Refleksi: Tahun Baru Untuk Apa?

Yang paling dekat adalah kematian, yang paling jauh adalah masa lalu“. Demikian kata Imam Al-Ghazali. Walau kematian sangat dekat, tetapi ia paling banyak dilupakan oleh manusia, seakan-akan ia masih jauh dan jauh. “Karena hidup bukan untuk mati, tetapi mati untuk hidup”, demikian kata beberapa teman, dan katanya lagi “Jangan sia-siakan hidup dengan menyesali setiap perbuatan apa pun, buatlah hidup itu happy and happy”.

Hidup bukan hanya persoalan bertahan hidup, tetapi bagaimana mengisi hidup. Banyak manusia yang hidup dari tahun ke tahun, dan sampai pada tahun baru berikutnya, entah apa yang kemudian berubah dari silih bergantinya ia dari tahun ke tahun?, termasuk yang menulis ini.

Setiap awal tahun ia rayakan, bukan ia tangisi. Jelas-jelas umur sudah berkurang, masih saja tersenyum, bertambah umurnya, bertambah dekat dengan kematian. Maka Ibnu Mas’ud sangat menyesali hidupnya setiap matahari tenggelam.

ﻣﺎ ﻧﺪﻣﺖ ﻋﻠﻰ ﺷﻲﺀ ﻧﺪﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﻳﻮﻡ ﻏﺮﺑﺖ ﴰﺴﻪ ﻧﻘﺺ ﻓﻴﻪ ﺃﺟﻠﻲ ﻭﱂ ﻳﺰﺩ ﻓﻴﻪ ﻋﻤﻠﻲ –

Tiada yang ku sesali selain keadaan ketika matahari tenggelam, ajalku berkurang, namun amalanku tidak bertambah.”

Tahun demi tahun berganti. Dalam satu tahun menempuh 365 hari, entah lebih banyak tidurnya, ibadahnya, atau main-mainnya?, yang tahu adalah diri sendiri. Tinggal mengevaluasi diri. Seandainya tidur 8 jam dalam sehari semalam, maka tinggal menghitung berapa tahun ia tidur dalam hidupnya?.
Sebaimana yang diriwayatkan leh Ibnu Hibban, Rasulullah bersabda “Orang yang berakal dan dapatmengendalikannya, seharusnya memiliki
empat waktu: pertama, waktu untukbermunajat kepada Allah; Waktu untukmengintrospeksi diri; ketiga waktu untukmemikirkan ciptaan Allah; keempat waktuuntuk memenuhi kebutuhan jasmani dariminuman dan makanan.”

Tahun baru untuk apa?. Untuk memperbaiki diri. Apa yang akan diperbaiki?. Apakah sudah punya agenda besar pada tahun baru terkait dengan perbaikan ibadah, pertaubatan diri, kreatifitas diri, pengembangan diri, dan lainnya?!. Atau hanyalah sebuah tahun yang akan lewat, sebagaimana tahun-tahun yang lalu? Kalau hidup hanya sibuk dengan hal yang tidak “penting” di sanalah kerugian terbesar, sebagaimana Sabda Rasulullah sallawahu alaihi wasallam

Baca Juga:  Tawakal: Mediasi Diri Menuju Penghambaan yang Hakiki

عَلَامَةُ إِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ العَبْدِ اِشْتِغَالُهُ بِمَا لَايَعْنِيْهِ، وَإِنْ امْرِإٍ ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنْ عُمُرِهِ فِي غَيْرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ العِبَادَةِ، لَجَدِيْرٌ أَنْ تَطُوْلَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ. وَمَنْ جَاوَزَ الأَرْبَعِيْنَ وَلَمْ يَغْلِبْ خَيْرُهُ عَلَى شَرِّهِ فَلْيَتَجَهَّزْ إِلَى النَّارِ

Tanda berpalingnya Allah dari hamba-Nya adalah dia (hamba) disibukkan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat dan sesungguhnya orang yang telah kehilangan sesuatu dari umurnya untuk selain ibadah, tentu sangat layak baginya kerugian yang panjang. Barang siapa umurnya telah melebihi 40 tahun sementara amal kebaikannya tidak melebihi amal keburukannya maka bersiap-siaplah masuk neraka.”

Tahun baru untuk apa?, Apakah hanya untuk dijalani saja, seperti tahun-tahun sebelumnya?.

Mudah-mudahan bergantinya tahun, berganti pula keinginan untuk menjadi baik dan menjadi lebih dari sebelumnya.

2021 menuju 2022.

**
Muhasabah Akhir dan Awal Tahun (Khutbah Masjid Sabillah Malang). Munajad Akhir Tahun (Masjid Ramadhan Araya Malang).

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Hikmah