Syaikh Yusuf Abu Hajar ad-Dimyathi, Guru Qira'at Kyai Munawwir Krapyak 

Kyai Munawwir, Pendiri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Jogjakarta merupakan salah satu diantaranya Syaikh Qurra’ Nusantara yang begitu berjasa besar dalam Syiar Al-Qur’an di pelosok Tanah Air. Kyai Munawwir meraih predikat tersebut melalui proses mengaji yang begitu panjang, setelah beberapa tahun belajar kepada Ulama Jawa Madura kemudian selama 21 tahun di Haramain dimulai dari keberangkatannya ke Tanah Hijaz 1888 hingga kepulangannya ke Jawa pada 1909. Kyai Munawwir berguru kepada banyak ulama di Makkah dan Madinah, seperti Syaikh Abdullah bin Muhammad Qasim as-Sanquri (Songkla Thailand), Syaikh Syarbini ad-Dimyathi (Dimyath Mesir), Syaikh Muqri, Syaikh Ibrahim Huzaimi (Sudan) Syaikh Manshur, Syaikh Abdus Syakur (Surabaya), Syaikh Musthafa dan Syaikh Yusuf Abu Hajar ad-Dimyathi (Mesir).

Nama terakhir adalah guru yang begitu besar pengaruhnya  bagi kiprah dakwah Kyai Munawwir, khususnya dalam membumikan Qira’ah Sab’ah di Indonesia. Beliau bernama Syaikh Yusuf bin Yusuf bin Husain bin Abdillah bin Sa’id bin Hajar ad-Dimyathi. Nama diatas sebagaimana termaktub dalam kitabnya yang berjudul ad-Dur an-Nadhid bi Bayan Alfadz Qur’an al-Majid.

فَيَقُولُ الْعَبْدُ الْفَقِيرُ الْقَائِمُ عَلَى دَمِ الْعَجْزِ وَالتَّقْصِيرِ الرَّاجِىْ عَفْوِ رَبِّهِ الْقَادِرِ الأَکْبَرِ يُوسُفُ بْنِ يُوسُفَ بْنِ حُسَيْنِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعِيدٍ بْنِ حِجْرٍ لَطَفَهُ بِهِ فِي کُلِّ قَضَاءِ وَقَدَرِهِ الدِّمْيَاطِيُّ بَلَدًا الْمَكِىُّ إِقَامَةً الشَّافِعِيُّ مَذْهَبًا الشَّاذِلِيُّ طَرِيقَةً الأَشْعَرِيُّ اعْتِقَادً غَفَرَ اللهُ لَهُ وَلِوَالِدَيْهِ … وَلِجَمِيعِ الْمُسْلِمِينَ. أَمِينَ

Berkata hamba yang faqir, lemah dan banyak kekurangan, yang mengharap maaf dari Tuhannya Yang Maha Kuasa lagi Maha Besar, Yusuf bin Yusuf bin Husain bin Abdullah bin Sa’id bin Hajar, yang semoga selalu mendapat kasih sayang dalam semua takdir Allah. Berasal dari Dimyath menetap di Makkah, bermadzhab Syafi’iyyah, bertarekat Syadziliyyah dan berakidah Asy’ariyyah. Semoga Allah mengampuninya, dan juga bagi kedua orang tuanya serta seluruh kaum muslimin, Amin

Keterangan bahwa Kyai Munawwir belajar kepada Syaikh Yusuf Abu Hajar termaktub dalam Ijazah Sanad Al-Qur’an murid Kyai Munawwir yakni KH. Arwani Amin Kudus (w. 1994) yang berhasil mengkhatamkan setoran hafalan Qira’at Sab’ah pada 7 Jumadil Ula 1355 Hijriyah atau bertepatan tahun 1936. KH.  Arwani Amin merupakan satu-satunya murid Kyai Munawwir yang mendapatkan Sanad Al-Qur’an Qira’at Sab’ah. Beliau mendapatkan wasiat untuk mengajarkan Qira’at Sab’ah sepeninggal Kyai Munawwir saat akan boyong dari Krapyak tahun 1941. Dan benar setahun setelahnya yakni 11 Jumadil Akhir 1361 H atau 25 Juni 1942 M Kyai Munawwir berpulang ke Rahmatullah.

Dalam naskah Ijazah Sanad Al-Qur’an Qira’at Imam Ashim Riwayat Hafs milik KH. Umar Abdul Mannan (w. 1980) Pengasuh Pondok Pesantren al-Muayyad, Surakarta ini juga mencantumkan nama Syaikh Yusuf Hajar sebagai guru Kyai Munawwir. KH. Umar Abdul Mannan yang merupakan guru dari DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad mengkhatamkan Al-Qur’an kepada Kyai Munawwir pada tanggal 22 Jumadil Ula 1356 Hijriyah atau sekitar tahun 1937 Masehi

Kitab ad-Dur Nadhid fi Bayani Alfadz Qur’an al-Majid ditulis pada sekitar abad ke-13 Hijriyah. Dalam Kitab yang memiliki ketebalan 56 halaman ini Syaikh Yusuf Abu Hajar menjelaskan tentang ilmu Tajwid Al-Qur’an yang mencakup pembahasan tentang Makharijul al-Huruf (Tempat Keluarnya Huruf), Sifat al-Huruf, Hukum-Hukum Tajwid, Mad wa Qasr (Panjang dan Pendek) Waqaf dan Ibtida’ (Berhenti dan Terus) juga tentang Kaidah Penulisan Al-Qur’an Menurut Rasm Usmani dan lain-lain.

Tentang Definisi Ilmu Tajwid Syaikh Yusuf Abu Hajar ad-Dimyathi menuliskan sebagai berikut

Baca Juga:  KH. Ahmad Abdul Hamid Kendal: Atlet, Ulama, dan Penulis Kitab

اِعْلَمْ أَوَّلًا اَنَّ التَّجْوِيدَ عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيهِ عَنْ مَخَارِجِ الْحُرُوفِ وَصِفَاتِهَا . الَّتِي يَجِبُ مُرَاعَاتُهَا عَلَى الْقَارِئِ عِنْدَ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ وَهُوَ فِي الُّلغَةِ التَّحْسِينُ يُقَالُ هَذَا شَيْئٌ جَيِّدٌ  اَيْ حَسَنٌ

وَفِي الاصْطِلَاحِ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ بِاِعْطَاءِ كُلِّ حَرْفٍ حَقّـهُ وَمُسْتَحَقَّهُ مِنْ مَخْرَجِهِ وَ صِفَتِهِ عَلَى حَسَبِ مَا اَنْزَلَ اللهُ

عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَوْضُوعُهُ الْكَلِمَاتُ الْقُرْآنِيَّةُ وَفَائِدَتُهُ الْفَوْزُ بِسَعَادَةِ الدَّارَيْنِ

Pertama-tama perlu diketahui bahwa ilmu tajwid adalah ilmu yang dipelajari di dalamnya tentang makhroj (tempat keluar huruf) dan sifat-sifat huruf, yang harus diperhatikan bagi pembaca saat membaca Al-Quran. Tajwid secara bahasa berarti At Tahsin (Perbaikan), seperti dikatakan ini adalah sesuatu yang jayyid, maksudnya adalah baik. Adapun secara istilah, tajwid adalah membaca Al Quran dengan memberikan setiap huruf hak dan mustahaknya baik dalam makhrojnya maupun sifatnya sesuai dengan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Pembahasan dalam ilmu tajwid  mencakup kata-kata yang ada di dalam Al-Quran dan Manfaat mempelajari tajwid adalah memperoleh kemenangan dengan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.

Ahmad bin Muhammad al-Maghrabi dalam Kitab al-‘Inayah bil Qur’an al-Karim fi Makkah al-Mukarramah Khilal Qarni Rabi Asyar lil Hijrah an-Nabawiyah (Pemeliharaan Al-Qur’an Yang Mulia Pada Sekitar Abad ke-14 Hijriyyah) menyebutkan bahwa semasa hidupnya Syaikh Yusuf Abu Hajar adalah pengajar Al-Qur’an di sebuah Kuttab (Tempat khusus menghafal Al-Qur’an) di Masjid kawasan Suq al-Lail yang berada di sekitar Masjidil Haram, Makkah. Lokasinya berada tak jauh dari tempat Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sekarang berubah menjadi Maktabah (Perpustakaan) Makkah Al-Mukarramah. Ada yang menyebut daerah Suq al-Lail adalah tempat yang dulu dikenal dengan nama Pasar Seng, tempat para jama’ah haji dan umrah berbelanja dan sekarang sudah dibongkar untuk perluasan Masjidil Haram.

Ahmad al-Maghribi yang juga Dosen Fakultas Sastra King Abdul Aziz University ini menyebutkan bahwa sosok Syaikh Yusuf Abu Hajar adalah seorang Syaikh Qurra’ (Maha Gurunya Para Guru Al-Qur’an) di Makkah Al-Mukarramah. Selain beliau tersebut nama Syaikh Ibrahim Sa’ad al-Misri, Pengarang Kitab Ighatsah al-Malhuf fi Adad Sifat al-Huruf yang merupakan pengajar Ilmu Al-Qur’an dan Qira’at pertama di Madrasah as-Shaulatiyah, Makkah. Nama Sayyid Ahmad bin Hamid at-Tiji, juga masuk dalam daftar Syaikh Qurra’ karena banyak muridnya dari beberapa negara khususnya dari Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tersebut pula Syaikh Abdullah Basyir Khan yang sanad tersebar di India, Pakistan, Bangladesh, sampai Burma (Myanmar).

Sejauh pelacakan kami ke Dimyath, Republik Arab Mesir tempat Syaikh Yusuf Abu Hajar berasal, dan Makkah, Saudi Arabia tempat beliau mengajar tidak dapat kami temukan biografi lengkap tentang sosoknya, seperti tahun lahir dan wafatnya. Bahkan saat ke Dimyath, kami bertemu dengan Syaikh Ahmad Kamil Qandil, Penulis Tarikh Ulama’ dan Udaba’ Dimyath, beliau tidak menyertakan biografi Syaikh Yusuf Abu Hajar dalam bukunya yang menjelaskan biografi 500 Sejarah Ulama dan Sasatrawan dari Dimyath. Hal ini dikarenakan tidak banyak sejarawan Dimyath yang menuliskan sejarah ulama-ulamanya. Maka mereka hanya tersebut nama-namanya dalam sanadnya namun tidak diketahui biografinya.

Dimyath sendiri adalah sebuah provinsi yang berada sekitar 200 kilometer di utara Kairo, Ibu Kota Republik Arab Mesir. Dimyath merupakan kota yang berada di kawasan pesisir utara Mesir yang berhadapan langsung dengan Laut Tengah. Dimyath selain dikenal sebagai pesona laut yang melegenda di Ra’s al-Bar yang terkenal dengan Majma’al Bahrain yang menjadi pertemuan antara Sungai Nil dan Laut Tengah ini juga banyak melahirkan ulama-ulama yang luar biasa.

Baca Juga:  Tafsir Tarbawi: Karakter Guru dalam Surat Fussilat Ayat 30-32

Nama Dimyath sendiri banyak digunakan menjadi nama ulama Indonesia seperti Kyai Dimyati Tremas (Pacitan) Abuya Dimyathi Cidahu (Cidahu), Kyai Dimyati Rois Kaliwungu, Kyai Dimyati Comal (Pemalang) Kyai Dimyati Sukamiskin (Bandung) dan lain-lain. Nama Dimyath digunakan karena tabarrukan (mengambil berkah) dengan ulama-ulama Dimyath seperti Syaikh Ahmad bin Muhammad ad-Dimyathi pengarang Hasyiyah ad-Dimyati Syarah al-Waraqat fi Ushul Al-Fiqh atau Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syatha, Pengarang I’anah Thalibin Syarah Fath al-Mu’in dan termasuk Syaikh Yusuf Hajar Dimyathi termasuk didalamnya.

Sosok Syaikh Yusuf Hajar merupakan pengarang Kitab ad-Dur an-Nadhid fi Bayani Tajwid Alfadz Al-Qur’an al-Majid. Kabarnya kitab yang pernah dicetak Percetakan al-Majidiyah, Makkah Al-Mukarramah antara tahun 1327 H/ 1909 M sampai 1332 H/ 1913 M ini tersimpan di Maktabah atau Perpustakaan Makkah al-Mukarramah yang dulunya merupakan Tempat Kelahiran Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam.

Kitab ad-Dur an-Nadhid bi Bayan Alfadz Qur’an al-Majid ini mendapatkan taqridz atau kata pengantar dari Syaikh Abdul Haq Utsman ad-Dimyathi dan Syaikh ‘Awad al-Ghamrawi dalam 11 bait syair Arab yang begitu indah. Dan berikut dua bait diantara taqridz (kata pengantar) dari Syaikh ‘Awad al-Ghamrawi yang begitu mengapresiasi lahirnya kitab ini.

 

سِفْرٌ بَدَا يَزْهَرُ الْجَمَالُ بِوَجْهِهِ * وَبِنُورِهِ قَدْ لاَحَ كَالدُّرِّ النَّضِيدِ

وَلَقَدْ حَوَى مَا لَمْ تَجِدْهُ بِغَيْرِهِ * مِنْ حُکْمِ تَجْوِيدِ لِقُرّأَنِ مَجِيدٍ

 

Sebuah kitab yang tampak menarik pada pendahuluannya, keterangan yang ada di dalamnya bagaikan permata yang tersusun rapi, 

Isinya mencakup apa yang tidak akan engkau jumpai di kitab selainnya, yaitu berupa hukum tajwid Al Quran yang mulia.

Dalam Kitab Asma al-Ghayaat fi Masyayikh Maulana Ibrahim al-Khuzami wa Asanidihi li ‘Ilmi al-Qira’at yang disusun oleh Musnid ad-Dunya Syaikh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani (w. 1990) mencantumkan wasiat Syaikh Yusuf Hajar. Syaikh Yasin sendiri adalah merupakan murid dari Syaikh Ibrahim bin Musa al-Khuzami (w. 1951)  ulama kelahiran Sudan, Afrika yang belajar kepada Syaikh Yusuf Hajar di Makkah al-Mukarramah. Dan berikut nasehat dari Syaikh Yusuf Abu Hajar

قَالَ الشَّيْخُ يُوسُفُ أَبُو حَجَرٍ الْمَكِّيُّ يَنْبَغِي لِلْمُقْرِئِ

تَحْسِينُ الزَّايِ دَائِمًا وَتَرْكُ الْمَلَابِسِ مَكْرُوهَةٍ

وَأَنْ لاَ يَقْصُدَ بِذَلِكَ غَرْضًا مِنْ أَعْرَاضِ الدُّنْيَا

وَإِذَا جَلَسَ لِلْإِقْرَاءِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ

عَلَى طَهَارَةٍ وَأَنْ يَكُونَ جَاثِيًا عَلَى رُكْبَتَيْهِ

 

وَأَنْ يَصُونَ عَيْنَيْهِ حَالَ الِْإقْرَاءِ عَنْ تَفْرِيقِ

نَظَرِهِمَا مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ وَيَدَيْهِ عَنِ الْبَعْبَثَةِ

إِلَّا لِِإشَارٍَة نَحْوِ الْمَدِّ وَأَنْ يُوَسِّعَ مَجْلِسَهُ

Syaikh Yusuf Abu Hajar al-Makki berkata sebaiknya bagi seorang Ahli Al-Qur’an memperindah cara berpakaian dan meninggalkan berpakaian yang kurang pantas, namun janganlah mengenakan pakaian yang indah tersebut untuk tujuan dunia (pamer).

Apabila mengajarkan Al-Qur’an, maka hendaknya dia menghadap kiblat dan dalam keadaan suci serta mengajar dalam keadaan duduk diatas dua lutut (seperti duduk tasyahud awal).

Hendaklah dia menjaga pandangannya saat mengajarkan Al-Qur’an dari hal yang tidak diperlukan agar tidak terpecah konsèntrasi nya dalam mengajar. Termasuk tidak mengerak- gerakkan tangannya kecuali untuk mengisyaratkan bacaan mad (panjang) atau semisalnya dan hendaknya dia melapangkan majelisnya atau memberikan kesempatan kepada siapapun untuk belajar kepadanya.

Baca Juga:  Cerita Bima dan Ekalaya, Ajaibnya Persinggungan Siswa dan Guru

Di Akhir Kitab Ad-Dur an-Nadhid fi Bayani Alfadz Qur’an al-Majid, Syaikh Yusuf Husain Abu Hajar ad-Dimyathi menuliskan wasiatnya kepada para Ahlul Qur’an sebagai berikut

فَحَظّ اللِّسَانِ تَصْحِيْحُ الْحُرُوفِ وَحَظُّ الْعَقْلِ تَفْسِيْرُ

الْمَعَانِي وَحَظُّ الْقَلْبِ الاتِّعَاظُ فَاللِّسَانِ يُرْسِلُ وَالْعَقْلُ

يَنْزَجِمُ وَالْقَلْبُ يَتَّعِطُ. انْتَهَى… وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

“Bagian Lisan membetulkan (sifat dan makhrof) huruf; Bagian Akal menafsirkan makna; Bagian Hati mengambil nasihat. Maka Lisan mengucapkan dengan lancar, Akal menyelaraskan pemahaman dan hati mengambil pelajaran. Selesai. Dan Segala Puji Bagi Allah Tuhan Seru Sekalian Alam.

Murid lain dari Syaikh Yusuf Abu Hajar adalah Syaikh Abdul Latif bin Fakhruddin Qori al-Hindi (w. 1937). Hal ini sebagaimana dituliskan oleh muridnya Syaikh Zakariya bin Abdillah Billa (w. 1913) seorang sahabat Syaikh Yasin yang merupakan ulama keturunan Labuhan Batu, Sumatera Utara dalam kitabnya Jawahir al-Hisan fi Tarajum al-Fudhola’ wal A’satidzati al-Khallan. Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid, Pancor, Lombok, Nusa Tenggara Barat Pendiri Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyyah juga tercatat sebagai Syaikh Abdul Latif Qari saat belajar di Madrasah Shaulatiyah.

Dalam Kitab ad-Dalil al-Musyir ila Falak Asanid bi Ittishal bil Habib al-Basyir karya Habib Abu Bakar bin Ahmad al-Habsyi (w. 1955) diriwayatkan bahwa Syaikh Ahmad Abdullah Nadzirin (w. 1951) yang merupakan guru dari Anregurutta KH. As’ad bin Abdurrasyid (w. 1952), Pendiri Pesantren As’adiyah, Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan ini pertama kali belajar membaca Al-Qur’an kepada Syaikh Yusuf Abu Hajar sampai ayat هَلْ أَتَاكَ (Tidak diketahui dengan jelas ayat mana yang dimaksud) Selanjutnya Syaikh Abdullah Nadzirin melanjutkan mengaji kepada Syaikh Muhammad Arif sampai beliau mengkhatamkan Al-Qur’an.

Meskipun sampai sekarang belum kami temukan biografi lengkap tentang Syaikh Yusuf Husein Abu Hajar, namun dari keterangan-keterangan telah menunjukkan bahwa seorang yang Alim Allamah dalam bidang Qira’at Al-Qur’an. Jalur sanad beliau juga cukup masyhur di kalangan ulama dari Provinsi Dimyath, Mesir tempatnya atau leluhurnya berasal. Hal ini pernah dikemukakan Syaikh Bakar as-Shiddiq as-Sunbathi, Imam Masjid Jami’ Naratiwath, Thailand yang mengkonfirmasikan kepada bahwa Sanad jalur Dimyath ini benar adanya namun saat ini jarang dipakai karena nazil (rendah atau panjang jalur sanadnya).

Semoga kita semua mendapatkan keberkahan ilmu dadi Syaikh Yusuf Abu Hajar dan muridnya Kyai Munawwir beserta segenap Ulama Ahli Al-Qur’an khususnya di Bulan Nuzul Al-Qur’an (Diturunkannya Al-Qur’an). Meski mereka tidak begitu dikenal namanya namun jasa mereka dalam mengajarkan Al-Qur’an telah menjadi jariyah yang akan terus mengalir hingga akhirat kelak. Dan mereka adalah sebaik-baik manusia karena mau belajar dan mengajarkan Al-Qur’an. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abdurrahman as-Sulami yang merupakan Guru Imam Ashim bin Abi Najud (Guru dari Imam Hafs bin Sulaiman) dari Sahabat Usman bin Affan Radhiyallahu Anhu

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ  (رَوَاهُ البُخَارِيُّ)

Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Wallahu A’lam. [hw]

 

Makkah 21 Ramadhan 1445 H/ 31 Maret 2024 M

Al-Faqir  Muhammad Abid Muaffan

Khadim Sanad Al-Qur’an Nusantara

 

Penelusuran Jejak Intelektual dan Sanad Qira’at Kyai Munawwir Krapyak Jogjakarta.

Menelusuri Jejak Intelektual & Sanad Qiraat al Muqri’i KH. M. Moenawir Krapyak Jogja

Muhammad Abid Muaffan
Santri Backpaker Nusantara, S1 Pendidikan Bahasa Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama