Ini adalah sepucuk surat yang ditulis oleh Sayyid ‘Abdullâh b. Shâlih al-Zawâwî al-Makkî (w. 1924), ulama besar Makkah yang juga mufti madzhab Syafi’i, dalam masa kunjungan dan mukimnya di Garut, Jawa Barat.
Surat ini ditulis dalam bahasa Arab dan bertitimangsa 20 September tahun 1895 M (ditulis dengan penanggalan Masehi, tidak menyertakan penanggalan Hijri). Surat tersebut diperuntukkan kepada sahabat sang mufti, yaitu C. Snouck Hurgronje (w. 1936) yang pada saat itu berkedudukan di Batavia dan menjabat sebagai penasihat pemerintahan kolonial Hindia Belanda (selama 1889-1906).
Manuskrip surat ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda, dalam himpuan koleksi C. Snouck Hurgronje. Pada koleksi tersebut, terdapat manuskrip sejumlah surat lainnya yang dikirim oleh al-Zawâwî kepada Snouck. Jumlah halaman surat adalah 2 halaman, ditulis pada satu lembar kertas (recto-verso/ muka depan dan muka belakang). Halaman pertama terdapat 18 baris, dan halaman kedua terdapat 2 baris. Identitas dan tandatangan pengirim (Sayyid ‘Abdullâh al-Zawâwî) terdapat di bagian akhir surat.
Isi surat tersebut mengabarkan, antara lain, (1) al-Zawâwî telah sampai di Garut dan merasa betah di kota yang indah dan sejuk ini, (2) ketika berada di Garut, al-Zawâwî bertemu dengan Haji Hasan Mustapa, kawannya ketika berada di Makkah dulu, dan menetap di rumah Hoof-Penghulu (al-Qâdhî) Garut,
(3) Haji Hasan Mustapa lalu pergi ke Batavia, (4) di Garut, al-Zawâwî ditemui oleh sejumlah murid-muridnya asal Priangan ketika mereka belajar di Makkah dulu, (5) al-Zawâwî merasa takjub dengan keindahan pemandangan alam Garut, utamanya oleh sumber air panas yang mengalir abadi, (6) Hoof-Penghulu Garut mengabarkan kepada al-Zawâwî tentang pertemuannya dengan Tuan Holle (K.F. Holle), di mana dalam percakapan keduanya, K.F. Holle menyebut dan memuji sosok al-Zawâwî, (7) al-Zawâwî mengabarkan kepada Snouck jika beberapa utusan Sultan Kutai (Tenggarong) akan tiba di Batavia dan akan menemui Snouck atas rekomendasi al-Zawâwî.
Al-Zawâwî membuka suratnya dengan kalimat berikut ini:
السلام التام مع غاية التحية والاكرام حسب اللائق بعالي المقام حفظكم الله تعالى وأعانكم على الدوام وكفانا واياكم شرور الحسدة
(Keselamatan yang sempurna bersamaan dengan puncak penghormatan dan pemuliaan, sesuai dengan kepatutan, untuk seseorang yang berkedudukan tinggi [maksudnya adalah Snouck Hurgronje], semoga Allah senantiasa menjagamu dan menolongmu selamanya. Semoga Allah juga senantiasa menjauhkan kita dan engkau dari keburukan para penghasad dan pendengki)
Kedatangannya di Garut dikabarkan sebagaimana berikut ini:
وقد وصلت قاروت بالصحة والسلامة قرب مغرب يوم الثلوث
(Aku pun tiba di Garut dengan sehat dan selamat menjelang waktu maghrib pada hari Selasa)
Al-Zawâwî juga menulis:
من الأخبار كذلك أشتهي أعلم بوصول الحاج حسن مصطفى الى بتاوي وبعد كم يوم يكون وصوله لمحل وظيفته. وأما نزول الفقير هنا فعند القاضي وهو بحسب الوصف الذي وصفتموه لنا ولكن ما خالف جزاه الله خيرا. قابلنا أحسن مقابلة وذكر أن توان هولا ذكرنا عنده ومدحنا له في العام الماضي وذكر له أن لي نية الوصول لمحلاتهم وذكر أيضا أنه يسمع باسمي ووجدت جملة من الطلبة للفقير وغالبا أن جلوسي هنا يكون قرب عشرة أيام لأني رأيت الماء الحار وأعجبني
(Di antara kabar [lainnya] adalah aku sangat menunggu kabar kedatangan Tuan Haji Hasan Mustapa ke Batavia, di mana setelah beberapa hari ia akan memulai pekerjaannya. Adapun di Garut, aku [al-faqîr] tinggal di rumah Tuan Penghulu. Sosoknya sebagaimana yang kamu gambarkan kepadaku, tidak melenceng. Semoga Allah membalas kebaikannya.
Kami bertemu dan berbincang-bincang dengannya dengan hangat. Dia menceritakan kepadaku jika Tuan K.F. Holle menyebut namaku dan memuji diriku pada tahun lalu. Dia juga mengabarkan kepada Tuan Holle tentang niat kedatanganku ke tempatnya [di Garut], sebagaimana Tuan Holle juga telah mendengar namaku. Di Garut aku bertemu dengan sejumlah murid-muridku. Diperkirakan, masa keberadaanku di Garut selama sepuluh hari. Di sini aku melihat air panas dan aku sangat takjub akan hal itu)
* * * * *
Sayyid ‘Abdullâh al-Zawâwî bertemu dengan Snouck Hurgronje di Jeddah pada tahun 1884. Keduanya diperkenalkan oleh Raden Aboe Bakar Djajadiningrat, seorang Menak Sunda dari Pandeglang yang bekerja di kantor Konsulat Belanda di Jeddah sekaligus murid al-Zawâwî. Antara al-Zawâwî dan Snouck kemudian terjalin ikatan persahabatan. Keduanya juga saling berkorespondensi dengan cukup intens.
Sejak tahun 1893 , Sayyid al-Zawâwî eksil ke Nusantara pasca perselisihan dirinya dengan penguasa Makkah saat itu, Syarif ‘Aun al-Rafîq (m. 1882-1905 M). Al-Zawâwî berada di Nusantara selama lebih dari tujuh tahun. Selama itu ia menjabat sebagai mufti di Kesultanan Pontianak (Kesultanan al-Qadriyyah).
Al-Zawâwî juga banyak mengunjungi tempat-tempat di Nusantara, seperti Singapura, Pulau Penang, Johor, Malaka, Riau, Palembang, Kutai, Pontianak, Tenggarong, Banjar, Batavia, Garut, Cianjur, Bandung, Sukabumi, Bogor, dan lain-lain. Di tempat-tempat itu al-Zawâwî bertemu dengan para sultan, pejabat tinggi pribumi, dan utamanya para ulama besar daerah tersebut yang terikat jaringan keilmuan dengannya.
Ayah dari Sayyid ‘Abdullah al-Zawâwî, yaitu Sayyid Shâlih al-Zawâwî, juga tercatat pernah bermukim di Nusantara selama beberapa tahun, yaitu di Kesultanan Riau-Lingga di Penyengat dan juga di Kesultanan Pontianak. Di Kesultanan Riau-Lingga, Sayyid Shâlih al-Zawâwî bahkan sempat mengarang sebuah kitab berjudul “Kaifiyyah al-Dzikr ‘alâ al-Tharîqah al-Naqsyabandiyyah al-Mujaddidiyyah al-Ahmadiyyah”, yaitu manual tarekat Naqsabandiah-Muzhariah/ Mujaddadiah.
Terkait kitab tersebut, sila baca: https://web.facebook.com/photo.php?fbid=10156621603444696&set=pb.570469695.-2207520000..&type=3&theater
Sayyid Shâlih al-Zawâwî (sang ayah) juga yang tercatat sebagai orang yang pertamakali menyebarkan tarekat tersebut di Nusantara, melalui pintu masuk Kesultanan Riau-Lingga dan Kesultanan Pontianak. Wallahu A’lam.