Press ESC to close

Kisah Rasulullah Saw. Mencium Tangan Seorang Pekerja Keras

Pada zaman dulu, gelar al-hafidz diberikan kepada ulama yg menguasai dan menghafal Al-Qur'an serta 100 ribu hadis berikut riwayatnya. Salah satu dari sekian banyak ulama yg mampu adalah Ibnu Hajar Asqolani. Saking cintanya ulama kelahiran Palestina ini terhadap mazhab Syafi’i, beliau hijrah ke Mesir untuk menimba ilmu yang mayoritas ulamanya bermazhab Syafi’i.

Semasa hidupnya, Syeikhul Ibnu Hajar Asqolani banyak sekali mengarang kitab dalam berbagai macam bidang ilmu, salah satu karya fenomenalnya ialah kitab “ Fathul Bari  (Kemenangan Sang Pencipta)" tang merupakan syarah kitab sahih Imam Bukhari dan disepakati sebagai kitab dengan penjelasan detail yang pernah dibuat. 

Berdasarkan riwayat, tahun penyusunan kitab tersebut mulai ditulis tahun 817 H dan selesai tahun 842 H. Artinya hampir 25 tahun untuk mengeksekusi sahih Imam Bukhari dalam penjelasan dari setiap hadis. Tidak heran apabila dibanding kitab penjelasan ( syarah ) hadis lainya, kitab Fathul Bari    merupakan karya yang mendekati sempurna.

Dalam kitab Fathul Bari ada sebuah riwayat bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah mencium tangan para pemimpin Quraisy, pemimpin kabilah, raja, atau siapapun. Sejarah mencatat hanya Fatimah Az Zahra -putri beliau- dan seorang tukang batu yang pernah dicium oleh Rasulullah Saw.

مر على النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ رجلٌ فرأى أصحابُ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ من جلَدِه ونشاطِه فقالوا: يا رسولَ اللهِ لو كان هذا في سبيلِ اللهِ؟! فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ: إنْ كان خرج يسعى على ولدِه صغارًا فهو في سبيلِ اللهِ وإن كان خرج يسعى على أبوين شيخين كبيرين فهو في سبيلِ اللهِ وإنْ كان خرج يسعى على نفسِه يعفُّها فهو في سبيلِ اللهِ 

Pada suatu saat, seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah Saw. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah ( fi sabilillah ), maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasulullah menjawab: "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu jihad di jalan Allah ( fi sabilillah ). Apabila ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu jihad di jalan Allah ( fi sabilillah ). Apabila ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu jihad di jalan Allah ( fi sabilillah ).” (HR. Thabrani) ( Lihat Dorar.net, diakses 9 Mei 202 5).

Begitu juga dengan Ibnu Abbas r.a. pernah mendengar Rasulullah bersabda:

من أمسى كالاً من عمل يده أمسى مغفوراً له

”Siapa saja bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni (dosa-dosanya)”. (HR. Thabrani) ( Lihat, shamela.ws, diakses 9 Mei 2025 ).

Terdapat kisah lainnya, yaitu sepulang dari perang Khandak, saat situasi kaum muslimin kembali normal. Rasulullah Saw. berjumpa dengan salah seorang sahabat bernama Sa'id al-Khudri di salah satu sudut kota Madinah.

Penampilannya lusuh, tubuhnya hitam dengan sisa bau keringat menyengat, disebabkan ia bekerja kasar sebagai seorang tukang pemecah batu di bawah terik matahari. Saat dijumpai oleh Rasulullah, ia sedang bekerja memecahkan batu besar dengan palu.

Pekerjaan itu sudah lama ditekuninya demi memberikan nafkah untuk anak istrinya. Sa'id al Khudri tampak malu menjulurkan tangannya saat Rasulullah Saw. mengajaknya bersalaman. Ia menyadari tangannya kasar dengan kapalan yang sangat menonjol dan mengeras.

"Ada apa dengan tanganmu, wahai Sa'id?" tanya Rasulullah Saw. sembari memegangi tangan sahabat itu. "Tanganku ini melepuh, wahai Rasulullah!" jawab Sa'id agak malu. "Tanganku melepuh karena begitu banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan," demikian jawaban Sa'id.

Rasulullah terenyuh melihat perjuangannya mencari rezeki Allah Swt yang halal, tanpa mengemis dan meminta-minta. Mendengar jawaban itu Rasulullah Saw. segera menggenggam tangan sahabatnya. Sesaat kemudian, Rasulullah mencium telapak tangan yang melepuh tersebut seraya bersabda: “ Hadzihi yadun la tamatsaha narrun abada”  (Inilah tangan yg tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya).

Sa'id merasa malu dan merasa tidak pantas, tangannya yang kasar, kotor, berdebu, berpeluh keringat itu dicium oleh seorang nabi dan rasul yang mulia. Sa'id berusaha menariknya. Namun, Rasulullah menariknya dan berkata: "Biarkan wahai Sa'id, biarkan tangan ini nanti yang akan membawamu ke surga!". Sa'id menangis tersedu. Ia terenyuh. Dia tidak membayangkan tangannya yang hina, ternyata memiliki mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya.

Kisah Sa’id menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. mengajarkan tangan pekerja yang kasar, dekil dan kotor sekalipun memiliki kemuliaan di sisi Allah dan Rasul-Nya ketika diguanakan untuk mencari rezeki yang halal dan berkah.

Terdapat hadis Rasulullah dengan kualitas lemah ( dhaif ) yang berbunyi:

إِنَّ مِنَ الذُّنُوبِ ذَنُوبًا لَا تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَلَا الصِّيَامُ، وَلَا الْحَجُّ وَلَا الْعُمْرَةُ» قَالُوا: فَمَا يُكَفِّرُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الْهُمُومُ فِي طَلَبِ الْمَعِيشَةِ

“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yg tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat, tidak juga haji dan tidak umrah”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Thabrani) ( Lihat Islamweb.net, diakses 9 Mei 2025

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

@PesantrenID on Instagram