Buku: Neurosains; Menjiwai Sistem Saraf dan Otak
Penulis: Dr. Muhammad Akil Musi dan Dr. Nur jannah
Penerbit: Prenadamedia Group
Tebal: 315
ISBN: 978-623-218-961-4
Peresensi: Ashimuddin Musa
Islam secara normatif adalah agama yang sempurna. Hal ini didasarkan pada penjelasan Alquran sendiri pada surah Al-Maidah ayat 3. Sebagai agama yang telah disempurnakan oleh Allah ia mengandung makna agama Islam sebagai agama yang esensial dan posisi Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi terakhir yang menerima wahyu dan tidak ada nabi lagi sesudahnya.
Sebagai agama yang sempurna, Islam tentu saja memiliki nilai-nilai dan ajaran universal. Sehingga, dengan kehadirannya, umat Islam dituntut untuk senantiasa mensikapi segala realitas kehidupan yang ada sesuai dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam, yakni Alquran dan sunnah. Namun faktanya, agama Islam yang telah sempurna dan memuat nilai-nilai universal, seperti nilai-nilai keadilan, belum sepenuhnya diaplikasikan dalam konteks kehidupan keseharian. Padahal, nilai-nilai keadilan ini adalah sebuah kebutuhan intrinsik manusia (Saidurrahman dan Azhari 2019: 101).
Diakui atau tidak, setiap manusia yang terlahir ke dunia memiliki derajat yang sama. Ia adalah hamba Tuhan yang harus diperlukan secara seimbang (equal) dan adil. Terkait dengan begitu pentingnya memperlakukan setiap manusia secara seimbang dan adil, bahkan Alquran sendiri yang menjadi sumber inspirasi tertinggi umat Islam tidak membenarkan atas perlakuan kesewenang-wenangan. Tidak sedikit daripada ayat-ayat Alquran yang menekankan untuk itu. Misalnya, QS An-Nahl, 16:97 yang menyatakan bahwa umat manusia, baik laki-laki maupun perempuan, siapa pun yang beriman dan beramal soleh, maka akan mendapatkan ganjaran yang sama dari Allah SWT.
Seringkali Perempuan mendapatkan perlakuan tidak adil di tengah-tengah masyarakat. Mereka selalu dipandang sebelah mata. Misalnya, perempuan dianggap tidak pantas masuk dalam dunia politik atau tampil di muka umum. Bahkan, terkadang, perempuan dipandang sebagai mahluk yang lemah, laki-laki justru sebaliknya. Perlakuan yang seperti ini menjadi bukti nyata bahwa eksistensi keberadaan perempuan masih termarginalisasi di alam jagat. Meskipun perempuan berbeda dengan laki-laki dalam beberapa kasus, tetapi bukan berarti menjadi sebuah keabsahan bagi kaum laki-laki untuk memperlakukan perempuan sewenang-wenang.
Ada beberapa faktor mengapa pembumian nilai-nilai universalitas Islam ini masih terjadi benturan dalam kamus kehidupan manusia salah satunya karena minimnya pemahaman manusia. Bagaimana solusinya? Tentunya diperlukan pengkajian Islam dalam hal ini Alquran dan hadis lebih serius dalam rangka merespon dinamika persoalan yang terus berkembang.
Sebagai bukti dari sikap dan tanggung jawab akademik, muncul salah satu penulis yang mencoba mengelaborasi untuk mengurai masalah-masalah sosial menggunakan perspektif berbeda dalam hal ini tidak menggunakan pendekatan religious seperti akidah, syariah dan akhlak, meskipun dalam syariah sudah melingkupi aspek ibadah dan mu’amalah, yang di dalamnya mencakup masalah hukum, ekonomi, social-budaya dan politik.
Menariknya dari buku ini ialah, ia mencoba mengangkat sisi lain dari perbedaan laki-laki dan perempuan yang tidak sampai pada (mohon maaf) mereduksi eksistensi kaum wanita dan menjustifikasi bahwa salah satu lebih unggul daripada yang lain. Artinya, perempuan memang memiliki sisi perbedaan dengan laki-laki, tetapi perbedaan itu justru akan saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Penulis buku ini melihat keduanya memiliki sisi kelebihan dan kekurangan yang sama, yang kalau diperhatikan kekurangan tersebut menjadi sempurna bila keduanya akan saling melengkapi. Dengan demikian, dilihat dari teori neurosains yang diperkenalkan oleh penulis menandakan bahwa tidak ada yang perlu diunggulkan di antara mereka. Justru kehadiran keduanya akan memberikan makna bila keduanya mampu berjalan beriringan secara proporsional.
Neurosains atau sering disebut ilmu otak atau ada juga yang menyebutnya sebagai ilmu saraf yang pada dasarnya adalah saintifikasi otak sebagai pusat saraf manusia. Secara sederhana, neurosains dapat dikatakan sebagai proses membahasakan secara ilmiah mengenai sistem saraf dan otak manusia (hal. 15). Lebih gampangnya, mempelajari ilmu ini adalah untuk mengetahui sejauh mana otak manusia mengatur mekanisme berfikir serta emosi.
Ketika dilihat dari kacamata neurosains, bahwasanya ukuran otak laki-laki dikatakan 11-12 persen lebih besar daripada perempuan. Namun, ukuran ini tidak mengurangi martabat perempuan. Faktanya, banyak perempuan lebih unggul dari segi kecerdasan dan kecakapan lainnya. Dari segi kebahasaan, perempuan lebih unggul. Dalam buku ini ditulis:
Dua bagian otak yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa terbukti lebih besar pada wanita dibandingkan pria. Tak heran jika banyak wanita yang berhasil dalam bidang yang berkaitan dengan bahasa. Dalam hal kesehatan hal ini membuat wanita lebih cepat pulih ketika mengalami stroke, karena stroke memengaruhi daerah yang berkaitan dengan bahasa tersebut (hal. 163).
Buku ini sangat penting dibaca oleh siapapun yang ingin mengerti bagaimana cara memahami perilaku tiap-tiap individu menggunakan kacamata neurosains. Kajian ini bisa dikategorikan masih relatif sedikit di Indonesia karena masih sedikit yang membahasnya. Selain itu, ada sedikit tulisan yang salah ketik di dalamnya. Namun demikian, kesalahan itu tidak dapat mengurangi keunggulan buku ini yang menawarkan teori baru yang disajikan dengan penyampaian yang seru dan memuaskan. Selamat membaca.