Ki Hadjar Dewantara dan Pesantren

Nama Ki Hadjar Dewantara memang sangat terkenal di dunia pendidikan, beliau dijuluki sebagai bapak pendidikan Indonesia, terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat ini merupakan peletak pondasi awal sistem pendidikan Indonesia, beliau lahir pada hari Kamis Legi, tanggal 22 Mei 1889 di kota Yogyakarta, bertepatan dengan tanggal 2  Ramadan 1309 H. Soewardi Suryoningrat merupakan keturunan bangsawan. Lahir dari ayah ibu yang masih memiliki garis keturunan Puro Pakualaman Yogyakarta. Ayah beliau Kanjeng Pangeran Ario dan ibu beliau bernama Raden Ayu Sandiah. Ayah beliau adalah anak dari Paku Alam III Gusti Pangeran Adipati Ario. Soewardi Suryaningrat merupakan cucu dari Paku Alam III.

Masa Kecil Soewardi dan Pesantren

Lahirnya Soewardi Suryaningrat membawa kebahagiaan tersendiri bagi ayahnya, karena ayah beliau sangat mendamba-dambakan anak laki-laki, akan tetapi Soewardi ketika lahir berat badannya tidak sampai 3 Kg, badannya kurus, perutnya buncit, suaranya terlalu lembut. Bahkan ayah beliau yang suka humor dan gemar berkelakar memberi julukan kepada anak laki-lakinya ini dengan julukan Jemblung.

Masa kecil Soewardi Suryaningrat sebagaimana yang tertulis dalam buku yang diterbitkan oleh Kementerian pendidikan dan kebudayaan “ Ki Hadjar Dewantara Pemikiran dan Perjuangannya” pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Ayah beliau Kanjeng Pangeran Ario menitipkan Soewardi kecil kepada sahabatnya Kiai Soeleman yang memiliki pesantren, bahkan Kiai Soeleman memberi julukan kepada Soewardi kecil dengan julukan Trunogati, Truno dalam bahasa Jawa yang berarti pemuda, sedangkan gati/wigati yang berarti penting atau berarti. Tidak tanpa alasan Kiai Soelaman memberi julukan kepada Soewardi kecil dengan julukan Trunogati, Karena Kiai Soeleman memiliki firasat ketika masih bayi tangisan Soewardi yang lembut itu akan kelak suaranya akan didengar oleh banyak orang di negeri ini, dan perutnya yang Jembung (buncit) itu menandakan bahwa ia akan menelan dan menerima ilmu yang banyak.

Baca Juga:  Fundamentalis ke Kejumudan

Kiai Soeleman guru dari Soewardi yang dimaksud itu menurut KH. Muhammad Furqan dalam laman nu.or.id adalah Kiai Zainuddin Soeleman Abdurahman yang merupakan pengasuh pesantren di daerah Kalasan Prambanan. Menurut penuturan KH. Muhammad Furqan, seperti yang sudah diketahui bahwa Ki Hadjar Dewantara ketika kecil dikirim oleh keluarganya untuk mondok kesejumlah pesantren, salah guru beliau diantarkan adalah Kiai Zainuddin Soeleman Abdurahman, Ki Hadjar Dewantara  merupakan santri tulen dan beliau adalah seorang hafidz Al-Quran yang menghafalkan 30 Juz. Ki Hadjar Dewantara belajar mengaji dan menghafal al-Quran dari Kiai Zainuddin Soelaman Abdurrahman, bukan hanya itu saja, Ki Hadjar Dewantara juga mahir dalam membaca Al-Quran serta memahami isi Al-Quran juga belajar dari Kiai Zainuddin Soeleman Abdurrahman. Seperti yang sudah difirasatkan oleh Kiai Soelaman bahwa salah satu santri beliau yakni Soewardi Suyaningrat menjadi tokoh besar di negeri ini dalam bidang pendidikan nasional.

Pesantren dan Sistem Pendidikan Nasional

Ki Hadjar Dewantara pernah mengusulkan mengusulkan pendidikan Pesantren menjadi sistem pendidikan Nasional, beliau mengungkapkan “Pendidikan Pesantren menjadi sistem pendidikan nasional”. Alasan Ki Hadjar Dewantara karena pesantren sudah melekat dalam hati manusia Indonesia, sistem pendidikan pesantren merupakan kreasi atau budaya asli (indigenous Culture) bangsa Indonesia yang tidak terdapat dibelahan dunia lainya, bahkan di negara-negara Islam sekalipun. (Kompri “Manajemen dan Kepemimpinan Pondok Pesantren”)

Alasan lain mengapa Ki Hadjar Dewantara tidak lepas dari pentingnya terus hidup dalam kesenian, peradaban dan keagamaan. Karena semua itu merupakan kekayaan nasional yang tersimpan dalam kekayaan batin bangsa ini, dengan mengetahui itu, langkah kita menuju zaman baru akan berhasil. Oleh karena itu menurut Ki Hadjar dewantara anak-anak Indonesia kita dekatkan dengan kedihupan rakyat supaya mereka tidak mengetahui pengetahuan saja tentang rakyatnya, namun juga dapat mengalami sendiri dan kemudian tidak terpisah dari rakyatnya. Oleh karena itu, sebaiknya diutamakan cara “pondok-sistem” berdasarkan hidup kekeluargaan untuk mempersatukan pengajaran pengetahuan dengan pengajaran budi pekerti yang sudah tidak asing lagi budaya negeri ini. Sistem pondok ini dulunya “asrama” kemudian di zaman Islam menjadi pondok pesantren.

Baca Juga:  PP. Al-Munawwir Berduka : Selamat Jalan KH. R. Muhammad Najib AQM

Ketika Ki Hadjar Dewantara memberikan pandangannya dengan menjadikan pesantren sebagai contoh roll model pendidikan Nasional. Maka terjadilah perdebatan antara Ki Hadjar Dewantara , Dr. Soetomo dan Sutan Syahrir Alisyahbana tentang sistem pendidikan Nasional kelak, perdebadatan tersebut dikemas dalam istilah polemik kebudayaan.  Dr.Soetomo memberikan pandangannya bahwa dalam pendidikan pesantren tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat lahiriah saja, akan tetapi juga pengetahuan batiniah kepada para muridnya. Dalam sistem pesantren pengajaran kepada para murid-murid langsung mendapatkan pengawasan dari kiai, kelebihan lainnya dalam sistem pondok pesantren setiap murid bisa mendapatkan pengetahuan di luar jam pembelajaran, para murid bisa belajar adat istiadat, sopan santun dan patrap yang diajarkan oleh kiai selaku guru yang tinggal dilingkungan yang sama dengan murid setiap hari.

Pembelaan Dr. Soetomo terhadap kelebihan sistem pondok pesantren tersebut kemudian mendapatkan kritikan dari Sutan Syahrir Alisyahbanda dengan dengan artikel yang berjudul “Didikan Barat da Didikan Pesantren: Menuju kemasyarakat yang Dinamis”, bahkan dalam artikel tersebut Sutan Syahrir Alisyahbanda mengungkapkan kritikannya dengan menggunakan kalimat yang bernada sarkas, bahwa kembali ke pesantren berarti kembali kepada “anti-intelektualisme, anti-individualisme, anti-egoisme, anti-materialistik”.

Meskipun pada akhirnya usulan Ki Hadjar Dewantara tentang sistem pendidikan pesantren menjadikan roll model pendidikan nasional tidak terwujud, akan tetapi apa yang diusulkan oleh Ki Hadjar Dewantara merupakan suatu pengakuan yang tulus yang bersumber dari ketajaman beliau memotret tentang kelebihan dari sistem pendidikan pesantren jika dibandingkan dengan sistem-sistem pendidikan lainnya.

Achmad Faisol Haq
Dosen IAI Uluwiyyah Mojosari Mojokerto

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] sisi lain, Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantoro telah mengenalkan trisentra pendidikan, yakni pendidikan masyarakat, keluarga dan […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini