Sudah menjadi sunatullah bahwa remaja akhir lulusan sekolah menengah dan dewasa awal lulusan sarjana/diploma mengalami masa transisi. Transisi dari sekolah atau kampus menuju dunia kerja. Kemudahan dan kesulitan hidup di masa transisi (18 sd 24 th) sangat terkait dengan kondisi dan kesungguhannya waktu sekolah atau kuliah. Jika sewaktu belajar dan kuliah dijalani atau dilalui dengan sungguh-sungguh, maka insya Allah masa Transisi Dewasa Awal berjalan mapan. Kita sangat menyadari bahwa Masa Transisi Dewasa Awal adalah masa sangat kritikal dalam rentangan hidup.
Selama masa transisi, supaya individu dewasa awal itu eksis, survive, dan berkembang sangat membutuhkan bantuan dan dukungan untuk mempersiapkan diri menuju kemandirian dan kedewasaan yang matang. Untuk itu sangat diperlukan program latihan keterampilan hidup, latihan kebugaran fisik dan kesehatan mental, meningkatkan self-esteem, menegakkan hubungan antar pribadi yang positif, dan mengelola suasana emosional yang stabil.
Untuk melaksanakan program latihan dapat dilakukan berbagai layanan, di antaranya layanan manajemen krisis, terapi individu dan kelompok, latihan kecakapan hidup, konseling penggunaan obat terlarang, jaringan komunitas, latihan keterampilan sosial, konseling keluarga, konseling vokasional, dan konseling pendidikan.
Dalam konteks kehidupan kita di Indonesia, begitu selesai sekolah menengah atau kuliah di perguruan tinggi, individu-individu itu mencari solusi sendiri. Tidak ada layanan masyarakat yang siap melayaninya secara institusional dan profesional. Benar-benar masa transisi ini masa yang tak menentu. Karena perlu ada upaya sendiri secara kreatif dan berani menghadapi tantangan yang muncul dari waktu ke waktu.
Kita sangat menyadari bahwa selama masa transisi dewasa awal potensi masalah yang dihadapi di antaranya: kesulitan dalam relasi sosial, kegagalan sekolah atau kuliah, konflik keluarga, ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan, perilaku yang tak bertanggung jawab, kurang terarah hidupnya, tantangan kesehatan mental dan penyalahgunaan obat.
Persoalan-persoalan inilah yang sering mengganggu kehidupan individu dewasa awal. Apabila persoalan-persoalan ini bisa dihadapi dengan baik dan tuntas, secara langsung atau tidak langsung bisa memantapkan kematangan dan kedewasaan. Yang selanjutnya memiliki bekal yang cukup dalam mengarungi masa dewasanya.
Berdasarkan identifikasi Emma Finamore (2019) ada 10 tantangan yang dihadapi pada masa Transisi Dewasa Awal, di antaranya: (1) Lack of employment opportunities, (2) Failure to succeed in education system, (3) Issues related to body image, (4) Family problems, (5) Substance abuse, (6) Pressures of materialism, (7) Lack of affordable housing, (8) Negative stereotyping, (9) Pressures of 24-hour social networking, dan (10) Crime. Ini semua yang ada di depan mata yang sifatnya duniawiyah. Sementara itu yang tidak bisa diabaikan adalah tantangan yang terkait dengan persoalan yang bersifat ukhrawiyah, misalnya: konversi iman, dekadensi moral.
Kita tidak bisa biarkan melihat transisi dewasa awal ini. Untuk antisipasi dan hadapi persoalan yang dihadapinya, Joel Dillon dkk menawarkan bisa maksimalkan tiga hal penting, yaitu: kepercayaan diri, kompetensi, dan koneksi. Pertama, kepercayaan diri sangatlah penting dengan hilangkan rasa ragu dan penundaan persoalan yang tidak penting. Dengan kepercayaan diri yang lebih besar, maka bisa menghibur diri dan memantapkan jati diri.
Kedua, kompetensi sangat diperlukan dengan mengeksplorasi potensi, kecakapan manajemen waktu, keterampilan belajar, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Yang semuanya dapat mengurangi stres dan meningkatkan peluang untuk sukses hidupnya.
Ketiga, koneksi dibangun dengan gaya interpersonal yang baik dengan teman-teman, keluarga, dan orang-orang lain berarti dalam hidupnya. Bangunan koneksi yang baik ini dapat menambah energi dan kebahagiaan.
Akhirnya bahwa transisi dewasa awal dapat dilalui dengan baik dan produktif, jika pada masa-masa sebelumnya pengendalian dirinya baik dan efektif. Tidak membiarkan masa remaja diisi dengan kehidupan yang materialistik dan hedonistik, kegiatan yang hura-hura dan sia-sia, melainkan kegiatan yang agamis dan akademis dengan tetap diselingi aktivitas rekreatif yang produktif. Tanpa memandang siapapun dengan latar belakang apapun (kaya atau kurang beruntung secara ekonomis) mereka perlu selamatkan diri dengan kegiatan yang investatif, baik untuk dunia maupun akhirat.