Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Rasulullah adalah sosok manusia penuntun, dimana seluruh tindak-tanduk akhlaqnya direkam oleh umat muslim di seluruh penjuru dunia. Namun perlu diingat bahwa beliau memiliki sifat jaiz, yaitu sifat kemanusiaan.
Sebagaimana kita, beliau juga makan, beliau memiliki nafsu, beliau juga menikah dan bahkan beliau juga bercanda, memiliki selera humor yang elegan.
Sampai hari ini mungkin ada yang mengetahui teladan Rasulullah secara normatif, menurut keterangan-keterangan literatur salaf, atau terjemahanya dan media apapun yang menggambarkan sosok beliau. Selayaknya orang mencinta, maka adalah hal yang wajib jika kita mengetahui seluruh keadaan orang yang dicinta secara dzohir juga bathin.
Tidak hanya dari dimensi penentuan hukum atau syari’at dan juga tuntunan akhlaqul karimah yang jelas-jelas dibutuhkan oleh umat manusia.
Apakah kita pernah berfikir, bagaimana komunikasi Rasulullah dengan istri beliau, sahabat dan orang-orang disekitar beliau ?, apakah beliau memiliki jiwa seni ? atau apakah beliau juga suka bercanda ? katanya beliau memiliki sifat jaiz seperti halnya kita, manusia. Dari sini penulis akan sedikit menggambarkan teladan beliau, yang juga berselera humor, dari berbagai sumber yang didapatkan.
Dalam satu riwayat dikatakan disatu waktu, Aisyah Ra sedang memasak khazirah (daging diiris kecil-kecil yang dicampur gandum). Setelah Aisyah selesai, duduklah Sa’udah Ra, istri Rasulullah yang lain. Aisyah langsung mempersilahkan Sa’udah untuk memakanya, namun Sa’udah tidak berkenan untuk makan, Aisyah pun iseng-iseng melumurkan makanan tersebut ke wajah Sa’udah. Rasulullah Saw pun tertawa dan berkata, “Lumuri juga wajahnya dengan makanan itu, Sa’udah”. Akhirnya Rasulullah, Aisyah dan Sa’udah pun tertawa dan bercanda, cukup membayangkan saja sudah ikut bahagian bukan ?.
Riwayat lain mengatakan, suatu hari Rasulullah Saw sedang makan kurma Bersama dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Tiba-tiba Rasuullah Saw meletakkan biji-biji kurma di depan Sayyidina Ali, sembari mencandai Rasulullah Saw berkata “Betapa banyak engkau makan kurma”. Sayyidina Ali menjawab candaan Rasulullah Saw dengan ucapan,”Iya betul, tetapi lebih banyak lagi orang yang memakan kurma dengan bijinya”. Para sahabat pun ikut tertawa melihat pemandangan tersebut.
Bagaimana? sudah bisa senyum-senyum sendiri membaca kisah-kisah diatas? selanjutnya riwayat tentang salah satu sahabat yang terkenal jenaka, Nu’man bin ‘Amr. Suatu hari ketika Nu’aiman dikabarkan sakit mata, lantas Rasulullah Saw menengoknya. Ternyata Rasulullah Saw melihat Nu’aiman sedang asyik memakan kurma. Melihat itu kemudian Rasulullah Saw bertanya “Apa boleh makan kurma, matamu kan sedang sakit?” kemudian dengan santainya Nu’aiman menjawab; “Saya mengunyah dari arah mata yang tidak sakit.” Mendengar jawaban itu Rasulullah Saw kembali tersenyum dan tertawa untuk kesekian kalinya.
Kisah selanjutnya datang dari sahabat Umar bin Khattab. Suatu hari Rasulullah berkata kepada sahabat-sahabatnya,”Siapakah diantara kalian yang punya kisah lucu dan membuatku tertawa”. Sayyidina umar pun menjawab, “Saya, ya Rasulullah”, Sayyidina Umar pun bercerita tentang pengalaman beliau ketika belum masuk islam. Beliau membuat suatu sesembahan atau berhala dari manisan. Ketika siang hari tiba, perut Sayyidina Umar terasa lapar dan saat itu tidak ada makanan lain selainan manisan yang beliau buat sebagai sesembahan. Maka dimakanlah manisan yang dibuat sebagai sesembahan tersebut. Rasulullah pun terbahak mendengar kisah tersebut.
Dari beberapa kisah Humoris Rasulullah Saw diatas maka senada dengan salah satu perkataan ulama’ salaf “ كان له مهابة، فلذا كان ينبسط مع الناس بالمداعبة والطلاقة والبشاشة ”. “Rasulullah mempunyai wibawa yang agung, maka dari itu beliau bergaul kepada manusia (para sahabat) dengan senda gurau, kegembiraan dan keceriaan.”
Dalam konteks bercanda ini Rasulullah pernah bersabda dalam sebuah riwayat Aisyah Ra ” إن الله لا يؤاخذ المزاح الصادق في مزاحه “. “Sesungguhnya Allah tidak menghukum orang humoris yang benar dalam humornya”. “Benar” dalam konteks hadits yang telah ditulis adalah, becanda yang diperbolehkan adalah bercanda yang tidak melewati batas, menggunakan bahasa yang baik, bercanda dengan mengatakan yang sesungguhnya atau jujur, tidak menjelek-jelekkan atau menjatuhkan orang lain.
Meski demikian ada beberapa hadis dan pendapat salaf yang mngatakan bahwa terlalu banyak melakukan canda dapat mngeraskan dan mematikan hati. Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari hadits yang panjang, “ وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ ”. “Janganlah engkau memperbanyak tertawa, sesungguhnya banyaknya tertawa dapat mematikan hati”.
Sesuatu yang berlebihan pastilah tidak baik, begitu halnya dengan bercanda, asal dilakukan sesuai batasanya, maka bercanda tidak sepi dari kemanfaatan. Bercanda atau menyajikan humor adalah salah satu seni dalam berkomunikasi, dimana dengan humor komunikasi yang terjalin antara manusia satu dengan manusia semakin rekat dan harmonis. Begitulah yang juga dilakukan oleh Rasulullah Saw dalam membangun keakraban secara emosional pada orang disekitar beliau.
Wallahu a’lam. (IZ)