Surah Yasin merupakan salah satu surah yang fenomenal diantara 114 surah di dalam al-Qur’an. Karena termasuk surah yang paling banyak berinteraksi dengan kaum muslim, surah ini begitu dibutuhkan bukan hanya sebagai ayat suci antara relasi khalik dan makhluk akan tetapi sebagai ayat sosial dalam relasi masyarakat. Seperti ketika ziarah kubur, tahlilan, bahkan dijadikan amal wasilah demi qabulnya suatu hajat. Hal ini tentu tidak lepas dari adanya pemahaman tentang keistimewaan dalam Surah Yasin.
Mengenai makna ‘Yasin’ sendiri terdapat perbedaan di kalangan Ulama, Sebagian Ulama Tafsir berpendapat bahwa lafadz ‘Yasin’ adalah salah satu nama dari nama-nama Allah. Tafsir Istirobadzi menyebutkan bahwa Allah Swt mempunyai 4000 nama. 1000 tidak ada yang mengetahui kecuali Allah sendiri. 1000 yang lain hanya diketahui oleh Allah Swt dan para malaikat. 1000 yang lain terdapat di Lauh Mahfudz. 300 terdapat di dalam Taurat. 300 terdapat di dalam Injil. 300 lainnya terdapat di dalam Zabur, dan 100 sisanya terdapat di dalam al-Quran yang mana 99 darinya tertulis jelas di dalamnya, sedangkan 1 sisanya lagi disamarkan, yaitu al-ismu al-a’dzom yang tidak diketahui kecuali oleh para nabi dan rasul.
Surah Yasin diturunkan ketika orang-orang kafir kukuh dalam keingkaran seraya berkata, “Sebenarnya Muhammad itu bukanlah seorang nabi dan juga bukan seorang rasul, melainkan ia hanyalah anak yatim yang dilindungi oleh Abu Tholib, ia tidak pernah pergi ke sekolahan, ia juga tidak pernah belajar dari seorang guru. Lalu bagaimana bisa ia menjadi seorang nabi “. Kemudian Allah Swt dengan tegas membantah perkataan mereka dan menurunkan Surah Yasin ini. Allah Swt berfirman, “Muhammad, Jika orang-orang kafir mengingkari kerasulanmu maka janganlah bersedih atas pengingkaran mereka itu. Aku bersaksi, ‘Sesungguhnya kamu termasuk sebagian dari para utusan.”
Dalam Tafsir Hamami di katakan:
فلما كانت هذه السورة دالة وشاهدة على رسالته فلا جرم جرم أ نها صا رت قلب القرآن كما قال عليه السلام إن لكل شيئ قلبا وقلب القرآن يس ومن قرأها كتب االله له قراءة القرآن عشر مرات.
Surah Yasin sudah dipastikan hati atau jantung bagi al-Quran karena menunjukkan dan memberikan kesaksian atas kerasulan Nabi Muhammad Saw. Rasulullah Saw “Setiap sesuatu pasti memiliki jantung. Dan jantung al-Quran adalah Surah Yasin. Barang siapa membacanya maka Allah menuliskan baginya membaca seluruh al-Quran sebanyak 10 kali.”
Rasulullah Saw bersabda, “Perbanyaklah membaca Surah Yasin karena mempunyai banyak keistimewaan,” dikatakan dalam menjelaskan hadis ini, “Orang yang lapar ketika membaca Surah Yasin dengan hati yang hudur maka Allah akan membuatnya kenyang dengan anugerah-Nya. Apabila ada orang merasa ketakutan, kemudian membaca Surah Yaasin, maka Allah akan menghilangkan kesedihan dan ketakutannya. Apabila ada orang fakir berkenan membaca Surah Yasin maka akan diselamatkan dari hutangnya. Ketika orang memiliki hajat tertentu, kemudian ia membaca Surah Yasin, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Barang siapa membaca Surah Yasin di pagi hari maka ia berada dalam perlindungan Allah sampai waktu sore hari. Tidak ada suatu negara (kota ataupun desa) yang di dalamnya masih ada orang yang membaca Surah Yasin atau menafsirinya kecuali Allah menjauhkan dan menghilangkan dari mereka bencana, krisis ekonomi, penyakit tho’un, wabah, dan penyakit lain dengan perantara kemuliaan Surah Yasin.
Dalam penutup kitab tafsirnya, Syekh Hamami Zadah menuliskan salah satu hadis. Diriwayatkan dari Rasulullah Saw “Bacakanlah orang-orang mati kalian Surah Yasin.” Setelah di takhrij kualitas hadis tersebut adalah dhaif karena adanya dua perawi yang majhul yaitu Abu Utsman dan bapaknya, serta terdapat idhthirab dalam sanadnya. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, An Nasa’iy dalam Amalul Yaum wa lailah, Ahmad, Al Hakim, Al Baghawiy dalam Syarhu as-Sunnah, Al Baihaqiy, Ibnu Hibban dalam shahihnya. Semuanya dari jalur Sulaiman at Taimiy dari Abu Utsman dan Lais an Nahdiy dari bapaknya dari Ma’qil bin Yasar secara marfu’.
Kendati demikian hadis dhaif dapat diamalkan dalam hal fadhail a’mal, keutamaan amal-amal yang baik. Tujuan para ulama melegalkan bukan berarti memberikan wewenang terhadap hadis yang lemah sebagai penetapan hukum. Melainkan untuk mengajarkan adab yang baik serta mendorong terwujudnya amal saleh. Wallahu a’lam. []