“Sembari merokok ditemani gorengan dan kopi, Margono mencoba menerka-nerka bagaimana penjelasan yang paling pas dan rasional supaya tidak dibantah oleh Acul. Karena Margono berkeyakinan bahwa santri-santri kyai Naatiq tidak akan mudah menerima jawaban begitu saja. Jawaban itu harus logis dan ada referensinya.

“Begini mas Acul, Aku ini sebenarnya bingung mau memulai dari mana karena itu belum terbiasa menyampaikan pendapat pribadi. Dalam pengalaman ngajiku, semua penjelasan dicukupkan pada keterangan kyai.” Margono mencoba untuk menegosisasi Acul supaya dia tidak mengeluarkan pendapat pribadinya terlebih dahulu.

“Itu kan dulu Margono!, Kita ini berada dialam yang terus mengembang sebagaimana teori (bingbang). Dan sejurus dengan alam yang terus berkembang, cara belajar, serta pengembangan cara berpikir dan keterangan pun seharusnya demikian. Kalau kamu bingung mau dimulai dari mana penjelasannya, menurutku kamu mulai dari huruf ‘a’, lalu diakhiri dengan huruf apa saja (sembarang diantara 26 huruf alfabet).”

“Bagaimana itu maksudhnya mas?” Tanya Margono penasaran.

“Kamu tahu kan, kalau orang-orang yang memberikan penjelasan biasanya diselingi huruf ‘a’? Contohnya; Dalam sebuah keterangan -‘a’- imam ghazali adalah ulama yang produktif –‘a’- beliau memiliki karya puluhan -‘a’- dan seterusnya.

“Oh, jadi dimulai dari kata ‘a’ itu yang dimaksud seperti ucapannya versi orang Madura? Yang cara bacanya berubah menjadi ‘e’?” Margono meminta konfirmasi.

“Nha itu dia, biar lebih kelihatan kalau sebenarnya kamu itu kesulitan dalam menjelaskan. Hahahaha…”

“Di dalam dada Margono, orang ini sepertinya mau ‘ngospek’ dirinya dengan cara bermain tebak-tebakan dari hasil ngaji. Tapi dia bersyukur, akhirnya bisa menggunakan ‘otaknya yang lama dia simpan dalam rak’.”

“Okay,-e- -e- -e-, pertanyaannya kan Cuma urutan kan ya? Sebenarnya itu mudah bagiku, Cuma aku orangnya kan, tidak sombong, makanya tidak langsung menjawab. Trik Margono untuk men-smash balik ejekan Acul.

Baca Juga:  Perjalanan Ulama Besar; Imam Al-Ghazali Berasal dari Kurasan

“Rintangan ibadah yang kedua dan yang ketiga itu apa? Tadi aku kan bilang kalau untuk laki-laki, yang kedua adalah godaan dari makhluk (wanita) sedang untuk perempuan adalah godaannya dari dunia (harta). Untuk urutan ketiga tinggal dibolak-balik saja, sekarang kita fokuskan pada urutan yang kedua saja. Karena yang ketiga nantinya akan ketemu juga, kalau yang kedua bisa kita tetapkan.”

“Analisisku begini mas Acul, secara umum laki-laki yang standart itu memiliki sifat dasar kuat, mapan (karena akses kerja lebih terbuka) bisa melindungi dan elegan. Sedangkan perempuan secara umum memiliki karakteristik dasar lemah lembut, ngalem butuh uang (karena akses kerjanya yang terbatas) butuh dilindungi dan menawan.”

“Lalu?” Acul menyela penjelasan Margono.
“Santai, belum selesai bicara sudah dipotong. Biasanya orang yang semacam itu kurang diminati calon mertua lho, karena dia tidak sabaran. Hahahha.” Ejek Margono untuk set-point atas keunggulannya dalam mengejek.

“Okay lanjutkan, aku akan sabar sebagaimana janji nabi Musa pada nabi Khidir untuk tidak mengulangi ketidaksabarannya. Jika aku masih tidak-sabaran, maka aku akan janji lagi sampai janji itu tidak diucapkan lagi.” Retorika Acul untuk kembali menguasai keadaan.

“Hahaha,, Baiklah, karena janji itu adalah hutang, maka ia harus dibayar! Jadi jangan lupa membayarkan gorengan dan kopi kita ya.” Margono mulai bisa membalikkan keadaan. Lalu margono melanjutkan.

“Jadi dari karakteristik laki-laki yang memiliki sifat kuat, mapan, maka yang ia butuhkan bukanlah kemapanan lagi tapi hiasan/keindahan untuk menyempurnakanya. Dan hiasan itu berada pada diri perempuan. Sedangkan perempuan mempunyai sifat bawaan suka berhias, makanya yang dia butuhkan adalah harta untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Secara gampang begini laki-laki ingin memperindah dirinya dengan perempuan. Sedangkan perempuan ingin memperindah dirinya dengan kekayaan (harta).”

Baca Juga:  Yang Perlu Kamu Tahu tentang Hukum Islam sebelum Hijrah

Lalu Margono menyeruput kopinya dengan tenang.

“Wah lumayan encer juga sudut pandangmu. Kapan-kapan aku akan menghabisimu dalam sesi pengajian yang akan datang. Mari kita pulang, dan sesuai dengan kaidah ‘ajak-mengajak’ bahwa ia adalah simbol traktiran.” Tanggapan Acul yang kere mencari gratisan.

“Okay, kapan-kapan kalau ada ngaji lagi kita tukar pikiran disini. Dan barangsiapa yang bisa menjelaskan secara rasional, maka dialah yang tidak akan mengeluarkan uang. Tandas Margono.

“Mak, berapa semuanya?” Tanya Margono pada penjaga warung kopi.

“11.000 saja le,” Jawab Mak Duro.

“Oh iya, sebelum kita pisah aku mau memberikan quote dari gus kita.

Bunyinya begini “Penuntut ilmu harus memiliki jiwa yang sabar dan syukur. Kesulitan hanya tunduk pada mereka yang tekun. Rintangan dan ujian hanya menyerah pada mereka yang sabar. Dan kesuksesan hanya layak bagi mereka yang bekerja keras. Maka tersenyumlah untuk hari ini, karena dengan satu senyuman, kau bisa meyakii dirimu bahwa tak ada satupun masalah yang tak bisa kita hadapi.”

Baca juga https://pesantren.id/ulama/prediksi-imam-ghazali-tentang-ujian-iman-generasi-milenial-383/

Iqbalul Muid
Luhurian & Farabian, Aktivitas: Mengejar Dunia, Memburu Akhirat.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama