makanan lainnya.

Orang pegunungan sangat senang sekali melihat lautan dengan hamparan pasirnya, dan orang pesisir melihat gunung dan persawahan bahagia sekali. Ribuan orang berwisata hanya untuk merasakan gelombang pantai, kemudian selfi-selfi di antara karang-karangnya. Sedangkan orang-orang yang hidup dekat pantai, jarang menikmatinya, mungkin tak sempat mengambil foto dengan latar pantainya yang indah.

Mengapa sesuatu yang indah, dekat kita, serasa biasa saja?, Dan sesuatu yang mempesona milik kita, kadang jarang dirasakan begitu indah oleh kita?.

Memang begitu. Rambut tetangga lebih hitam, eh rumput tetangga lebih hijau. Sebenarnya sama saja, sama rumput. Hijaunya ya sama, sama hijau. Rambut juga begitu, hanya tinggal menunggu waktu kapan putihnya. Karena rumput sendiri, dan sering dilihat setiap hari, mungkin bosen dan lupa bersyukur. Karena lupa bersyukur, maka serasa yang lain serasa lebih asyik.

Orang yang bersyukur adalah fokus kepada kebaikan yang dimiliki, maka akan selalu merasa bahagia. Beda dengan orang yang kufur (ingkar nikmat, tidak bersyukur), maka lebih fokus pada keburukan yang dimiliki, serasa hidupnya selalu kurang, tidak indah, tidak nyaman, dan laksana neraka. Maka, dalam pikirannya milik orang lebih baik. Kemudian timbul rasa iri, dengki, dan perbuatan jahat. Selanjutnya, keburukan lainnya bisa timbul.

Baca Juga:  Eksistensi Manusia Sebagai Makhluk Berintelektual

وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

“Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu, ”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.”

Kekayaan yang paling kaya, adalah qana’ah (merasa cukup). Munculnya rasa qana’ah karena ia bersyukur padaNya. Banyak orang yang kaya, tapi tidak qana’ah, maka serasa miskin, dan selalu kurang dan kurang.

Rumput hijaunya tetangga hanyalah “rasa”, kalau dinikmati rumput di halaman “sendiri” lebih indah dan berasa.

Allahua’lam bishawab.

Solo, 13 Agustus 2022

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Opini

Menangisi Kebodohan

“Menangisi kebodohan bukanlah suatu sikap tercela, melainkan sesuatu yang terpuji sebagai wujud ketawadluan ...

Tinggalkan Komentar

More in Opini