A lasta ilayya musytaq

Judul tulisan di atas bukan lirik lagu atau puisi cinta berbahasa Arab. Hanya sebuah kalimat sederhana yang saya buat untuk dijadikan contoh dalam tulisan ini.

Ada banyak kemiripan antara teori gramatikal bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab. Tapi sepertinya dalam persoalan menjawab kalimat pertanyaan, ada sedikit perbedaan. Saat bertanya, seseorang kadang menyusun kalimat tanyanya dalam bentuk kalimat positif ataupun negatif. Di dalam bahasa Indonesia, contoh kalimat tanya positif adalah “apakah kamu lapar?”. Jika lawan bicara atau orang yang ditanya memang merasa lapar, maka jawabannya adalah “ya, aku lapar”, atau kalimat-kalimat sejenis “iya nih, laper banget”.

Jika pertanyaannya disusun menggunakan kata tanya negatif, semisal “kamu nggak lapar?”, Ternyata jawabannya sama-sama menggunakan kata “ya”. Orang yang ditanya akan memberikan jawaban yang sama dengan jawaban ketika pertanyaan tersusun dari kalimat tanya positif.

Hal yang sama juga terjadi dalam bahasa Inggris. Positive question dan negative yes-no question memiliki jawaban yang sama. Tak ada bedanya dalam cara menjawab pertanyaan “do you Miss me?” Ataupun “don’t you Miss me?”. Kalau memang kangen , maka jawabannya sama-sama “yes, i Miss you” atau “yes i do

Ini berbeda dengan apa yang terjadi dalam bahasa Arab. Bahasa Arab menyediakan jawaban khusus untuk menjawab pertanyaan yang bentuk kalimatnya diawali dengan diksi negatif. Dalam bahasa Arab disebut dengan iqtiroon an nafyi bil istifham. Jelas berbeda bagaimana cara menjawab pertanyaan “apakah kamu merindukanku?” dengan “tidakkah kamu merindukanku?” Dalam bahasa Arab. Jika jawabannya memang rindu, maka pertanyaan pertama dijawab menggunakan kata نعم. Sedangkan pertanyaan ke dua dijawab dengan kata بلى.

Baca Juga:  Bahasa Arab Terjebak Skeptisisme Semu Pasca Penaklukan Bagdad

Lafaz بلى merupakan huruf jawab atau lafaz yang difungsikan untuk menjawab bentuk pertanyaan yang diawali dengan adat Nafi/huruf bermakna negatif. Masyhur sekali cerita ketika Allah SWT bertanya kepada bakal calon manusia dengan kalimat أَلَسْتُ بِرَبِّكُم؟.

Kalimat tersebut merupakan contoh bentuk pertanyaan yang diawali dengan Nafi. Manusia lalu menjawab بَلى شَهِدْنَا yang artinya: “benar (engkau Tuhan kami). Kami bersaksi”.

Menjawab dengan lafaz بلى berarti menunjukkan bahwa manusia memang menganggap Allah sebagai Tuhannya. Jika menjawab dengan menggunakan lafaz نعم, maka yang terjadi justru sebaliknya. Karena jawaban نعم atas pertanyaan ْأَلَسْتُ بِرَبِّكُم justru akan dianggap meng “iya” kan kenafian pada pertanyaan tadi. Maknanya justru menjadi نعم لستَ بربي.

Di akhir surah At-Tin, setelah membaca ayat ke-8, kita disunnahkan menjawab بلى وأنا على ذلك من الشاهدين.

Lafaz بلى tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan dalam ayat terahir surah At-Tin. Yang maknanya kita bersaksi bahwa Allah adalah se adil-adil nya Hakim.

Maka jika seorang pria mendapat pesan dari kekasihnya yang berisi أ لست إلي مشتاق atau berarti “tidakkah kau merindukanku?”, Atau sobat Ambyar biasa menerjemahkannya menjadi “mas, ndak kangen adek?”, Harus dijawab bagaimana?

Kalau si mas nya ini memang kangen, maka jangan dijawab pakai kata نعم. Karena kata نعم justru akan memberi jawaban sebaliknya. Jawablah dengan kata بلى.

Beda cerita jika si mas nya ini ternyata Ndak kangen. Saran saya sih lebih baik pesannya tidak usah dibalas.

Bukankah begitu?. [HW]

Farah Firyal
Founder Fikih Female, Alumnus PP Al Falah Ploso Kediri dan Pengasuh PP Al Arifah Buntet Pesantren Cirebon

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini