Fikih Zakat Kontemporer: Hukum Penyaluran Zakat Melalui Program Beasiswa

Zakat merupakan jawaban islam terhadap berbagai persoalan masyarakat baik secara pendidikan, sosial, dan ekonomi. Sehingga zakat bisa dijadikan potensi untuk membangun  perkembangan umat. Dengan memahami dan mengimplementasikan zakat, setiap muslim akan termotivasi dan berlomba-lomba untuk berkarya dan bekerja. Orang – orang  yang membayar zakat tergolong  kedalam  golongan  masyarakat yang memiliki produktivitas yang tinggi karena mereka selalu berjuang untuk mendapatkan penghasilan secara halal dan thayyib. Orang yang menunaikan zakat tersebut disebut dengan istilah muzaki. Sedangkan orang yang memiliki hak atas zakat disebut dengan mustahik.

Menurut Mannan (1997) zakat tidak bisa dilepaskan dari konsep ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara. Perkembangan pemikiran dan kehidupan ekonomi saat ini tentu akan berimplikasi pada pemikiran dan  aplikasi zakat yang sering diistilahkan sebagai fiqih zakat kontemporer.

Fiqih zakat kontemporer harus dipahami sebagai upaya untuk memahami zakat secara komprehensif dalam konteks kekinian, yang memiliki karakter yang mungkin berbeda dengan masa-masa sebelumnya, selain masalah hukum, juga masalah sosial, pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan. Akhir-akhir ini ada trend pengelolaan zakat yang pendistribusiaanya bukan dalam bentuk uang, namun dalam bentuk program. Program pendistribusian zakat kontemporer saat ini dilakukan dalam bentuk pemberiaan beasiswa kepada peserta didik miskin yang tujuannya memang ingin memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat miskin dalam beragam dimensi yang ada.

Terkait dengan penyaluran dana zakat untuk maslahah umum Imam Ahmad bin Hanbal sebagaimana dikutip oleh Jamal Ma’mur Ashmani mengatakan bahwa maslahah umum termasuk pada sabilillah (Asmani, 2015). Sedangkan penyaluran dana zakat dalam bentuk permodalan dan alat-alat produksi seperti mesin jahit, becak, dan traktor pernah digagas oleh Kyai Sahal dengan merujuk pada kitab Anwarul Masalik karya Syeikh Muhammad Zuhri al-Ghamrawi halaman 115. Jika kita menelaah pelaksanaan pendayagunaan zakat pada masa Nabi Muhammad SAW hingga masa Khulafaur Rasyidun, zakat difungsikan sebagai alat dalam menciptakan mayarakat Islam yang sejahtera dan makmur. Kondisi ini, dilanjutkan hingga masa Tabiin dimana kemaslahatan ummat Islam benar-benar diperhatikan . Kemaslahatan merupakan prinsip dalam hukum Islam. Maslahat terbagi menjadi tiga yaitu maslahat mu’tabaroh (dharuriyyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah), maslahat mulghah, dan maslahat mursalah. Maslahat juga merupakan tujuan dari syari’ah. Hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits ditujukan pada terciptanya penjagaan atas agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (Jaih Mubarok, 2003).

Baca Juga:  Hukum Merayakan Tahun Baru Non Muslim

Mengutip Abdurrochim (zakat.or.id/hukum-dana-zakat-untuk-beasiswa/, diakses 29 Januari 2022) Ulama kontemporer dan jumhur Ulama kontemporer membolehkan pemberian beasiswa dari dana zakat. Akan tetapi harus memenuhi beberapa syarat dan ketentuannya:

  1. Sebagian ulama mensyaratkan bidang ilmu yang dipelajari adalah ilmu sya’i. Ulama kontemporer, seperti syaikh Yusuf Al-Qardhawi dan fatwa ulama Saudi Arabia sepakat atas hal ini. Para ulamamemasukkan orang-orang yang memperdalam ilmu keislaman dalam kategori fii sabilillah, dengan begitumereka bisa mendapatkan beasiswa dari dana zakat.
  2. Diperbolehkan memberikan beasiswa dari dana zakat bagi anak-anak tidak mampu atau orang miskin untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kebutuhan pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia. Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mensyaratkan bahwa anak orang miskin tersebut memiliki potensi. Beasiswa ini bisa diambilkan dari dana zakat untuk bagian fakir miskin atau fii sabilillah.
  3. Diperbolehkan memberikan beasiswa bagi orang-orang yang menuntut ilmu –ilmu yang dibutuhkan dalamkehidupan, seperti: ekonomi, teknologi dan sejenisnya. Akan tetapi, orang yang mendapatkan beasiswa itu adalah orang yang dikaderkan oleh umat Islam. Misalnya, seseorang yang dikaderkan oleh lembaga dakwah atau institusi yang memperjuangkan kehidupan umat Islam. Mereka bisa mendapatkan beasiswa dari saham fii sabilillah. Walaupun dalam agama Islam tidak mengatur secara tegas tentang pemberian beasiswa yang bersumber dana zakat. Namun, dengan adanya pemberian beasiswa tersebut umat Muslim dapat menjalankan kewajibannya untuk menuntut ilmu.

Berdasarkan uraian di atas, pemberian beasiswa yang dilakukan oleh BAZNAS diperbolehkan oleh jumhur Ulama dengan syarat dan ketentuan yang telah di jabarkan di atas. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Fatwa MUI:25 “Memberikan uang zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya dalam bentuk beasiswa, hukumnya adalah SAH, karena termasuk dalam ashnaf fi sabilillah, yaitu bantuan yang dikeluarkan dari dana zakat berdasarkan Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 dengan alasan bahwa pengertian fi sabilillah menurut sebagian ulama FIQIH dari beberapa mazhab dan ulama tafsir adalah “lafaznya umum”. Oleh karena itu, berlakulah qaidah ushuliyah :

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Ibadahnya Anak Manusia yang Dilahirkan Dari Persilangan Manusia dan Hewan?

يبقى العموم على عمومه

Pada pelaksanaan program BAZNAS yakni siswa-siswi dan mahasiswa-mahasiswi berprestasi yang kurang mampu. Selain itu, dalam hal ini siswa-siswi maupun mahasiswa-mahasiswi juga termasuk dalam golongan fii sabilillah, dalam hal ini sedang menuntut ilmu yang mana menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiapumat Islam. Kemudian pemberian beasiswa dari dana zakat bagi anak-anak tidak mampu atau orang miskin guna untuk meningkatkan taraf hidup mereka, karena kebutuhan pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia. Adanya program ini dengan harapan anak-anak Indonesia, khususnya umat Muslim mendapatkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi untuk kemajuan umat Islam di masa yang akan datang.

Potensi zakat yang sangat besar dan tingginya angka kemiskinan di Indonesia menuntut pengelolaan zakat dari konsumtif tradisional menuju pada pengelolaan produktif kreatif dengan dikelola secara professional. Dengan demikian tujuan zakat dalam pengentasan kemiskinan tercipta dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat bukanlah hal yang utopis. Penyaluran zakat secara produktif dapat dilakukan dalam bentuk barang-barang atau program-program seperti beasiswa.

Pendidikan merupakan hak dasar dari setiap orang. Dengan pendidikan masa depan seseorang akan lebih baik. Mustahik yang tidak mempunyai akses kesana menjadi bisa tetap berpendidikan dengan adanya kemasan produk penyaluran dana zakat dalam bentuk beasiswa. []

Rizky Burhan kurniawan
Mahasiswa IAIN Surakarta - Ponpes Almuhajirin 1 Bahrul Ulum Tambakberas Jombang - Ponpes Al Fattah Pucangan Kartasura - Ponpes Al Mustofa ngeboran karangduren sawit boyolali

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Hukum