Dalam kitab durratun nasihin terdapat beberapa berbagai pendapat ulama mengenai asbabu nuzul (sebab turunnya ayat al-Qur’an) QS. al-Qadr. Tetapi ada pendapat yang menarik yang merujuk dari riwayat Ibnu Abbas r.a. Menurut riwayat ini, turunnya QS. al-Qadr berkaitan dengan kisah Syam’un al-Ghazi.
Pada suatu malam, Rasulullah Saw. bersama para sahabat sedang berdiskusi. Lalu kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepada Rasulullah Saw. untuk menceritakan kisah kepada Nabi Saw. tentang seorang hamba yang bernama Syam’un al-Ghazi. Diceritakan bahwa ia bertempur melawan orang-orang kafir selama seribu bulan dengan modal senjata tulang dagu unta. Syam’un al-Ghazi tidak mempunyai peralatan perang selain dari itu. Setiap ia memukul setiap musuh dengan senjatanya maka musuhnya pasti mati.
Tidak terhitung banyaknya musuh yang yang tewas karenanya. Apabila Syam’un al-Ghazi haus, maka keluarlah air yang segar dari sela-sela gigi unta. Apabila dia merasa lapar, ia memakan secuil daging yang maka tumbuh dari senjatanya itu. Begitulah kesehaarian Syam’un al-Ghazi, berperang setiap hari hingga umurnya mencapai seribu bulan, yaitu sama dengan delapan puluh tiga tahun empat bulan.
Orang-orang kafir mengakui kehebatanyya dan tidak ada satupun yang berani melawan Syam’un al-Ghazi. Akhirnya sekelompok orang yang memusuhi Syam’un al-Ghazi mencari solusi untuk membunuhnya. Kemudian mereka mengadakan musyawarah dan mendapatkan ide untuk bersekutu dengan istri Syam’un al-Ghazi yang berbeda keyakinan dengannya. Mereka berkata kepada istri Syam’un al-Ghazi: “Kalau engkau mau membunuh suamimu, maka engkau akan kami beri harta yang banyak!” “Aku tidak mampu membunuhnya”, jawab istri Syam’un al-Ghazi.
Orang-orang kafir kemudian berkata: “Kami beri engkau seutas tali yang kuat, ikatlah kedua tangan dan kedua kaki suamimu itu, selagi dia masih tidur. Lalu kami nanti yang akan membunuhnya”. Mendengar ide tersebut, maka istri Syam’un al-Ghazi setuju untuk bersekutu membunuh suaminya. Maka ketika Syam’un al-Ghazi sedang tidur, istrinya mengikatnya kuat-kuat.
Tidak lama, Syam’un al-Ghazi terbangun dan berkata: “Siapa yang telah mengikatku?” Istrinya menjawab: “Akulah yang mengikatmu, sekedar untuk mencobamu”. Syam’un al-Ghazi merenggutkan tangannya dan tali tersebut putus dengan mudah.
Kemudian orang-orang kafir datang lagi menemui istri Syam’un lalu menyerahkan seutas rantai kepadanya. Dengan rantai itu, istri Syam’un mengikat kedua tangan dan kaki suaminya. Syam’un al-Ghazi kemudian terbangun dan kembali berkata: “Siapa yang telah mengikatku?”, tanyanya dengan suara menggelegar. “Aku”, jawab istrinya. “Hanya sekedar mencobamu”.
Maka Syam’un al-Ghazi merenggutkan tangannya dan terputuslah rantai itu. Syam’un al-Ghazi berkata kepada istrinya: “Hai istriku, aku adalah salah seorang wali Allah. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mampu mengalahkan aku dan mengetahui kelemahanku selain rambutku ini”. Ketika istrinya mendengar perkataan suaminya tadi, maka diketahui bahwa letak kelemahan Syam’un al-Ghazi adalah pada rambutnya.
Setelah mengetahui kelemahannya, istri Syam’un al-Ghazi menyiapkan diri untuk memotong rambut suaminya ketika ia tidur. Begitu Syam’un al-Ghazi berangkat tidur, istrinya memotong rambutnya yang panjang sebanyak delapan utas. Dengan empat utas rambut itu, dia mengikat kedua tangan suaminya, dan dengan empat utas lainnya, dia mengikat kedua kakinya.
Ketika Syam’un al-Ghazi terbangun dari tidurnya, ia berkata dengan suara keras: “Siapa yang telah mengikatku?”. “Aku, hanya sekedar mencoba kekuatanmu”, jawab istrinya. Syam’un mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan itu, namun sekalipun sampai meronta-ronta, ia tetap tidak mampu memutuskan ikatan tersebut.
Kemudian istri Syam’un al-Ghazi memberitahukan kepada orang-orang kafir bahwa tugasnya telah berhasi. Mereka pun datang dan membawanya ke tempat penyiksaan. Di sana sudah terpancang sebuah tiang. Mereka mengikat Syam’un al-Ghazi ke tiang tersebut. Kedua telinga, kedua matanya, kedua bibirnya, lidahnya dan kedua tangan dan kakinya Syam’un al-Ghazi mereka potong.
Banyak orang-orang kafir yang berkumpul di rumah penyiksaan untuk melihat kematian Syam’un al-Ghazi. Lantas Allah Swt. mewahyukan kepada Syam’un al-Ghazi dan berkata: “Perlakuan apa yang engkau inginkan Aku timpakan kepada mereka?”. Syam’un al-Ghazi menjawab: “Berilah hamba kekuatan, sehingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, lalu runtuh dan menimpa mereka”.
Lalu Allah memberi kekuatan kepada Syam’un al-Ghazi. Setelah itu ia menggerak-gerakkan badannya, sehingga atap bangunan itu runtuh menimpa orang-orang kafir itu, maka matilah mereka termasuk istrinya yang kafir. Allah Swt. menyelamatkan Syam’un al-Ghazi dari kejahatan dan mengembalikan seluruh anggota tubuhnya.
Setelah kejadian itu, Syam’un al-Ghazi masih sempat beribadat kepada Allah selama seribu bulan lagi. Malam hari dia bangun untuk mengerjakan salat, dan siangnya dia berpuasa, hingga akhirnya tewas dipenggal pedang di jalan Allah.
Setelah mendengar cerita tersebut, para sahabat semuanya menangis karena ingin menjadi seperti Syam’un al-Ghazi. Mereka berkata kepada Rasulullah Saw.: “Ya Rasulullah, tahukah engkau, apa pahala yang akan diperolehnya?”. Rasulullah Saw. menjawab: “Aku tidak tahu”. Lantas Allah Swt. menyuruh malaikat Jibril a.s. turun membawa surah al-Qadar, seraya berpesan : “Hai Muhammad, Aku memberimu dan umatmu malam qadar (lailatul qadar). Ibadaj yang dilakukan pada malam itu lebih utama daripada ibadah selama tujuh puluh ribu tahun. Sementara itu ada pula sebagian ulama yang mengatakan: “Allah Swt. berfirman : “Hai Muhammad, salat dua rakaat pada malam qadar itu lebih baik bagimu dan bagi umatmu daripada menebaskan pedang selama seribu bulan pada zaman Bani Israil”. Wallahu a’lam