Hikmah

Al-I’timad ala al-Nafsi Kiai Sahal

Kiai Sahal

Salah satu karakter menonjol KH MA Sahal Mahfudh adalah Al-I’timad ala al-Nafsi (percaya diri, self confidence).

Dalam makalah yang terkenal:

الاعتماد علي النفس أساس النجاح

Berpijak kepada kemampuan sendiri adalah pondasi kesuksesan

Dalam bahasa inggris dikenal falsafah “Be Yourself”, jadilah diri kamu sendiri. Artinya, kenali dan kembangkan potensi unikmu sendiri.

Menurut KH As’ad Said Ali, salah satu cara Belanda menjajah bangsa Indonesia adalah menanamkan “inferiority complex”, rasa rendah diri dan minder akut karena menganggap bangsa Indonesia sebagai bangsa kuli (babu) yang hanya pantas menjadi budak, pelayan, jongos, sehingga tidak pantas merdeka, bebas, dan berkreasi.

Dengan Strategi internalisasi “inferiority complex” ini, Belanda berhasil membunuh mental bangsa Indonesia sehingga mereka menerima apa adanya untuk dijajah dan dieksploitasi sumber daya Alam dan manusia secara tidak berperikemanusiaan. Inilah bahayanya “inferiority complex” dan urgensi menanamkan “self confidence” kepada bangsa Indonesia agar berani menegakkan kepala dan harga diri dengan prestasi.

Karakter al-I’timad ala al-Nafsi (self confidence) adalah manifestasi dari Firman Allah QS. Al-Munafiqun 63:8:

ولله العزة ولرسوله وللمؤمنين ولكن المنافقين لا يعلمون

Keagungan-kemuliaan itu milik Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman, tetapi orang-orang munafik (hipokrit) tidak mengetahuinya

Banyak indikator Al-I’timad Ala al-Nafsi KH MA Sahal Mahfudh yang membuktikan bahwa Kiai Sahal tidak punya sifat membebek-mengekor kepada madzhab keilmuan mainstream yang hegemonik. Beliau tampil dengan orisinalitas dan otentisitas pemikiran dan gerakan sosial. Antara lain:

Pertama, beliau percaya diri menampilkan referensi dari kitab-kitab kuning yang dikaji di pesantren dalam forum-forum seminar bersama para pakar.

Ketika Penulis menghadiri seminar nasional fikih sosial di Yogyakarta tahun 2002 yang diadakan KMF Yogyakarta yang dihadiri Kiai Sahal, Kiai Malik Madani, Mas Ulil Abshar Abdalla dan Mas Sumanto Al Qurthubi, Kiai Sahal mengutip nadham dalam muqaddimah kitab Mukhtashar Jiddan Ala Syarhi al-Ajurumiyyah:

ان مبادئ كل فن عشرة – الحد والموضوع ثم الثمرة
وفضله ونسبة والواضع – والاسم الاستمداد حكم الشارع
مسائل والبعض بالبعض اكتفي – ومن دري الجميع حاز الشرف

Sesungguhnya pendahuluan setiap cabang ilmu ada sepuluh: definisi, obyek kajian, buah, distingsi, relasi, penemu, nama ilmu, sumber pengambilan, hukum mempelajari, dan masalah-masalah yang dibahas. Sebagian sepuluh dengan sebagian yang lain dianggap cukup. Namun orang yang mampu menguasai semuanya (sepuluh) maka IA memperoleh kemuliaan.

Kedua, dalam makalah-makalah diskusi dan seminar, Kiai Sahal dengan percaya diri mengutip referensi kitab kuning yang menjadi kebanggaan Pesantren. Selain kitab-kitab fiqh Dan Ushul Fiqh, Kiai Sahal sering mengutip kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam Ghazali.

Syarat Ulama Harus “Faqih Fi Mashalihil Khalqi” peka terhadap kemaslahatan makhkuk adalah pemikiran Al-Ghazali yang sering dikutip Kiai Sahal.

Dalam kajian nafkah, Kiai Sahal mengutip kitab fiqh “للموسر مدان وللمتوسط مد ونصف وللمعسر مد “, bagi orang kaya wajib memberikan nafkah Dua mud, bagi Ekonomi kelas menengah satu setengah mud dan bagi Ekonomi bawah satu mud.

Kiai Sahal kemudian melakukan kontekstualisasi ukuran dua mud, satu setengah mud, dan satu mud untuk kehidupan modern sehingga konsep fiqh tetap relevan.

Maka wajar jika Prof. Dr. Qodri Azizy menyatakan bahwa pembaharuan pemikiran Kiai Sahal bersumber dari dalam (kajian kitab Kuning), bukan dari sumber lain sebagaimana lazim yang terjadi pada cendekiawan yang lain.

Ketiga, Kiai Sahal tidak minder tampil apa adanya di berbagai forum bersama birokrat, cendekiawan, dan Aktivis lainnya yang mempunyai banyak gelar akademik, seperti profesor dan doktor dari berbagai disiplin ilmu.

Kiai Sahal dalam salah satu forum mengisahkan, jika dalam forum ilmiah para profesor dan doktor banyak menggunakan bahasa Inggris, maka beliau banyak menggunakan Bahasa Arab sehingga banyak profesor dan doktor yang kurang Memahami. Kiat ini membuat profesor-doktor tidak terlalu membanggakan diri dengan gelar akademiknya dan menganggap remeh pihak lain karena mereka juga punya kelemahan dan kekurangan.

Kiat unik Kiai Sahal untuk tetap tampil percaya diri dalam berbagai forum ilmiah ini menarik di simak sebagai cara khas Kiai.

Keempat, Al-I’timad Ala al-Nafsi Kiai Sahal tidak hanya dalam lapangan ilmu, tapi juga dalam Hal Ekonomi. Dalam konteks ini, maka al i’timad ala al-Nafsi dimaknai dengan kemandirian.

Sejak di Pesantren, Kiai Sahal menampilkan diri sosok yang tegar, baik saat susah atau bahagia. Kiai Sahal pandai menyembunyikan kondisi riil agar tetap terlihat tegar dan tidak sedih. Mbah Dullah Salam pernah mengirimkan Surat saat Kiai Sahal masih Studi di Pesantren yang isinya “Ono musim rendeng lan Ono musim ketigo”, Ada saat banyak rizki sehingga bisa mengirim wesel tepat waktu dan Ada saat sulit sehingga telat mengirim wesel.

Saat kiriman wesel telat, penampilan Kiai Sahal tetap terhormat. Beliau Tidak menampilkan diri sebagai santri yang butuh pertolongan, sehingga bermental peminta atau pembebek. Dengan penampilan ini Kiai Sahal tetap tampil percaya diri tidak membuat sedih teman-temannya.

Kelima, Kiai Sahal adalah sosok yang menghindari tamak kepada pihak lain dalam bentuk apapun. Berbagai usaha dilakukan demi menggapai kemandirian Ekonomi. Kiai Sahal juga mendorong santri-santri untuk berwirausaha agar terhindar dari penyakit tamak.

Kiai Sahal membuktikan diri bahwa santri bisa mandiri dengan berpijak kepada kedua kakinya. Pondok Pesantren Maslakul Huda yang dipimpin Kiai Sahal termasuk Pesantren mandiri yang punya banyak unit usaha yang bisa digunakan untuk membiayai kegiatannya sendiri dan bahkan mampu memberikan manfaat luas bagi masyarakat.

Kiai Sahal sering memotivasi para Kiai supaya tidak tergantung dengan pihak manapun sehingga bisa independent dan Tidak disetir oleh siapapun, termasuk oleh politisi yang Punya agenda kekuasaan dengan memanfaatkan pengaruh besar Kiai di tengah masyarakat.

Keteladanan Kiai Sahal dalam Bidang keilmuan, ekonomi dan dalam bidang yang lain adalah konsistensi, kedisiplinan, dan kesabaran dalam berproses. Kiai Sahal bukan sosok yang ingin langsung menikmati hasil dari proses yang dilakukan. Beliau melalui proses dengan penuh kesabaran, alami, dan menghindari hal-hal yang instant.

Al-I’timad Ala al-Nafsi Kiai Sahal sebagaimana dijelaskan di atas menjadi pembelajaran berharga bagi para santri supaya tetap percaya diri dengan khazanah intelektual yang digelutinya (kitab Kuning) dan tidak minder dengan khazanah keilmuan yang lain. Santri juga Harus aktif berusaha untuk menghindari tamak dan mampu membangun independensi pemikiran Dan perjuangan dalam rangka li i’laai kalimatillah allati hiya al-ulya, amiin.

والله اعلم بالصواب

Dr. H. Jamal Makmur AS., M.A.
Penulis, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Pati, dan Peneliti di IPMAFA Pati

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah