Malam ini adalah malam haflah akhirrus sanah pondok Kwagean, malam penutup dari serangkaian tasyakuran akhir tahun para santri Kwagean. Rangkaian acara akhir tahun sendiri biasanya dimulai dengan ujian akhir madrasah, lalu khataman kitab, dilanjutkan dengan perlombaan, wisuda dan ditutup dengan haflah akhirus sanah.
Bila kita mengetik sejarah haflah di halaman pencarian, maka akan muncul banyak sekali artikel atau berita yang hampir seragam. Saya kadang bingung siapa meng-copy siapa. Yang jelas, banyak tulisan tersebut menjelaskan tentang haflah dimulai dari segi bahasa, yaitu terdiri kata haflah (perayaan), akhir (akhir) dan sanah(tahun). Maka haflah akhirus sanah bermakna perayaan akhir tahun pondok atau lembaga pendidikan.
Adapun sejarah kapan mulai diadakan haflah dan siapa yang memulai, saya belum menemui hingga sekarang. Hanya dijelaskan tentang beberapa latar belakang kenapa diadakan acara tersebut hingga acara apa saja yang digelar.
Di pondok Kwagean sendiri, acara malam ini adalah haflah yang ke-36. Maka bisa disimpulkan bahwa butuh waktu lima tahun setelah bapak merintis pondok hingga mampu mengadakan acara haflah untuk yang pertama kalinya. Ini sekaligus saya jadikan hujjah atau dasar bagi teman-teman yang baru mendirikan lembaga pendidikan. Bahwa tak perlu memaksakan diri untuk mengadakan acara haflah, bila memang belum punya kemampuan. Saya sering diingatkan oleh bapak untuk tidak mendahulukan gengsi, tapi harus tahu keadaan diri.
Ada banyak sekali keterangan yang menjelaskan tentang latar belakang diadakannya haflah, ada yang digunakan sebagai puncak penutup kegiatan sekaligus unjuk hasil pembelajaran setahun dengan tampil muhafadzoh (unjuk hasil hafalan), lomba baca kitab hingga pertunjukan seni dari para santri. Saya sendiri melihat bahwa haflah dijadikan ajang sosialisasi dengan masyarakat sekitar pondok. Pada setiap acara haflah, hampir dipastikan mengundang masyarakat sekitar pondok untuk dihormati dengan hidangan dan diberi hiburan atau pencerahan lewat mubaligh yang biasa diundang untuk mengisi acara.
Setelah tidak menemui sejarah haflah di halam pencarian, akhirnya saya bertanya pada salah satu saudara saya. Beliau awalnya menjawab tidak tahu, namun kemudian bercerita bahwa pernah mendengar cerita dari salah satu juru kunci makam Sunan Giri tentang sejarah haflah.
Diceritakan bahwa pada zaman Syekh Zaenal Abidin diadakan haflah dalam rangka meningkatkan semangat santri. Karena beliau merasakan kemunduran semangat dakwah para santri, beliau mengadakan suatu acara yang mana dalam acara tersebut diceritakan tentang sejarah para tokoh Islam pendahulu, juga bagaimana perjuangan mereka dalam mendakwahkan Islam. Dan memang ternyata semua itu terwujud dalam acara haflah. Karena kesuksesan acara ini, maka perlahan menjadi kebiasaan dan akhirnya hingga kini terus dilaksanakan acara haflah ini di hampir seluruh pesantren.
Saya tak tahu tingkat keakurasian cerita ini, namun saya banyak belajar sudut pandang baru dalam memaknai arti acara haflah dari cerita beliau.
Dalam mengisi acara haflah akhirus sanah sendiri juga berbeda-beda disetiap pondoknya. Di Kwagean sendiri biasanya diisi dengan perlombaan selama sekitar dua mingguan, kemudian acara wisuda madrasah quraniyah, madrasah diniyah, dan ditutup dengan acara puncak, atau disebut dengan haflah. Jadi bila haflah sendiri bisa diasosiasikan pada rangkaian acara akhir tahun. Atau bisa juga disempitkan dengan hanya acara malam terakhir.
Pada haflah kali ini tidak ada undangan dari luar pondok karena menimbang keadaan yang belum kondusif. Namun, meskipun mereka tak diundang hadir, bapak tetap menghimbau panitia untuk mengantarkan berkat atau paket makanan yang biasanya dihaturkan saat menghadiri undangan, langsung diantar ke rumah masing-masing (tahun ini mengantar sekitar 650-an paket berkat). Acara haflah hanya diikuti oleh seluruh santri dan diisi dengan pembacaan sholawat diba’ lalu ditutup dengan mauidzoh hasanah dari bapak.
Dalam mauidzohnya, bapak kali ini menerangkan tentang pentingnya bagi santri untuk kaya. Disamping karena banyak yang tidak siap miskin, juga karena memang banyak tulisan di kitab salaf yang menerangkan bahwa sulit bagi agama untuk berdiri tegak tanpa kemapanan ekonomi. Jadi beliau berpesan pada para santri untuk selalu tekun berdoa dan wiridan agar supaya kaya.
“Wingi kaleh dinten ten wisuda maqin lan madin kulo sampun nerangaken keutamaan ilmu. Sakniki gantos kulo terangaken keutamaane sugih. Kersane imbang (kemarin saat wisuda maqin dan madin saya sudah menjelaskan tentang keutamaan ilmu. Sekarang gantian saya terangkan tentang keutamaan kaya. Agar seimbang)”.
Bukan berarti bapak menganjurkan cinta dunia, namun memang semua demi perjuangan menegakkan agama. Maka dalam keterangan penutupnya bapak berpesan “sugeh geh kedah damel agomo. Menawi mboten, geh langkung sae melarat mawon (kalau kaya maka harus untuk merawat agama. Bila tidak digunakan untuk merawat agama, maka lebih baik melarat saja)”.
Semoga kita bisa memaknai segala acara penutupan ini dengan hikmah yang baik dan mampu mengamalkan segala hikmah tersebut pada amaliyah sehari-hari kita.