Keberagaman Santri dalam Bermoderasi

Eksistensi pesantren di tengah arus modernitas saat ini tetap signifikan. Kebiasaan dan tradisi di pesantren tidak lepas dari santri dan kiai sebagai objek jalanya sistem pendidikan yang diselenggarakan. Pendidikan di pondok pesantren secara umum adalah mewujudkan masyarakat yang memiliki tanggung jawab tinggi di hadapan Allah SWT sebagai khalifah sehingga harus memiliki sikap, wawasan, pengalaman iman, dan akhlaqul karimah serta nilai-nilai luhur yang dimiliki. Implementasi hal tersebut tidak hanya kepada Allah semata sehingga harus sebagai wujud hubungan makhluk secara vertikal (hablumminallah ) melainkan juga hubungan antar sesama makhluk secara horizontal (hablumminannas).

Santri memiliki beberapa kelebihan , khususnya pengetahuan dan kecerdasan dibidang spiritual dan akhlak. Karena dengan sistem pembelajaran yang sudah diterapkan di pesantren santri telah dididik dan dibimbing agar mampu menjawab segala persoalan dan tantangan dimasa depan. Hingga saat ini keberadaan santri sangat diharapkan mampu menjadi pendongkrak dalam pembangunan di era milenial. Di era yang serba praktis generasi muda penerus bangsa mengalami degradasi moral sedikit demi sedikit dilihat dari partisipasinya dalam membangun negeri, contohnya mereka sibuk dengan gadget dan media sosial tap tidak peduli dengan pemasalahan sosial di sekitarnya, bahkan mereka lebih peduli dengan gosip- gosip artis dan hoaks serta mengutarakan komentar-komentar yag dapat menimbulkan kesenjangan dengan phak yang bersangkutan.

Dengan adanya pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam yang asli dari indonesia yang berperan sebagai wadah pengajaran berbasis islam dan membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat melalui santri. Dalam sambutan pada salah satu acara seminar nasional bertajuk ‘’Pesantren Kepemimpinan Nasional dan Masa Depan Indonesia’’, Dr. H. Affandi Mochtar, M.A., mengatakan ‘’pondok pesantren memiliki andil besar bagi perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia sampai sekarang sekaligus berperan besar bagi pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan pendidikan Indonesia’’.

Baca Juga:  Mengapa “Harus” Nyantri Di Asrama Hidayatul Qur’an Darul Ulum Jombang (Refleksi Walisantri)

Terbukti ketika negara berada dalam penjajahan belanda, kiai dan santri membentuk tentara Hizbullah untuk mlawan penjajah, bahkan seorang jendra Besar yaitu Jendral Sudirman lahir juga dari pesantren.

Generasi milenial saat ini harus terus dibina dalam segi keseluruhan mulai dari kemampuan diferensial dan distinctive menghadapi perkembangan perubahan global, Hal ini disebabkan generasi tersebut terlahir dimana dunia modern dan teknologi canggih diperkenalkan publik.

Istilah milenial sendiri diletakkan pada suatu generasi yang dianggap berbeda karena generasi milenial adalah generasi yang berumur 17-37 pada tahun ini. Dengan kecanggihan teknologi yang berkembang pesat telah dimanfaatkan oleh semua komponen masyarakat tidak hanya bagi lapisan masyarakat berusia dewasa namun, juga merambah pada remaja bahkan anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah Dasar dan taman kanak-kanak. Santri bukan hanya seorang yang memiliki intelektual yang tinggi tapi juga sosok yang mempunyai kecerdasan yang spiritual di atas rata-rata.

Ilmu yang diperoleh dari pesantren untuk bisa berpandangan jauh ke depan tentang bagaimana membangun masyarakat . Tidak lepas dari aturan yang di berlakukan dalam pesantren yaitu belajar mengaji, menghafal, hingga mengikuti aktfitas pondok yang bertujuan menciptkan kader santri untuk bisa belajar istiqomah sehingga tidaak terlepas dari hal-hal yang dapat membuat malas dan tidak fokus.

Tidak semua santri berpandangan jauh ke depan atau berupaya mengamakan segala keterampilan intelektualnya di segala bidang pada saat mereka sudah keluar dari pesantren. Sering kali kita jumpai sebagian besar santri beranggapan bahwa hanya ilmu yang telah dipelajari di pesantren saja yang akan bermanfaaat di kehidupan mereka selanjutnya. Seharusnya mereka paham bahwa tugas sebagai generasi milenial tidak hanya mengamalkan ilmu yang terdapat dalam kajian di pesantren tetapi juga harus mampu membaca kalam kaluliah maupun kalam kauniyah yang ada di sekitar kita secara optimal dengan pemikiran yang konteporer. Pentingnya memahami segala sumber ilmu bagi santri justru menjadi peluang yang sangat berharga karena di pesantren telah menyediakan pendidikan formal.

Baca Juga:  Mengapa “Harus” Nyantri Di Asrama Hidayatul Qur’an Darul Ulum Jombang (Refleksi Walisantri)

Keberhasilan pesantren dalam menciptakan sosok santri yang handal terus digalakkan agar bisa bersaing dengan kemajuan zaman. Peran santri daam pembanunan sudah tidak diragukan lagi. Banyak hal yang sudah santri curahkan demi bangsa ini serta tidak sedikit pula santri yang menjadi sosok pemimpin saat ini.

Keberhasilannya paling tidak dapat dilihat dari banyaknya pemimpin di negeri ini yang dilahirkan dari pesantren seperti Syaifudin zuhi (Mantan Menteri Agama).K holifahIndar Parawansa (Menteri sosial dan pemberdayaan perempuan), Abdurrhman Wahid (Mantan Presiden RI yang ke-4), dan masih banyak lagi. Terbukti pada masa perjuangan kemerdekaan sosok santri dalam kontribusinya melalui pemikiran ataupun dengan angkat senjata langsung yang telah membuahkan hasil.

Banyak alasan mengapa santri menjadi salah satu modal dasar yang akan menjawab tantangan bangsa, di samping karena metode pengajaran santri juga memiliki sikap atau pola pokir yang telah di tanamkan sejak di pesantren dengan metode pengajaran berlandaskan rukun agama yaitu iman, islam, dan ihsan. Bagi santri yang memiliki akhlaqul karimah sudah seharusnya sebagai kewajiban atas apa yang sudah mereka biasakan.Untuk menjawab tantangan-tantangan yang semakin memuncak, karakter santri dapat diwujudkan dengan berbagai prinsip yang telah mereka pegang sebagai komitmen diri diantaranya sikap seimbang dalam menghadapi berbagai macam persoalan. Disikapinya dengan pola yang terukur , terarah, terkonsep, dan tersusun dengan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan.

Berani menyatakan yang haq itu adalah haq dan yang batil walaupun terhadap orang lain yang berbeda agama, ras, suku, dan kebangsaanya serta dapat hidup berdampingan dengan warga ataupun komunitas lain. Hal tersebut terangkum dalam empat prinsip dasar Annadhiliyah yaitu tawassuth,tawazun, al-i’tidal, dan tasamuh.

 

Bangkitlah wahai santri

Baca Juga:  Mengapa “Harus” Nyantri Di Asrama Hidayatul Qur’an Darul Ulum Jombang (Refleksi Walisantri)

Inilah waktumu

Kobaran api di dadamu

Segera berubah jadi cahaya ilmu

Generasi muda di seluruh dunia

Sedang mencari obor kehidupan (IZ)

 

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini