Ngaji Kitab Al-Akhlaq Aristoteles Eticha Nicomachea

Aristoteles dikenal di kalangan umat Islam dan pesantren adalah seorang peletak dasar ilmu mantik (logika dasar). Namanya dijelaskan di kitab Sulam al-Munawaraq, sebuah kitab mantik yang dipelajari di pesantren-pesantren Nahdhiyyin. Ternyata, Aristoteteles pun memiliki karya tentang akhlak atau etika yang diberi judul “Nicomachea”. Saya memiliki naskah Nicomachea sudah bukan lagi berbahasa Yunani, akan tetapi sudah dialihbahasakan ke Arab oleh Ishaq bin Hunein (809-873 M.), seorang penerjemah ulung kenamaan Baghdad pada masa peradaban Islam berjaya. Oleh Ishaq diberi judul al-Akhlaq. Naskah al-Akhlaq diselamatkan, di-tahqiq (di-sunting), diberi penjelasan lebih lanjut (syarah), dan diberi kata pengantar yang mengulas tentang naskah oleh Abdurrahman Badawi (pemikir dan filsuf Mesir yang sangat produktif yang karyanya mencapai 130 judul).

Siapa Ishaq bin Hunein dan siapa Abdurrahman Badawi tidak dibahas di tulisan ini. Mungkin akan dibahas di tulisan yang lain. InsyaAllah.

Judul Nicomachea diubah atau ditambahi oleh generasi berikutnya dengan Eticha Nicomachea atau Nicomachea Etich. Mengapa naskah Aristoteles ini diberi judul Nicomachea? Syahdan, Nicomachea adalah anak lelakinya Aristoteles. Karena memang Aristoteles berumahtangga dan mempunyai anak bernama Nicomachea.

Semasa hidup, Aristoteles memberikan naskah yang berisi wejangan-wejangan atau nasihat-nasihat tentang etika/akhlak dalam bentuk tulisan naskah untuk anaknya, Nicomachea. Dengan harapan, wejangan-wejangan itu menjadi pegangan bagi Nicomaceha dalam menjalani hidup, atau menjadi lentera penerang jalan. Sebanyak sepuluh makalah yang menjelaskan akhlak untuk anaknya, al-akhlaq ila Nicomachea, Konsep Etika untuk Nicomachea. Rupanya Aristoteles adalah seorang filsuf yang memberi perhatian khusus kepada anak dan keluarganya. Naskah ini disebarkan oleh Nicomachea kepada publik Yunani setelah ayahandanya, yakni Aristoteles, wafat. Sebelumnya hanya dipegang dan dibaca oleh Nicomachea sendiri. Sayang, Nicomachea wafat muda dalam satu peperangan.

Baca Juga:  Tren Pengajian Online Pasca-Covid

Sejatinya, Aristoteles selain memberikan naskah yang berisi wejangan soal akhlak kepada anaknya, juga memberikan wejangan akhlak kepada salah satu muridnya yang bernama Odemus. Di mata Aristoteles, Odimus adalah murid yang setia dan tulus. Naskah ini berisi lima makalah. Disebarkan oleh Odimus ke publik Yunani setelah sang guru wafat.

Naskah Nicomachea telah disepakati oleh seluruh ilmuan dari zaman klasik sampai sekarang sebagai karya Aristoteles yang otentik. Sedangkan naskah Etica Odimus oleh para pakar pernah diperdebatkan apakah itu betul-betul karya Aristotetel atau tidak. Perdebatan ini selesai, setelah E. Kapp melakukan penelitian mendalam dengan membandingkan antara naskah Etika untuk Nicomachea dan Etika untuk Odimus memiliki benang merah dan ditinjau dari berbagai aspeknya, maka secara ilmiah diputuskan bahwa Etica Odimus adalah juga karya otentik Aristoteles. Menurut E. Kapp dalam disertasinya berbahasa Jerman yang diterbitkan 1912 di Freiburg dengan judul “Des Vrerhaltnis der eudemishen zur nikomaschischen Ethik”, menyatakan bahwa naskah Etika untuk Odimus lebih dahulu ditulis oleh Aristoteles lalu kemudian baru menulis Etika untuk Nicomachea. Akan tetapi menurut E. Kapp bahwa Etika untuk Nicomachea lebih utama dan lebih berharga substansinya. Di samping memang ulasan soal etika jauh lebih luas dan lebar Nicomachea dibanding Odimus. Ini tampak pada jumlah makalah yang terkandungnya, Nicomachea mengandung sepuluh makalah Aristoteles dan Odimus mengandung lima makalah Aristoteles saja.

Nicomechea merupakan naskah yang menjelaskan tetang pandangan Aristoteles tentang berbagai etika dalam perspektif filsafat. Boleh dibilang, naskah Nicomechea berisi tentang filsafat etika.

Gus Dur meneteskan air mata ketika menemukan naskah Nicomachea, rawahu ustaz Savic Ali.

Gus Dur sering menjelaskan atau mengutip naskah ini ketika pengajian sabtu, rawahu ustaz Ova Musthofa Asrori.

Baca Juga:  In Memoriam KH. Hasyim Wahid (Gus Im)

Gus Dur Bilang, kalau mau jadi budayawan harus baca dulu buku nicomachea, rawahu ustaz Syaiful Arif.

Kitab ini disebut Gus Dur sebagai kitab yang berhasil mengubah pandangannya secara drastis, rawahu Kiai Akhmad Musta’in.

Bersambung dalam serial ngaji versi literasi. [HW]

Mukti Ali Qusyairi
Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dan Santri Alumni PP Lirboyo Kediri

    Rekomendasi

    Perempuan

    Mengapa Ibu Tiga Kali Lebihi Ayah?

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ ...

    1 Comment

    1. […] Nicomachea diterjemah dari Yunani ke Bahasa Latin pertama kali oleh Wilhelm von Moerbeke pada abad ke-13, semasa dengan Thomas Aquinas (1225-1274 M.). Sedangkan al-Akhlaq Aristoteles, terjemahan Arab Ishaq bin Hunein, pada abad ke-9. 4 abad lebih tua dari terjemahan Bahasa Latin. […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Kitab