“Ajang Batok, Suru Tampah, Kesandung Roto, Kebentus Awang-Awang”
(KH. Ma’mun Ahmad Kudus)
Santri TBS tidak ada yang tidak kenal Yi Ma’mun Ahmad, kiai kelahiran Langgardalem Kudus ini adalah Direktur Utama Madrasah TBS Kudus. Yi Ma’mun adalah putera dari KH. Ahmad dan Nyai Hj. Suparmi, beliau adalah anak keempat yaitu Ibu Muslimatun, Ibu Malihah, H. Abdul Muhid dan H. Ma’mun.
Ma’mun kecil tumbuh kembang sebagai anak yatim karena sebelum usia baligh beliau sudah ditinggal wafat oleh abahnya Yai Ahmad. Walaupun tumbuh sebagai seorang yatim, makmun kecil tidak pernah patah semangat untuk belajar ilmu agama di sekitar Kota Kudus, bahkan beliau sering diajak oleh KHR. Asnawi Kudus untuk ikut berdakwah baik ketika di dalam kota maupun di luar kota Kudus.
Menurut riwayah Putera beliau Yai Dzi Taufiqillah, Makmun kecil sering diajak KHR. Asnawi dalam mengisi pengajian baik yang bersifat umum maupun pengajian khusus, pernah suatu ketika diajak ngisi pengajian di daerah Tayu Pati ketika waktu do’a KHR. Asnawi malah menyuruh Ma’mun Kecil untuk memimpin do’a dengan alasan anak kecil dan yatim belum banyak dosa dan insyaallah terkabul doanya. Setelah itu tidak jarang amplop bisyarah-nya juga diserahkan oleh Ma’mun kecil.
Selain berguru kepada abahnya sendiri Kiai Ahmad, Ma’mun kecil juga berguru kepada KHR. Asnawi dan KH. Arwani, menurut cerita beliau juga berguru kepada KH. Sholeh Tayu (Ayahanda KH. Amin Sholeh) dan kemudian melanjutkan mondok di Tremas Pacitan yang saat itu diasuh oleh KH. Dimyati Tremas.
Ketika perjalanan ke Tremas dengan jalan kaki, karena membutuhkan waktu selama beberapa hari perjalanan jalan kaki Kudus-Tremas (195,7Km), Ma’mun kecil sambil menghafalkan nadham Alfiyah ibnu Malik di sepanjang perjalanan sampai benar-benar hafal. Beliau di Tremas termasuk santri kinasih, selain berguru ke KH. Dimyati Tremas beliau juga berguru kepada Sayyid Ali Tuban Jawa Timur. Beliau mondok dan mencari ilmu sampai pada usia 35 Tahun.
Ketika penulis bertanya kepada teman-teman santri TBS apa kesan yang paling diingat tentang siapa yi ma’mun ada beberapa jawaban yang muncul, seperti tegas dalam akidah, tegas dalam menjalankan syariat Islam, sifat hati-hati, kiai wirai, ahli tauhid, perhatian dan sayang sama santrinya.
Yi Ma’mun mempunyai karakter yang sederhana dan bersahaja (zuhud), masalah harta dan keduniaan beliau sangat tidak memikirkannya beliau mempunyai keyakinan bahwa rizki sudah diatur oleh Allah bahkan seluruh makhluk di muka bumi rizki sudah diatur oleh-Nya. Selain zuhud yi ma’mun juga terkenal sebagai ahli tauhid yang kuat dalam berakidah. Selama menjabat sebagai Guru dan Direktur Utama Madrasah TBS Kudus beliau memilih mata pelajaran tauhid dan tasawwuf sebagai wiridnya.
Di balik karakternya yang sederhana beliau mempunyai jiwa sosial yang tinggi, salah satu contohnya beliau mempunyai kebun kelapa, cengkeh, tebu dll. ketika sudah panen, beliau selalu minta sebelum sampai rumah hasil perkebunannya harus sudah dikurangi untuk zakat dan dibagikan kepada yang berhak, beliau tidak mau menerima barang yang masih ada hak orang lain.
Setiap hari Jum’at pagi, beliau selalu memberikan sarapan kepada semua santrinya (biasanya setelah para santri ziarah kuburnya para masayikh pondok TBS di komplek pemakaman Krapyak). Jiwa sosial dan kasih sayang beliau juga pernah penulis rasakan ketika penulis masih kecil dan mondok di sana, pada waktu itu penulis belum khitan(sunat) dan atas ijin kedua orang tua akhirnya penulis dikhitankan oleh beliau dan dirawat sampai sembuh di dalem (rumah) beliau. sebagai wujud mengenang jiwa sosial beliau yang tinggi, dzuriyah beliau dan para mutakhorijin Pondok TBS Kudus memperingati haul beliau disertai dengan adanya Khitanan Masal untuk masyarakat di sekitar Kudus.
Beliau juga mempunyai karakter yang tegas dan disiplin, ketika menjadi direktur utama TBS beliau sering berkeliling mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai Madrasah Aliyah (MA) untuk memastikan seluruh pembelajaran siswa berjalan lancar dan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) siswa tetap menghadap Kiblat.
Kedisiplian yi ma’mun tidak hanya dalam hal-hal yang besar saja namun dalam hal-hal yang kecil beliau juga disiplin, misalnya setiap bakda adzan subuh para santri biasanya membaca puji-pujian “Ya Hayyu Ya Qoyyum Laa Ilaha illa Anta 41x” terkadang santri membaca pujian sambil melamun sehingga hitungannya melebihi atau kurang dari 41 (empat puluh satu). Mbah Yai Ma’mun selalu tahu dan ketika mau mengaji di malam hari (bakda isya) beliau mengingatkan “sopo sing pujian ndek fajar? Hitungannya luweh 3” (siapa yang membaca pujian tadi fajar? Hitungannya lebih 3).
Karakter yang kuat dari sosok yi makmun adalah wara’ sikap berhati-hati dalam segala hal, termasuk dalam hal bantuan, yai ma’mun tidak berkenan madrasah TBS maupun Pondok TBS menerima bantuan dari Pemerintah (baik pusat maupun daerah). Menurut beliau uang pemerintah itu termasuk uang syubhat (tidak jelas kehalalannya) karena tercampur dengan uang pajak yang terkadang dihasilkan dari minuman keras, atau perkara haram lainnya.
Selain itu karakter yang kuat dari Yi Ma’mun adalah keihlasan menerima takdir Allah baik ketika sakit beliau selalu berperasangka baik (husnudzon) kepada Allah, ketika sakit panas beliau mengatakan Alhamdulillah badanku panas jadi tidak usah memasak air biar badannya hangat, ketika kedinginan beliau berkata Alhamdulillah badan dingin tidak usah membeli es atau menyalakan AC dll.
Karakter lain dari Yi Ma’mun adalah keistikamahan beliau, beliau mempunyai amalah seperti KH. Arwani Amin Kudus yaitu sholat jum’at keliling ke kampung-kampung, kalau Kiai Arwani mengecek bagaimana bacaan-bacaan para imam masjid di kampung-kampung, kalua Yi Ma’mun mengecek bagaimana akidah-akidah dari para kiai kampung apakah masih memegang akidah ahlussunnah waljama’ah annahdliyah atau tidak.
Yi Ma’mun memang bukan termasuk ulama yang masyhur (terkenal), beliau lebih suka berjuang dalam sepi (mastur), perjuangan beliau seperti garam dalam sayuran, tidak terlihat tapi bisa dirasakan. Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) ketika menjadi Presiden RI ditemani oleh para masyayikh dan habaib Kudus pada tahun 2000 juga meluangkan waktu berkunjung dan minta doa ke dalem beliau.
Dalam hukum ketika Yi Ma’mun Ketika dihadapkan kepada sebuah pilihan diantara beberapa hukum, Yi Ma’mun akan seperti KHR. Asnawi, dan KH. Arwani yang selalu memilih hukum yang paling hati-hati (ihtiyath), tradisi ini dilanjutkan oleh para ulama Kudus (KH. Turaichan Adjuri, KH. Ma’ruf Irsyad Kudus) dan Kiai-Kiai Kudus sampai sekarang.
Beliau adalah pengasuh pondok TBS Balaitengahan Kudus dan juga pernah menjadi Direktur Utama Madrasah TBS Kudus, Selain mengajar di Madrasah TBS dan Pon-Pes TBS, beliau juga mengajar di Madrasah NU Banat Kudus, Madrasah Diniyyah NU Kradenan. selain itu beliau juga mengajar di Muawanatul Muslimin Kenepan Menara Kudus, beliau juga termasuk pendiri dan pengajar di Madrasah Diniyah Putri (MADIPU) TBS Kudus. Prinsip perjuangan beliau adalah menjalankan dakwah dengan penuh keihlasan tanpa pamrih, walau dalam keadaan sakit masih mengajar, demikianlah keihlasan beliau dalam mengajarkan ilmu agama tanpa mengenal lelah.
KH Ma’mun Ahmad meninggal dunia pada hari Ahad Legi, 22 Shafar 1423H/5 Mei 2002 dalam usia 87 tahun. Sepanjang hayat dihabiskan untuk mengabdi di Pondok Pesantren TBS dan Madrasah TBS serta Madrasah-Madrasah lainnya di daerah Kudus, beliau juga pernah tercatat sebagai Mustasyar PCNU Kab. Kudus.
Bersama Nyai Hj. Asnah beliau banyak andil di masyarakat dan sosial, beliau meninggalkan lima orang putera putri yaitu: 1) Nyai Hj. Masfiyah (Istri Alamrhum KH. Musyaffa’ Mayong Jepara), 2) Nyai Hj. Aslikhah (Kudus), 3) KH. Taufiqurrahman (Kudus), 4) KH. Dzi Taufiqillah dan 5) Almarhum Gus Nurul Muttaqin.
Selain anak biologis beliau juga mempunyai anak ideologis (anak didik) yang menjadi ulama besar di tanah Jawa seperti KH. Hasan Asy’ari Mangli Magelang (Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah), KH. Ma’ruf Irsyad Kudus (Rois Syuriyah PCNU Kab. Kudus), KH. Ahmad Basyir Jekulo (Mustasyar PCNU Kab. Kudus), KH. Ma’mun Hadziq Balekambang (Pengasuh PP Balekambang Jepara), KH. Mohammad Mansur Kudus (Ahli Qiro’ah Sab’ah), KH. Imam Sofwan (Ketua Umum Tanfidziyyah PC NUKab. Pati), KH. Nur Ahmad (Ahli Ilmu Falak Kriyan Jepara), Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq (Guru Besar ilmu Hukum Islam UIN Walisongo Semarang), KH. Amirul Wildan Jepara (Katib Syuriyah PCNU Kab. Jepara), KH. Abdulloh Sa’ad (Da’i dan Mustasyar PCNU Kab. Karanganyar), dll.
Yi Ma’mun terkenal dalam ahli tauhid dan tasawwuf, kitab tauhid yang dijadikan wirid adalah kitab Bad’ul Amali, dan Kitab tasawwuf yang dijadikan wirid adalah kitab Qomi’ Tughyan Syarh Nadham Adzkiya’dalam tarekat beliau mengikuti Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah sama seperti KH. Arwani Amin Kudus.
Beliau selalu berpesan
ati-ati zaman wes eker (lebih dari akhir) sakiki akeh wong ngelakoni duso tapi ura rumongso koyo wong kesandung roto kebentus awang-awang”
yang artinya (hati-hati zaman sudah akhir sekarang banyak orang melakukan dosa tapi tidak terasa seperti orang yang tersandung jalan yang rata (lurus) dan kebentur langit).
Semoga kita bisa mendapatkan berkah dan meneruskan teladan-teladan beliau. Untuk Yi Ma’mun Ahmad dan Para Masyayikh Kudus al Fatihah… [RZ]