kamus al-munawwir

Bagi kalangan pelajar, yang banyak berkecimpung dengan bahasa arab khususnya, tentu sangat familiar dengan kamus Al-Munawwir. Namun, siapa sangka, kamus Bahasa Arab-Indonesia lebih dari seribu halaman ini merupakan karya orang Indonesia, lebih tepatnya Krapyak Yogyakarta.

Adalah KH Ahmad Warson Munawwir atau KH Warson. Beliau merupakan putra ketiga KH Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak Yogyakarta dan istrinya Nyai Khodijah yang lahir pada Jumat, 20 Sya’ban 1353 H/30 November 1934 M.

Sepeninggal ayahnya, KH. Warson belajar kepada kakak iparnya; KH Ali Ma’sum. Meski harus menerima pendidikan yang tegas dan keras, namun hasilnya jelas, hanya butuh waktu 2 tahun, beliau telah menghafal seluruh isi Kitab Alfiyyah Ibnu Malik (1002 bait) pada usia 9 tahun. Kecerdasan KH. Warson selanjutnya adalah saat usia 11 tahun, beliau telah diperkenankan untuk mengajar di kelas dengan mengampu mata pelajaran nahwu (tata bahasa  arab), sharaf (perubahan kata), bahasa Inggris, dan sejarah Islam.

Atas dasar kecerdasan dan perbendaharaan kosa kata inilah, sekitar usia 26 tahun (tahun 1957), KH Ma’sum, sapaan kakak iparnya memberikan amanah untuk membuat Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Saat itu, banyak pelajar yang masih menggunakan Kamus Al-Munjid sebagai pegangan, namun merasa sulit menggukannya, mengingat kamus tersebut adalah Kamus Bahasa Arab-Arab. Selain itu, karena merupakan karya dua orang pendeta katholik; Fr. Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’i yang mulai terbit sekitar tahun 1908, banyak isinya yang menyimpang dari ajaran Islam. Di samping KH. Ma’sum, KH. Musthafa Bisri (Gus Mus) dan KH. Hamid Pasuruan adalah dua ulama yang turut mendorong pengadaan kamus Al-Munawwir ini.

Dalam pengoreksiannya, KH. Warson menggunakan metode setoran. Beliau membawa sedapat mungkin kosakata yang telah beliau tulis, lalu disowankan kepada KH. Ma’sum yang dijuluki Al-Munjid berjalan itu untuk dikoreksi. Sembari dikoreksi, KH. Warson selalu memijat tubuh kakak ipar sekaligus murabbi ruhinya tersebut.

Selama kurang lebih 15 tahun kamus Al-Munawwir disusun oleh KH. Warson mulai tahun 1957 hingga 1972. Penerbitan kamus tersebut pernah dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama pada tahun 1973 yang masih bertuliskan tangan sampai huruf dzal dan berisi 500 halaman. Di edisi ini, dicetak atas kerja sama beberapa pihak; universitas Islam Yogyakarta dan Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang disambut baik oleh Ketua MPR/DPR RI, Menteri Agama, dan Pemerintah Gunung Kidul.

Pada tahun 1984, kamus Al-Munawwir diterbitkan secara penuh dengan tebal 1700 halaman. Pembiayaan pada edisi ini ditanggung oleh KH. Ma’sum atas nama Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Proses pendistribusiannya sebatas dari tangan ke tangan. Proses panjang penerbitan juga pernah dilakukan di Solo dan Brangkal Mojokerto, akan tetapi hasilnya juga belum optimal.

Akhirnya penerbitan kamus Al-Munawwir diserahkan kepada Pustaka Progressif  Surabaya pada tahun 1984 setelah melalui negosiasi panjang. Pada tahun 1992, kamus ini baru dicetak dengan proses komputerisasi. Terdapat penambahan kata yang menyesuaikan perkembangan zaman setelah adanya revisi pada edisi kedua. Sejak edisi kedua diterbitkan (tahun 1997) Kamus tersebut telah dicetak sebanyak 22 kali dan dalam setahun bisa terjual hingga 20.000 eksemplar. Edisi ketiga adalah edisi terakhir yang diterbitkan oleh Pustaka Progressif Surabaya pada tahun 2020.

Penulisan Kamus Al-Munawwir dilakukan secara alfabetis arab (alif, ba, ta, sa, dst) seperti kamus-kamus pada umumnya. Akan tetapi, sistem abjadnya didasarakan pada akar kata atau fiil madhi dalam bahasa arab dan dikembangkan artinya. Dengan penulisan yang demikian, maka pengguna Kamus Al-Munawwir dituntut untuk memiliki pengetahun tentang perubahan kata bahasa arab atau ilmu sharaf.

Tidak saja menjadi rujukan bagi para penggunanya, Kamus Al-Munawwir sebagai salah satu kamus Bahasa Arab-Indonesia juga mampu menginspirasi lahirnya kamus-kamus berikutnya, seperti Kamus Kontemporer oleh KH. Atabik Ali dan Zuhdi Mukhdlor, Kamus Inggris-Arab-Indonesia oleh KH. Attabik Ali, Kamus Al-Bisri oleh Adib Bisri, dan Kamus At-Taufiq oleh KH. Taufiqul Hakim.

Di samping kamus Bahasa Arab-Indonesia, beberapa kamus juga muncul dari jasa KH. Warson, seperti Kamus Istilah Modern Al-Munawwir Indonesia-Arab (2018), karya beliau bersama M. Kholid Rozaq, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab (2007) dan Kamus Al-Munawwir Lit-Tullab Arab-Indonesia (ringkasan Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia) (2018) hasil duet beliau bersama putranya; M. Fairuz Warson. Adapun beberapa pengembangan dari Kamus Al-Munawwir lainnya adalah Kamus Hadis Al-Munawwir dan Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia versi luks dengan tambahan gambar dan penanda warna. Hingga saat ini, Kamus Al-Munawwir tidak hanya tersedia dalam buku, akan tetapi juga dapat diakses secara digital, baik melalui smartphone ataupun laptop.(IZ)

Muhammad Zulfan Masandi
Siswa MAN 4 PK Jombang, Santri Asrama Hasbullah Sa'id PP. Mambaul Ma'arif Denanyar, dan Pergiat di Komunitas Pena PeKa Denanyar.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kitab