Sekilas Kitab Siraj al-Thalibin Karya Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan

Sudah lama penulis ingin membeli kitab ini, namun baru hari ini Allah mengabulkan. Inspirasi paling kuat membeli kitab ini datang dari guru spesial saya di kampung, Al-Marhum Al-Maghfurlahu KH Abdul Kamal Pasucen yang membacakan kitab ini ketika penulis sowan sebelum menunaikan rukun Islam yang ke-lima.

Guru spesial penulis tersebut membaca dalam kitab ini sekelumit doa yang harus dibaca setelah menunaikan ibadah thawaf.

Penulis merasa apa yang diberikan guru tersebut menjadi perintah untuk membeli dan mengkaji kitab legendaris ini.

Penulis membeli kitab Siraj al-Thalibin ‘Ala Minhajil Abidin Ila Jannati Rabbil ‘Alamin Li-Al-Imam Ghazali karya Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Jampesi Al-Kediri yang wafat 1372 H. terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyyah Beirut.

Dalam pengantarnya Syaikh Ihsan Jampes menulis:

من صنف فقد وضع عقله في طبق وعرضه علي الناس

Orang yang berkarya, sungguh ia telah meletakkan pemikirannya dalam hidangan yang siap disuguhkan kepada orang

Tentu hanya pemikiran atau hidangan terbaik yang disuguhkan kepada orang. Ia adalah intisari ilmu yang digeluti sepanjang hidup.

Syaikh Ihsan Jampes kemudian menjelaskan dasar-dasar ilmu tasawuf secara ringkas.

Definisi ilmu tasawuf:

Ilmu untuk mengetahui ahwal (kondisi-kondisi) manusia dan sifat-sifatnya, baik yang terpuji atau tercela

Tema kajiannya:

Al-nafs (jiwa) yang menjelaskan tentang ahwal dan sifat-sifat manusia

Buahnya:

Menjadi sarana mengosongkan jiwa dari aghyar (semua hal selain Allah), menghiasinya dengan menyaksikan kehadiran Allah, Sang Maha Penguasa Yang Maha Mengampuni

Hukum mempelajarinya:

Wajib ‘aini (kewajiban personal) bagi semua mukallaf (muslim-akil-baligh) untuk memperbaiki ilmu bathin

Relasinya dengan ilmu lain:

Sumbernya segala ilmu. Ilmu yang lain adalah cabangnya.

Peletak dasarnya:

Para Imam Yang Ma’rifat

Sumber materinya:

Baca Juga:  Menilik Perjodohan di Kalangan Keluarga Kiai dan Sesama Santri

Kalam Allah, kalam Rasulullah dan orang-orang yang sudah mencapai posisi yakin-ma’rifat.

Problemanya:

Masalah-masalah yang dibahas seputar ‘awaridl (hal-hal baru yang bermunculan) yang sifatnya dzatiyyah, seperti: fana’, baqa’, muraqabah, dan lain-lain.

Eksplorasi Tugas Mujaddid

Syaikh Ihsan Jampes menjelaskan hadis:

إن الله تعالي يبعث لهذه الأمة علي رأس كل مائة سنة من يجدد لها أمر دينها (رواه أبو داود والحاكم والبيهقي)

Sesungguhnya Allah Ta’ala mengutus pada umat ini pada setiap permulaan setiap seratus tahun orang yang memperbaharui bagi umat urusan agamanya” (HR. Dawud, Al-Hakim, dan Baihaqi)

Apa tugas pembaharu (مجدد)?

Pertama, menjelaskan Sunnah dari bid’ah
(يبين السنة من البدعة)

Kedua, memperbanyak ilmu dan menolong ilmuwan-ahli ilmu
(يكثر العلم وينصر أهله)

Ketiga, merendahkan ahli bid’ah
(يذل أهل البدعة)

Apa syarat-syarat menjadi مجدد ?

ولا يكون إلا عالما بالعلوم الدينية الظاهرة والباطنة

Ia harus memahami betul ilmu agama yang tampak (fikih) dan yang tidak tampak (tasawuf) sekaligus.

Siapa مجدد itu ?

1. Abad pertama hijriah: Umar bin Abdul Aziz
2. Abad kedua hijriah: Imam Syafii
3. Abad ketiga hijriah: Imam Asy’ari atau Imam Ibnu Suraij
4. Abad keempat hijriah: Imam Isfarayini atau Imam Sha’luki atau Imam Baqilani
5. Abad kelima hijriah: Hujjatul Islam Imam Ghazali

Nazham bawah ini menjelaskannya:

والخامس الحبر هو الغزالي – وعده ما فيه من جدل
والشرط في ذلك أن تمضي المائة – وهو علي حياته بين الفئة
يشار بالعلم الي مقامه – وينصر السنة في كلامه
وان يكون جامعا لكل فن – وان يعم علمه أهل الزمن
وان يكون في حديث قد روي – من أهل بيت المصطفي وقد قوي
وكونه فردا هو المشهور – قد نطق الحديث والجمهور

Baca Juga:  Peran Pesantren di Tengah Era Modernitas

Jangan Mudah Menyalahkan

Syaikh Ihsan Jampes memberikan warning kepada setiap orang supaya tidak mudah menyalahkan perilaku ahli tasawuf yang kadang bertentangan dengan disiplin ilmu fikih. Syaikh Ihsan mencontohkan beberapa hal:

Pertama, ada orang tidur bersama hewan buas yang jelas bertentangan dengan ilmu fikih yang melarang orang menjerumuskan dirinya dalam kehancuran. Imam Ghazali dikritik karena membolehkan perilaku ini.

Syaikh Ihsan menjawab: bagi orang yang sudah sampai posisi tertentu, maka ia tidak takut kecuali kepada Allah, bahkan orang lain termasuk hewan buas tunduk padanya. Seperti penjaga hewan buas yang mampu menundukkannya.

Kedua, Imam Abu al-Hasan ad-Dainuri melakukan haji 12 kali tanpa alas kaki dan terbuka kepalanya yang ditentang habis disiplin ilmu fikih.

Syaikh Ihsan menjawab: tidak pantas cepat-cepat mengingkari orang yang merusak badannya karena ingin menggapai rida Allah dan mengagungkan kemuliaan-kemulian-Nya. Mungkin ia merasa berdosa besar dan menganggap Allah murka sehingga ia sowan Allah dengan performance yang penuh kehinaan.

Ketiga, Imam Sufyan al-Tsauri berangkat haji dari Bashrah tanpa alas kaki (mlaku ngodok). Imam Fudlail bin ‘iyadl, Imam Ibn Adham, dan Imam Ibnu ‘Uyainah mendatanginya di luar Mekkah, kemudian mereka bertanya:

يا أبا عبد الله : أما كان من الرفق بذاتك أن تركب ولو حمارا ؟ فقال : أما يرضي العبد الابق من سيده أن يأتي الي مصالحته الا راكبا. فبكي الفضيل والجماعة

Wahai Abu Abdullah, apa tidak termasuk menyayangi badanmu jika engkau naik sesuatu meskipun himar (keledai) ?

Imam Sufyan berkata:

“Apakah seorang budak yang lari dari majikannya tidak rela sowan/ datang ke majikannya untuk berdamai kecuali dalam posisi naik”?

Imam Fudhail dan jamaah yang hadir menangis mendengar jawaban Imam Sufyan At-Tsauri.

Baca Juga:  Transisi Dewasa Awal yang Kritikal

Masih banyak sekali mutiara yang dijelaskan Syaikh Ihsan Jampes dalam kitab ini.

Butuh Waktu 8 Bulan

Syaikh Ihsan Jampes menulis kitab ini dalam waktu kurang lebih 8 bulan. Karya ini selesai pada selasa siang, 29 Sya’ban 1351 H.

Dalam muqaddimahnya beliau menulis:

وما لي في هذا المجموع الا النقل والجمع من كلام العلماء الراسخين والصلحاء العارفين فإذا رأيت صوابا فمن هؤلاء الأعلام وان رأيت خللا فمن وهم صدر مني لشرود الافهام لعدم تأهلي لذلك وقصوري عن الوصول إلي ما هنالك فالمتصدي للتاليف والمعتني بالتصنيف ولو بلغ السهي في النهي فقد استهدف ومن أنصف اسعف

Demikian pelajaran berharga dari Syaikh Ihsan Jampes yang mampu menghadirkan karya agung ini dalam waktu 8 bulan.

Beliau mendorong kita supaya menghilangkan dikotomi ilmu dhahir (fikih) dan ilmu bathin (tasawuf). Keduanya harus dikaji, dikuasai dan diamalkan secara simultan untuk menggapai rida Allah Ta’ala dalam hidup ini.

Ingat dawuh ulama:

من تفقه بلا تصوف تفسق ومن تصوف بلا تفقه تزندق ومن جمع بينهما فقد تحقق

Semoga kita mampu menyerap dan mengamalkan ilmu serta meneladani Syaikh Ihsan Jampes dalam berkarya, Aamiin.

  [HW] .فتشبهوا إن لم تكونوا مثلهم – ان التشبه بالرجال فلاح

Dr. H. Jamal Makmur AS., M.A.
Penulis, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Pati, dan Peneliti di IPMAFA Pati

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kitab