Kalau kita perhatikan kata “Falinafsih” (kepada dirinya) dalam Al-Qur’an, maka kita akan memahami bahwa tanggung jawab pribadi menggunakan ibarat taukid (kuat, sungguh). Setiap diri membawa dirinya, dan akan mempertanggung jawabkannya prilaku dirinya.
…فمن أبصر فلنفسه …(الأنعام آية ١٠٤)
“…Barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri…” (Al-An’am 104)
…من عمل صالحًا فلنفسه…(فصلت آية ٤٦)
“…Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri….”. (Fusshilat , 46)
…ومن شكر فإنما يشكر لنفسه…(النمل آية ٤٠)
“Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri..” (An-Naml, 40)
…ومن تزكى فإنما يتزكى لنفسه…(فاطر آية ١٨)
“…Dan barangsiapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri…” (Fathir, 18)
…ومن جاهد فإنما يجاهد لنفسه…(العنكبوت آية ٦)
“…Dan barangsiapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri…(Al-‘Ankabut, 6)
…فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه…(الإسراء آية ١٥)
“…Sebab itu barang siapa mendapat petunjuk, maka sebenarnya (petunjuk itu) untuk (kebaikan) dirinya sendiri…”
(Al-Isra’, 15)
…ومن يبخل فإنما يبخل عن نفسه…(محمد آية ٣٨)
“…dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri…”
(Muhammad, 38)
…فمن نكث فإنما ينكث على نفسه…(الفتح آية ١٠)
“…maka barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia melanggar atas (janji) sendiri…”
(Al-Fath, 10)
…ومن يكسب إثما فإنما يكسبه على نفسه…(النساء آية ١١)
“…Dan barangsiapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri…”
(An-Nisa’, 11)
…قد جاءكم بصائر من ربكم فمن أبصر فلنفسه و من عمي فعليها و ما أنا عليكم بحفيظ…(الأنعام آية ١٠٤)
“…Sungguh, bukti-bukti yang nyata telah datang dari Tuhanmu. Barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka dialah yang rugi. Dan aku (Muhammad) bukanlah penjaga-(mu)…
(Al-An’am, 104)
“Siapa yang menabur benih, ia akan menuai hasilnya” kata peribahasa.
Kata-kata cantik ini memberikan pelajaran pada kita, apa yang kita lakukan akan dinikmatinya. Bila perbuatan itu baik, kebaikan akan kembali kepada pelakunya. Demikian juga dengan perbuatan jelek.
Allah Sang Pengatur (Rabb) jagat raya ini, Sang desainer yang Maha Sempurna tiada sedikit pun gerak dan diam di jagat ini tanpa menejemenNya (Yudabbirul amro min as-sama’ wa al-Ardh).
Perintah dan laranganNya untuk kebaikan manusia. Segala aturan dariNya untuk keindahan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhiratnya (Fiddunya hasanah qa fil akhirah hasanah). Karena tiada aturan yang dibuat, yang dibebankan, yang didesain untuk keburukan manusia. Bukankah Allah Maha Rahman dan Rahim?.
Pada akhirnya beban apapun itu akan ditanggung setiap jiwa. Bila ia kikir, ia sebenarnya kikir pada dirinya, dan akan mencelakakan dirinya. Bila ia bersyukur, juga pada hakekatnya bersyukur untuk dirinya. Tiada setiap perbuatan yang diperbuat oleh seseorang terlepas dari pengawasanNya. Dan akan kembali kepada dirinya.
Bagaimana dengan Takalif (beban) yang Allah berikan kepada hambanya, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya…sama adalah untuk kebaikan diri seorang hamba. Bila tidak dikerjakan, bukan hanya kerugian besar di dunianya, tapi juga diakhiratnya.
Tanggung jawab setiap diri, seperti melihat cermin dirinya. Bila seseorang tersenyum, wajahnya di cermin juga akan membalasnya dengan senyuman manis. Tetapi, bila ia mencibir, cibiran di cermin itu juga akan tampak demikian.
Bila setiap individu dengan kediriannya (an-nafs) berlaku baik, tidak hanya untuk dirinya yang akan menerima dampaknya, tetapi kebaikan akan meronakan orang sekelilingnya dan orang banyak. Namun sebaliknya, bila duri ia tebar, tidak akan hanya mengenai dirinya ia akan berdampak kepada orang lain. (RZ)